Heru Sri Kumoro/KOMPAS
Aktivis Centre for Orangutan Protection (CPO) berunjuk rasa di
Bundaran Hotel Indonesia menuntut perlakuan yang adil bagi orangutan,
Rabu (12/10/2011).
SAMARINDA, KOMPAS.com
— Temuan puluhan tulang hewan di areal perkebunan kelapa sawit di Desa
Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kalimantan Timur, dipastikan rangka orangutan (Pongo pygmaeus morio). Kematian orangutan itu diperkirakan tidak wajar.
Hal
itu disampaikan peneliti orangutan dari Universitas Mulawarman, Yaya
Rayadin, saat memaparkan hasil identifikasi tulang orangutan di Pusat
Penelitian Hutan Tropis Unmul, Samarinda, Kaltim, Sabtu (29/10/2011).
”Dari
potongan tulang yang ada, kematian orangutan ini jelas karena faktor
eksternal, bukan faktor alami,” kata Yaya tentang tulang belulang dari
puluhan orangutan tersebut.
Menurut Yaya, kematian karena faktor
eksternal bisa karena beberapa hal, seperti alat jerat ataupun perburuan
yang disengaja. ”Namun, saya tidak tahu persis orangutan ini mati
karena apa, mungkin bisa dikaji lebih dalam dari segi forensik,”
ujarnya.
Sebelumnya, tulang yang diduga rangka orangutan ini
ditemukan di dalam areal perkebunan sawit seluas sekitar 15.000 hektar
di Puan Cepak, Muara Kaman. Beberapa tulang menyerupai bentuk tengkorak
dan gigi, sedangkan tulang lainnya seperti tungkai tangan dan kaki
orangutan.
Yaya menambahkan, kumpulan tulang itu dipastikan
orangutan dilihat dari struktur rahang, ukuran rangka, formasi tulang
tangan yang terdapat lengkungan, serta bentuk gigi. Identifikasi
terhadap tulang orangutan ini lebih mudah dilakukan karena sampel rangka
cukup besar.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
Kaltim Tandya Tjahjana mengaku belum tahu terkait temuan tulang
orangutan di areal perkebunan sawit milik salah satu perusahaan
tersebut.
Sejauh ini, tim BKSDA dan kepolisian masih terus
menyelidiki kebenaran pembunuhan orangutan berdasarkan bukti foto dan
keterangan saksi.
Puluhan
Seperti
diberitakan sebelumnya, puluhan orangutan diduga telah dibunuh di Desa
Puan Cepak dalam rentang 2009-2010 karena dianggap hama yang merusak
pohon kelapa sawit.
Perusahaan memberikan imbalan bagi warga yang menangkap orangutan.
Untuk
itu, LSM mendesak aparat segera mengungkap kasus ini. Ex-Situ
Conservation Specialist Centre for Orangutan Protection (COP) Reza
Achmad meminta keseriusan aparat BKSDA dan polisi mengungkap pembunuhan
orangutan di Puan Cepak.
Adanya temuan tulang yang diduga
orangutan tersebut dapat dijadikan salah satu acuan penyidikan. ”Jika
tulang itu dijadikan bukti, tidak perlu lagi ada alasan bahwa penyidikan
terkendala,” ujar Reza.
Selama ini BKSDA dan polisi mengaku
kesulitan mengungkap kasus ini berdasarkan alat bukti foto dan
keterangan saksi. Sebanyak 30 saksi, dari masyarakat dan perusahaan
sawit di Puan Cepak, telah dimintai keterangan.
Manajer Program
The Nature Conservancy Niel Makinuddin menilai, kepolisian cenderung
melempem saat menangani kasus lingkungan yang berhadapan dengan pemodal
besar. Padahal, kasus ini seharusnya ditangani serius karena menjadi
sorotan publik.
”Penanganannya tergantung dari komitmen dari pimpinan kepolisian di tingkat Polri, polda, dan polres,” kata Niel. (ILO)
Sumber :
Kompas Cetak
No comments :
Post a Comment