BREAKING
  • Wisata pasar terapung muara kuin di Banjarmasin

    Pasar Terapung Muara Kuin adalah Pasar Tradisional yang berada di atas Sungai Barito di muara sungai Kuin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

  • Perayaan Cap Gomeh di kota amoy

    Singkawang adalah merupakan kota wisata di kalbar yang terkenal . salah satu event budaya yang selalu digaungkan untuk mempromosikan kota ini adalah event perayaan Cap Gomeh.

  • Sumpit Senjata Tradisional Suku Dayak

    Sumpit adalah salah satu senjata berburu tradisonal khas Suku Dayak yang cara menggunakannya dengan cara meniup anak damak (peluru) dari bilah kayu bulat yang dilubangi tengahnya.

  • Ritual Menyambut Tamu Suku Dayak

    Ritual ini di lakukan pada saat suku Dayak menyambut tamu agung dengan memberi kesempatan sang tamu agung untuk memotong bulu dengan Mandau

Wednesday, March 31, 2010

SUKU DAYAK TAMAN KAPUAS HULU

Masyarakat Daya' Taman (Banuaka') merupakan salah satu dari bagian umat manusia yg
diciptakan Tuhan (Allatala) di Pulai Kalimantan tepatnya Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan barat yang telah tinggal dan bermukim secara menetap, hidup dari generasi ke generasi dalam wilayah-wilayah ulayat adat dan tersebar :
1. Di aliran Sungai Kapuas meliputi anak sungai Kedamin, Paragi, Palo, Saus, Sayu Kecamatan Putusibau Selatan dan Kecamatan Hulu Kapuas.
2. Di aliran sungai Mandalam meliputi anak sungai Anak Mandalam, Samus dan Danau Sadong Kecamatan Putussibau Utara.
3. Di aliran Sungai Sibau meliputi anak sungai Taman Tapa, Sungai Kapuas, Jolo, Sepandan, Sungai Mapuri, Sungai Potan, Sungai Long Gurung Kecamatan Putussibau Utara.

Keberadaan masyarakat wilayah ulayat adat ini tidak terlepas dari keberadaan masyarakat adat Taman di muka bumi ini yang sampai sekarang masih eksis dengan peradapan leluhurnya di mana Wilayah ulayat telah ditetapkan berdasarkan sejarah pembukaan tanah pemukiman pertama dan kesepakatan bersama melalui perjanjian adat bersama Masyarakat Adat lainnya yang meminta untuk hidup berdampingan dengan masyarakat Adat Taman, yang terletak di batang Sungai Kapuas, Mandalam, Banua Sio dengan batas-batas yang telah diberikan dan ditentukan saat menerima masyarakat lainnya untuk hidup berdampingan selaku masyarakat adat.

Masyarakat adat Daya' Taman berdasarkan sejarahnya dari sejak dulu kala telah memiliki struktur, adat istiadat, nilai, norma, religi, hukum adat, seni dan budaya yang sejak dahulu telah tertata dengan baik sehingga adalah wajar jika masyarakat Adat Taman sejak dulu disebut "TURI" oleh suku etnis lain, "TURI" artinya Tuari atau mentuari yang berarti manusia yang pola hidupnya telah tertata, terpola dengan suatu tradisi dan budaya khas.

Dalam berprilaku sehari-hari, masyarakat adat Daya' Taman semuanya terikat oleh adat dan istiadat, sebagai Masyarakat Adat perbuatan yang merupakan kewajiban, hak, wewenang yang harus dilaksanakan dan laranagn yang harus dihindari menurut ketentuan adat. Jika terjadi pelanggaran, maka siapapun mendapat sanksi hukuman/denda Adat. Bentuk hukuman atau denda tergantung pelanggaran yang dilakukan seseorang dan berupa keharusan melakukan sesuatu yang wajib dilakukan oleh pelaku/terhukum dan yang diterima sebagai ganti rugi oleh korban pelanggaran Adat yang ditetapkan berdasakan putusan sidang Adat.

Dari sejarah keberadaan dan perkembangannya masyarakat daya' Taman emngenal adanya struktur atau penggolongan dikalangan warga masyarakat adat dan ini merupakan ciri tersendiri dan identitasnya sebagai masyarakat adat Daya' Taman. Struktur dan penggolongan ini pulalah yang menjadi landasan penataan pranata sosial dan budaya di dalam kehidupan warga masyarakat adat. Adapun penggolongannya adalah sebagai berikut :
1. Golongan pertama adalah SAMAGAT
2. Golongan Kedua adalah PABIRING
3. Golongan Ketiga adalah BANUA
Struktur dan penggolongan masyarakat Adat Daya' Taman sejak dulu penekanannya lebih kepada pemberian kepercayaan untuk mengemban tugas dan tanggung jawab untuk memimpin bersama warga masyarakat dalam satu komunitas hidup bersama dalam satu atap bangunan rumah yang dikenal dengan Soo Langke (Rumah Betang). Di dalam tatanan masyarakat adat Daya' Taman struktur dan penggolongan sama dengan strata/ penggolongan dalam tatanan golongan ningrat.

Dalam proses kehidupan masyarakat adat Daya' Taman, pemegang (pimpinan) Hukum Adat Tertinggi adalah Tamanggong. Ditingkat desa / dusun adalah Kepala/Ketua Adat. Tamanggong (Indu Banua) dipilih dan diangkat oleh masyarakat adat tanpa membeda-bedakan golongan, keturunan dan keluarga.
Cara pemilihan Tamanggong dan masa jabatannya diatur sesuai dengan ketentuan adat yang merupakan hasil kesepakatan masyarakat Daya' Taman melalui musyawarah adat masyarakat Daya' Taman.

Di setiap desa maupun dusun atau Soo (Rumah Betang) terdapat Toa (Ketua Adat) yang berwenang untuk memutuskan perkara jika terjadi pelanggaran, Jika perkara tidak bisa diselesaikan oleh Toa (Pemuka Adat) di desa maupun dusunnya masing-masing, maka dihadirkan seorang Tamanggong untuk menyelesaikan / memutuskan perkara.

Pola hidup warga masyarakat Daya' Taman yang sifatnya menetap adalah Agraris (Pertanian) dengan usaha tani, tanaman pokok adalah padi (Oryza Sativa L.) dengan sistem ladang berpindah dengan siklus 7 (tujuh) - 10 (sepuluh) tahun untuk ditanami kembali dengan pola seperti ini, tidak mengherankan bahwa disepanjang aliran sungai tempat pemukimannya, warga masyarakat adat memiliki lahan atau tanah pertanian yang banyak dan tersebar dengan istilah Koson Parimbaan, Balean Soo / Pambutan, yang meliputi wilayah-wilayah hutan suaka marga satwa, hutan perburuan dan hutan cadangan untuk meramu (mencari) bahan bangunan dan mengambil hasil-hasil hutan ikutan lainnya.

Untuk kelangsungan keberadaan dan eksistensi lahan parimbaan dan lahan pambutan sebagai hak ulayat masyarakat adat Daya' Taman, pewarisan nilai-nilai sosial ekonomi dan budaya serta harta atas tanah dan segala sesuatu yang ada diatasnya, baik yang telah menjadi milik bersama keturunannya ataupun tanah yang sudah diwakafkan untuk kepentingan pelayanan umum serta harta lainnya diatur dalam kesepakatan-kesepakatan dengan azas kekeluargaan dalam keluarga segaris keturunan, keluarga yang bersangkutan.

Hak anak laki-laki dan anak perempuan di dalam tatanan masyarakat adat Daya' Taman adalah sama (bilateral). Anaka jait/anak angkat juga berhak memiliki tanah warisan, tetapi diberi hak mengelola, menjaga dan menikmati hasilnya sepanjang yang bersangkutan masih membutuhkannnya.

Masyarakat adat Daya' Taman di dalam tatanan kemasyarakatan adat mengenal dan memiliki, lambang dan simbol-simbol sebagai identitas kesukuan tersebut :
1. Pakaian atau busana (pakaian adat) pria dan wanita dengan segala aksesorisnya melambangkan kreativitas dan kreasi sebagai apresiasi terhadap raga manusia serta cita rasa estetika atau keindahan, yang penggunaannya juga disesuaikan dengan aktivitas dan kegiatan yang terjadi di dalam lingkaran kehidupan warga masyarakat adat.
2. Tambe atau bendera, yang melambangkan eksistensinya sebagai kelompok masyarakat adat yang berdaulat atas wilayah-wilayah ulayat adat sebagai sumber kehidupan dan penyelenggaraan pengaturan penataan tatanan pranata sosia, ekonomi dan budaya. Tambe atau bendera mempunyai ukiran tersendiri, ada yang berukiran naga dan di dalam makanan naga serta ditambah dengan betuk ukiran khas daya' Taman disamping bendera atau tambe, ada anak tambe atau tambe daun unti/papanji. Warna-warna, simbol-simbol, bentuk dan ukuran serta penggunaannya memiliki isyarat dan makna dalam kebudayaan masyarakat adat Daya' Taman.
3. Benda-benda pusaka sebagai simbol kekuatan supranatural seperti gunsi (tempayan), batu balien/batu balian (batu atau wujud lain benda) yang memiliki kekuatan gaib serta karue dan senjata tajam seperti basi apang, nyabur (mandau), bua' tung (parang), bulis (tombak) dll, diberi penghargaan yang istimewa dan dipelihara serta diyakini dapat menangkal kekuatan-kekuatan jahat yang dapat mengganggu keselamatan, ketentraman dan kemakmuran dalam masyarakat.
4. Benda-benda kesenian seperti alat-alat musik dalam bentuk tetabuhan, terdiri dari gantungan, tawak, babandi, galentang, kangkuang, tung, gendang, suling, balikan, kolodi' yang dalam masyarakat adat Daya' Taman sebagai ungkapan cita rasa perasaan atau suasana hati dan perasaan yang paling estetis dalam persatuannya dengan alam lingkungan, dengan sesama masyarakat dan Sang Pencipta.

Gambaran umum di atas adalah bagian besar dalam lingkaran hidup masyarakat adat Daya' Taman di dalam penataan pranata kehidupan sosial, ekonomi dan budayanya yang melahirkan kesepakatan-kesepakatan dan aturan main yang dihayati bersama dan diformalisasikan dalam bentuk aturan adat istiadat dan hukum adat.

Sumber :
1. Baroamas Jantingmasuka
2. ID. Soeryamassoeka
3. Buku adat istiadat dan hukum adat Daya' Taman
4. Eugenne Yohanes Palaunsoeka
5. www.marselinamaryani.blogspot.com

Friday, March 26, 2010

BATU LOWANG INGEI

Dahulu kala terdapat sebuah betang di tepi sungai Samba sebelah kanan mudik. Betang tersebut dihuni puluhan keluarga. Diantara keluarga tersebut terdapat pasangan muda yang baru saja melangsungkan perkawinannya. Mereka adalah Tombong dan istrinya Ingei.
Suatu ketika di betang itu dilaksanakan upacara balian. Upacara ini dilakukan untuk melaksanakan pengobatan pada salah seorang warga betang itu yang sakit keras. Di tengah betang dibuat sebuah sangkai puca.

Sangkai puca ini bahannya dari berbagai dahan kayu yang masih lengkap, dengan daunnya, diikat tegak seperti pohon kayu. Dahan kayu yang digunakan adalah pohon beringin karena lambat layu daunnya lagi pula rimbun serta serasi.
Setiap malam ramai orang makan minum dan menari serta menyanyi karungut. Namun Tombong dan istrinya yang tinggal dalam kamar yang paling ujung tidak pernah mau keluar dan ikut ambil bagian dalam kegiatan tersebut.
Pada suatu hari pagi-pagi sekali Tombong sudah pergi untuk berburu. Kepada istrinya Tombong berkata : “ Ingei sepeninggalku pergi ini jangan sekali-kali kamu keluar dari kamar. Tidak usah kamu ikut biar hanya melihat upacara itu.” Pesan ini diucapkan Tombong karena seorang pencemburu. Memang Ingei seorang wanita yang cukup rupawan.

Sepeninggal Tombong Ingei sangat penasaran. Di luar kamarnya terdengar sorak sorai penuh kegembiraan. Gong dan gendang bertalu-talu. Laki-laki perempuan, tua muda ramai manasai mengelilingi sangkai puca.
Pikir Ingei dalam hatinya : “ Aku mengira tak apalah jika aku melihat keramaian itu.” Ia hanya berniat untuk menonton sebentar saja dan sementara menunggu Tombong pulang.
Ternyata Ingei lupa pulang kembali ke kamarnya , saking asyiknya menonton orang yang manasai itu. Ia tak tahu kalau Tombong cepat pulang dengan hasil buruannya seekor Kalasi.
Tombong sangat marah ketika mengetahui istrinya tidak berada di dalam kamar mereka. Ia menduga sudah pasti istrinya menonton upacara balian itu.
Dengan jengkel Tombong memberi pakaian bangkai kalasi itu. Dipakaikannya Cawat , baju sangkarut dan kopiah sampahangang. Tombong lalu mengendong bangkai kalasi itu menuju ke tengah betang, Saat ramainya orang manasai. Semua orang heran melihat kelakuannya itu, tapi tidak ada seorangpun berani menyapanya.

Dilihatnya istrinya duduk diantara orang banyak dengan bengong tanpa berani membuka mulut. Bangkai kalasi itu dilemparkannya ke atas sangkai puca, lalu ia kembali ke kamarnya.
Orang banyak heran, bangkai kalasi itu hidup kembali dan memanjat naik ke atas puncak sangkai puca. Orangpun ribut menyaksikan kejadian itu. Sebagian ingin membunuhnya dan mulai mengepungnya.
Tiba-tiba hari yang cerah berubah menjadi gelap pekat. Angin bertiup kencang , kilat dan petir menyambar-nyambar. Betang itu beserta seluruh penghuninya berubah menjadi sebuah gundukan batu besar. Hanya Ingei yang masih hidup, tetapi ia terkurung dalam batu itu. Kelihatan batu itu seperti kamar, tanpa pintu dan hanya ada sebuah lubang kecil sebesar lengan.
Beberapa tahun berlalu setelah peristiwa itu. Jika terdengar ada suara orang melewati tempat itu Ingei lalu mengulurkan tangannya meminta makanan. Kadang kala ia bersedia menjahit pakaian orang – orang yang menolongnya asal menyediakan kainnya sendiri, benang dan jarumnya. Jahitan tangannya Ingei sangat halus dan rapi. Beberapa kali orang telah mencoba untuk membantunya keluar dari lobang itu. Mereka memahat lubang kecil itu memperbesarnya agar Ingei dapat keluar.

Tapi mereka keheranan batu itu bagai bernyawa. Setiap tercongkel sebuah bongkahan sebesar itu pula bergerak menutupi bagian yang telah tercongkel tadi. Begitulah keadaannya hingga lubang seperti besarnya semula. Seorang yang penasaran saking jengkelnya lalu menusuk Ingei denga sepotong kayu.
Sejak saat itu tidak pernah lagi terlihat lengan Ingei keluar. Ia takut memperlihatkan dirinya dan tak mau lagi berhubungan dengan orang lain. Apakah ia terluka dan meninggal dunia tak seorangpun yang mengetahuinya .
Sejak saat itu gundukan bukit batu itu lalu dinamakan orang “ Batu Lowang Ingei “. Artinya batu lubang Ingei. Letaknya dihilir desa Tumbang Jala, termasuk wilayah Kecamatan Sanaman Mantikei Kabupaten Kotawaringin Timur.
Kembali pada Tombong suami Ingei , ketika hari telah menjadi gelap ia pergi berkayuh ke seberang sungai lalu berlari ke dalam rimba. Petir menyambar mengikutinya berlari tanpa tujuan mencari tempat berlindung.
Akhirnya ia sampai ke tepi sungai Baraoi anak dari sungai Samba. Ketika ia melompati sungai itu dengan maksud menyeberanginya pada saat itu pula petir menyambar tubuhnya yang langsung berubah menjadi batu. Lalu jatuh di tengah sungai itu. Batu itulah yang disebut orang Batu Tombong. Yang terdapat dekat desa Tumbang Baraoi sekarang ini. Demikianlah cerita Batui Lowang Ingei.

sumber : www.aldrian076.blogspot.com

Friday, March 19, 2010

Pasukan Khusus Australia 44 Tahun Hilang, Ditemukan di Kalimantan

Jasad dua tentara Australia, yang dinyatakan hilang selama 44 tahun terakhir, baru saja ditemukan di kawasan Kalimantan Barat. Mereka raib saat bertugas di pedalaman Indonesia pada 1966 silam.

Perdana Menteri Australia, Kevin Rudd, mengatakan, penemuan itu tak luput dari campur tangan militer Indonesia. “Sekarang sudah positif teridentifikasi,” ujarnya seperti dikutip dari laman The Australian, Selasa, 16 Maret 2010.

Dua tentara yang tergabung dalam pasukan elit Special Air Service Regiment (SASR) itu adalah Letnan Ken Hudson dan Private Bob Moncrieff. Keduanya terpisah dari pasukan saat menyeberang Sungai Sekayam, Kalimantan, pada 21 Maret 1966.

Seketika, tim pencarian sudah melakukan tugasnya, namun tak berhasil. Baru pada 2008, militer Australia kembali menjalankan misi pencarian dengan menggandeng Kopasus.

Titik terang muncul setelah mengumpulkan informasi dari tetua suku Dayak yang berdiam di kawasan itu. Jasad dua tentara itu ternyata telah dikebumikan di sebuah kawasan terpencil yang hanya dapat dijangkau dengan kano.

Pengiriman pasukan elit SASR kala itu dilakukan untuk menjaga stabilitas keamanan di tengah konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia yang berlangsung selama tahun 1962-1966. Sebanyak 23 anggota militer tewas dalam tugas itu.

ket foto : Foto Tentara Australia di Perbatasan Kal-Tim-Malaysia

Monday, March 15, 2010

Adat, Agama, Dan Politik

Oleh : JJ .Kusni

Politik merupakan ranah kegiatan manusia yang menyangkut masalah kekuasaan guna mengelola kehidupan bersama suatu masyarakat. Pertarungan politik jadinya suatu pergulatan dalam perebutan kekuasaan tersebut.

Bagaimana mengelola dan untuk apa kekuasan itu di gunakan .Pada titik ini kita lalu sampai ada masalah konsep kekuasaan.

Negara teokratis memandang bahwa Penyelenggara kekuasaan merupakan wakil tuhan (Tao) guna melaksanakan kehendaknya ,penyelenggara kekuasaan tidak bisa digangugugat.Sebagai wakil Tuhan kata-kata perbuatan dan perilaku penyelenggara kekuasaan merupakan ukuran kebenaran.

Agama sebagai panduan keselamatan di dunia dan akhirat,mempunyai kekuatan luar biasa bahkan dijadikan semacam panduan utama bagi penyelenggara kekuasaan.Negara dan agama menyatu sebagaimana halnya terjadi di Perancis 14 juli 1789. Hidup mati seseorang didalam wilayah kekuasaanya tergantung pada wakil Tuhan itu.

Pandangan Teokritis bias digunakan oleh para raja kaisar,maharaja sebaga dasar deologi kekuasaanya yang bersipat otoriter dan otokris. Penuh kesewenang-wenangan sehingga muncul slogan ETETC’EST MOI “ Negara adalah saya.MOI (je) Adalah Tuhan itu sendiri . Sebagai varian dari pandangan begini ,pemberontakan-pemberontakan millenaire (Ratu Adil) seperti misalnya pemberontakan ratu adil dijawa,untuk mendapatkan dasar ideologi atau dasar pemikiran bagi pemberontakan ,dalam upaya menegakkan wibawa pimpinannya serta merekrut pengikut dari kelas bawah (populer) sering mengunakan alas an-alasan religious mistis.

Sejalan dengan perkembangan zaman terutama perkembangan ekonomi yang berdampak langsung pada perkembangan politik,pandangan teokratis ini sedikit demi sedikit ditinggalkan.Ia bermula dari berkembangnya MERKANTILISME Ke KAPITALISME yang didorong laju kepesatannya oleh penemuan teknologi baru seperti masin uap.

Penemuan baru dalam teknologi membawa perubahan alat produksi,yang berikutnya mengobah cara produksi dalam hubungan produksi.Klas menengah muncul dan menguat.Negara Teokratis dan nilai dominan dibawahnya dirasakan sebagai penghambat kemajuan.Hambatan budaya Teokratis ini pulalah yang mendorong meletusnya REVOLUSI MEI 1968 DI PERANCIS menyusul meletusnya REVOLUSI BESAR KEBUDAYAAN PROLETAR TAHUN 1966 DI REPUBLIK RAKYAT TiONGKOK.

Seiring dengan muncul dan menguatnya Klas menengah ,masalah HAM (LES DROITS DE l’HOMME) dan Hak Warga Negara (LES DROITS DES CITOYENS) muncul dan di suarakan oleh para pemikir Revolusi Perancis seperti JEAN – JACQUES ROUSSEAU.

HAM menjadi senjata ideology dalam melawan teokrasi.Nilai-nilai baru muncul dan makin dominan seiring dengan makin kuatnya posisi nilai-nilai baru ini. Negara-negara bangsa (l’etat Nation) yang demokratis mulai muncul menyingkirkan Negara teokratis. Dalam Negara Demokratis ini ,suara rakyat di pandang sebagi suara Tuhan.artinya secara teoritis,posisi dominan Tuhan digantikan oleh suara rakyat.Rakyat atau warganegara mempunyai perubahan status politik dari objek menjadi subjek.Negara dan agama terpisah.Seiring dengan berkembang dan makin dominannya nilai-nilai demokratis ,sistim pemelihan oleh warga Negara ( les citoyens) mulai diberlakukan secara umum dalam dunia politik.Penyelenggara kekuasaan diatur lebih rinci dengan menerapkan trias politika Montesqeieu .Demokrasi menjadi suatu sistim nilai dan politik dominan.Dalam sistim demokrasi agama,Tuhan tidak dibawa-bawa lagi dalam politik.

Konkretnya ke kancah pemilihan memperebutkan kendali kuasa.Tuhan dipandang sebagai urusan pribadi tidak ada sangkut pautnya dengan politik dan juga tidak pula di politisasikan.Dalam sistim ini yang di pentingkan dalam pemilihan dan penyelenggaraan kekuasaan adalah program-program integral untuk memenuhi janji kepada para pemilih . Negara dan kekuasaannya bermakna sarana mengelola kehidupan bersama sesuai janji pemilihan.Bertahan tidaknya pengelolaan kekuasaan di panggung pengelolaan kekuasaan (politik) di tentukan oleh para pemilih,apakah ia mampu melaksanakan janji pemilihan yang merupakan patokan pengawasan dan evaluasi sekali gus.

Demokrasi selain suatu rangkaian nilai,ia juga merupakan sistim pengawasan ,dan aturan main di dunia politik.makin sistim demokratis ini berkembang ,makin ia di dominasi oleh logika.Masalah agama, etnik, uang dan emosional makin menjauh.Fair play politik pun tumbuh.artinya yang merasa salah ,tak mampu melakukan tugas,atau di curigai melakukan kesalahan politik,mereka suka rela mundur.Karena itu tidak heran apabila seorang pegawai bank ,atau pengantar surat turut mencalonkan diri jadi presiden dan menjadi tokoh masyarakat yang di perhitungkan.Dalam sistim demokrasi yang semakin berkembang yang terpilih tidak lain adalah yang terbaik dalam kualitas dari segalanya (primus inter pares) Apa yang di kembangkan di belahan barat planet kita ,ketika kolonialisme membagi-bagi bumi kedalam wilayah kekuasaan mereka dengan sendirinya meninggalkan pengaruh pada negeri-negeri yang di jajahnya.termasuk Indonesia yang kita saksikan sekarang termasuk Kalimantan Tengah.

Asing sistim demokrasi barat diatas dari Kalimantan Tengah ? dengan kata lain “ULUH ITAH” mempunyai sistim demokrasinya sendiri sebelum mengenal demokrasi barat ? atau kah kita hanya menjadi epigon barat dalam soal demokrasi ini ? apakah demokrasi buah budaya dan asing dari negeri kita ? Pertanyaan-pertanyaan ini barangkali akan terjawab jika menyimak keadaan masyarakat kita tanpa emosi.mengatakan hal ikhwal itu. Apabila melihat masyarakat Kalimantan Tengah sebelum terjadinya perubahan komposisi demografis seperti sekarang, di kalangan masyarakat Dayak,di dapatkan yang di sebut Masyarakat Adat (MA) dengan perangkat lembaga-lembaganya serta hukum adatnya. MA dan perang kat-perangkat adatnya sudah ada sebelum zaman Kolonial dan tentu saja sudah ada dan berpungsi sebelum Indonesia dengan Republik Indonesa ini berdiri. Disamping itu juga terdapat suatu kebudayaan serta sistim nilai tersendiri.Dengan hal-hal inilah ,dengan sistim ini lah ,manusia Dayak mengelola kehidupan mereka bersama,menetapkan cara memilh pemimpin mereka .Sesuai dengan sistim tersebut maka yang di plih (dengan istilah sekarang secara demokratis ,bahkan secara demokratis langsung – direct democracy ) sebagai pemimpin mereka adalah mereka yang terbaik (primus inter pares) Kewibawaannya muncul alami oleh kualityas terbaik dan paling berkemampuan diantara semua.

Prinsip demokratis dan primus inter pares ini pun tetap berlaku ketika warga MA mulai menganut macam-macam agama.yang di plih menjadi kepala adat,damang,tidak niscaya dari agama tertentu,bisa berabiasdari penganut agama –agama lain.hal ini masih berlangsung sampai sekarang . Misalnya di Sampit Kotawaringin Timur Damang Haji Muhammad Ali sebagai damang kota Kecamatan Ketapang,dan Baamang,Damang Luis (Lui) di kasongan adalah seorang Kristen,sedang kan dikatingan kuala atau daerah lain adalah seorang Muslim. Agama diluar masalah adat.

Orang Dayak memandang agama adalah urusan masing-masing individu.Pencampur bauran masalah agama dan politik jadinya hal asing dan berasal dari luar budaya Dayak sehingga di pandang sebagai langkah politik yang tidak sehat dan berbahaya bagi eksistensi budaya Dayak dan kehidupan Dayak (walau pun tidak mereka ucapkan)

“Adat tidak ada hubungan nya dengan agama” ujar beberapa damang .Apakah dibawanya isu agama dalam Politik Kalimantan Tengah merupakan kemajuan atau kemunduran ? ataukah kendaraan merebut Kalimantan Tengah dan mengubahnya menjadi baru tapi kebaruannya yang alien,Asing dari budaya Dayak kalimantan tengah.

(budayawan dan anggota Tim Kordinator Komonitas Seniman –Budayawan Palangka Raya )

Tulisan ini diterbitkan oleh harian Tabengan hari sabtu tanggal 13 Maret 2010

Saturday, March 13, 2010

Taman Nasional Kayan Mentarang

Taman Nasional Kayan Mentarang dengan luasnya 1.360.500 hektar, merupakan suatu kesatuan kawasan hutan primer dan hutan sekunder tua yang terbesar dan masih tersisa di Kalimantan dan seluruh Asia Tenggara.

Taman nasional ini memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa bernilai tinggi baik jenis langka maupun dilindungi, keanekaragaman tipe ekosistem dari hutan hujan dataran rendah sampai hutan berlumut di pegunungan tinggi. Keanekaragaman hayati yang terkandung di Taman Nasional Kayan Mentarang memang sangat mengagumkan.

Beberapa tumbuhan yang ada antara lain pulai (Alstonia scholaris), jelutung (Dyera costulata), ramin (Gonystylus bancanus), Agathis (Agathis borneensis), kayu ulin (Eusideroxylon zwageri), rengas (Gluta wallichii), gaharu (Aquilaria malacensis), aren (Arenga pinnata), berbagai jenis anggrek, palem, dan kantong semar. Selain itu, ada beberapa jenis tumbuhan yang belum semuanya dapat diidentifikasi karena merupakan jenis tumbuhan baru di Indonesia.

Terdapat sekitar 100 jenis mamalia (15 jenis diantaranya endemik), 8 jenis primata dan lebih dari 310 jenis burung dengan 28 jenis diantaranya endemik Kalimantan serta telah didaftarkan oleh ICBP (International Committee for Bird Protection) sebagai jenis terancam punah.
Beberapa jenis mamalia langka seperti macan dahan (Neofelis nebulosa), beruang madu (Helarctos malayanus euryspilus), lutung dahi putih (Presbytis frontata frontata), dan banteng (Bos javanicus lowi).

Sungai-sungai yang ada di taman nasional ini seperti S. Bahau, S. Kayan dan S. Mentarang digunakan sebagai transportasi menuju kawasan. Selama dalam perjalanan, selain dapat melihat berbagai jenis satwa yang ada di sekitar sungai, juga dapat melihat kelincahan longboat dalam melewati jeram, ataupun melawan arus yang cukup deras.

Keberadaan sekitar 20.000-25.000 orang dari berbagai kelompok etnis Dayak yang bermukim di sekitar kawasan taman nasional seperti Kenyah, Punan, Lun Daye, dan Lun Bawang, ternyata memiliki pengetahuan kearifan budaya sesuai dengan prinsip konservasi. Hal ini merupakan salah satu keunikan tersendiri di Taman Nasional Kayan Mentarang. Keunikan tersebut terlihat dari kemampuan masyarakat melestarikan keanekaragaman hayati di dalam kehidupannya. Sebagai contoh berbagai varietas dan jenis padi terpelihara dan terkoleksi dengan cukup baik untuk menunjang kehidupan masyarakat sehari-hari.

Banyak peninggalan arkeologi berupa kuburan dan alat-alat dari batu yang terdapat di taman nasional (umurnya lebih 350 tahun), dan diperkirakan merupakan situs arkeologi yang sangat penting di Kalimantan.

Sungai-sungai yang ada di taman nasional ini seperti S. Bahau, S. Kayan dan S. Mentarang digunakan sebagai transportasi menuju kawasan. Selama dalam perjalanan, selain dapat melihat berbagai jenis satwa yang ada di sekitar sungai, juga dapat melihat kelincahan longboat dalam melewati jeram, ataupun melawan arus yang cukup deras.

Keberadaan sekitar 20.000-25.000 orang dari berbagai kelompok etnis Dayak yang bermukim di sekitar kawasan taman nasional seperti Kenyah, Punan, Lun Daye, dan Lun Bawang, ternyata memiliki pengetahuan kearifan budaya sesuai dengan prinsip konservasi. Hal ini merupakan salah satu keunikan tersendiri di Taman Nasional Kayan Mentarang. Keunikan tersebut terlihat dari kemampuan masyarakat melestarikan keanekaragaman hayati di dalam kehidupannya. Sebagai contoh berbagai varietas dan jenis padi terpelihara dan terkoleksi dengan cukup baik untuk menunjang kehidupan masyarakat sehari-hari.

Banyak peninggalan arkeologi berupa kuburan dan alat-alat dari batu yang terdapat di taman nasional (umurnya lebih 350 tahun), dan diperkirakan merupakan situs arkeologi yang sangat penting di Kalimantan.

Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi:
Pantai Pulau Datok dan Bukit Lubang Tedong.
Wisata bahari dan berenang
Gunung Palung (1.116 m. dpl) dan Gunung Panti (1.050 m. dpl). Pendakian, air terjun, pengamatan tumbuhan/satwa dan berkemah.
Cabang Panti. Pusat penelitian dengan fasilitas stasiun penelitian, wisma peneliti dan perpustakaan.
Kampung Baru. Pengamatan satwa bekantan.
Sungai Matan dan Sungai Simpang. Menyelusuri sungai, pengamatan satwa dan wisata budaya (situs purbakala).

Atraksi budaya di luar taman nasional:
Keanekaragaman hayati bernilai tinggi dan masih alami, merupakan tantangan bagi para peneliti untuk mengungkapkan dan mengembangkan pemanfaatannya. Disamping itu keindahan alam hutan, sungai, tebing, kebudayaan suku Dayak merupakan daya tarik yang sangat menantang bagi para petualang dan wisatawan.

Musim kunjungan terbaik: bulan September s/d Desember setiap tahunnya.

Cara pencapaian lokasi :
Cara pencapaian lokasi: Dari Samarinda ke Tarakan (plane) sekitar satu jam, dilanjutkan menggunakan speed boat/klotok menyusuri sungai Mentarang ke lokasi dengan waktu enam jam sampai satu hari.

Sumber : .[dephut/hep/foto: dephut]


Tuesday, March 9, 2010

UPACARA NAHUNAN

Oleh : Thomas Wanly

Upacaral Nahunan merupakan upacara khas suku Dayak Kalimantan yakni upacara memandikan bayi secara ritual menurut kebiasaan suku Dayak Kalimantan Tengah. Maksud utama dari pelaksanaan Nahunan adalah prosesi pemberian nama sekaligus pembaptisan menurut Agama Kaharingan (agama orang dayak asli dari leluhur) kepada anak yang telah lahir.

Upacara Nahunan sendiri berasal dari kata "Nahun" yang berarti Tahun. Dengan demikian, ritual ini umumnya digelar bagi bayi yang telah berusia setahun atau lebih. Prosesi pemberian nama dianggap oleh masyarakat Dayak sebagai sebuah prosesi yang merupakan hal sakral, karena alasan tersebut digelarlah upacara ritual Nahunan.

Hasil pilihan nama anak tersebut lantas dikukuhkan menjadi nama aslinya.Selain sebagai sarana pemberian nama kepada anak, Nahunan juga dimaksudkan sebagai upacara membayar jasa bagi bidan yang membantu proses persalinan hingga si anak dapat lahir dalam keadaan selamat.

Upacara Ritual Nahunan merupakan salah satu diantara "Lima Ritual Besar Suku Dayak Kalteng" selain beberapa ritual lainnya seperti Upacara Ritual Dayak Pakanan Batu dan Upacara Adat Dayak ManyanggarLewu / Lebu

Masyarakat Dayak terutama Dayak Ngaju, hingga kini masih tetap setia melestarikan asset budaya ini sebagai kekayaan khasanah budaya bangsa Indonesia, selain untuk menghargai warisan leluhur, Suku Dayak meyakini jika keseimbangan antara Manusia, Alam dan Sang Pencipta merupakan suatu hubungan sinergis yang harus senantiasa tetap terjaga.

SALAM ISEN MULANG

foto dari : www.dayakpos.com

Sunday, March 7, 2010

TALAWANG

Oleh : Thomas Wanly

Peperangan, perseteruan ataupun pertarungan merupakan salah satu peristiwa yang tak pernah lekang dari sejarah peradaban umat manusia. Situasi peperangan juga menjadi bagian sejarah dari suku Dayak Kalimantan Tengah di masa lalu.

Secara kultural, Suku Dayak Kalimantan Tengah sangat mencintai kedamaian dan bersifat terbuka dalam sosialisasi dengan pihak lainnya. Namun dalam keadaan ditekan, mereka akan melakukan perlawanan dengan semangat membara.
Sikap patriotisme tersebut telah tumbuh sejak awal keberadaan Suku Dayak, terutama saat perang antar suku dan sub suku Dayak di Kalimantan Tengah berkecamuk. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peninggalan berupa perangkat untuk berperang.

Salah satu perangkat perang tersebut adalah "Talawang" atau dalam bahasa Indonesia berarti perisai. Talawang sebagai perisai khas suku Dayak Kalteng sesuai nama dan bentuknya, Talawang berfungsi menangkis serangan senjata lawan saat terjadi pertarungan atau peperangan.

Talawang umumnya terbuat dari jenis kayu ringan yang keras dan dibentuk cembung dan panjang untuk melindungi anggota tubuh penggunanya. Ukuran Talawang bervariasi tergantung keinginan si pembuatnya dengan bentuk dasar yang relatif sama.

Di bagian depan Talawang biasanya dihiasi dengan lukisan berupa wajah manusia jadi-jadian yang dikombinasikan dengan lukisan dan motif ukiran berbagai bentuk binatang guna menjatuhkan nyali lawan dan dipercaya meningkatkan kekuatan magis penggunanya.

Hingga saat ini, Telawang masih sering digunakan. Talawang merupakan perlengkapan peperangan sebagai pelengkap Mandau, Penyang, Sipet (Sumpit) dan Lunju (Tombak). Berakhirnya era peperangan ataupun kelompok di masa lalu menjadikan Talawang berubah fungsi sebab kini Talawang lebih sering digunakan sebagai perangkat kelengkapan pergelaran seni Tari Dayak tradisional ataupun cinderamata khas Suku Dayak Kalimantan Tengah.

Beberapa koleksi Talawang asli peninggalan sejarah masa lalu masih dapat dilihat dan ditemukan langsung di Museum "Balanga" Museum Negeri Kalteng.


SALAM ISEN MULANG

Friday, March 5, 2010

Harga Diri yang Terpasung


Dampak terburuk dari pembangunan adalah hilangnya budaya kritis Masyarakat Adat dalam menyikapi berbagai masalah yang mereka hadapi. Orang Dayak sulit mendapatkan informasi yang memadai, banyak proyek pembangunan menjadikan orang Dayak sebagai obyek, tidak ada kesadaran kritis mereka untuk berpikir tentang baik-buruk, tidak ada posisi tawar mereka untuk menerima atau menolak sehingga pada akhirnya Masyarakat Adat menjadi korban pembangunan.

Eksploitasi sumber daya alam besar?besaran, pemasungan hak?hak ulayat, penghancuran nilai?nilai kearifan lokal dan seragamisasi nilai dan perilaku budaya serta banyak lagi kasus yang memposisikan manusia Dayak semakin tidak berdaya. Meskipun katanya Indonesia sudah merdeka, namun kehidupan manusia Dayak masih berkutat dalam kubangan kemiskinan, berdiri dipinggiran pembangunan, menjadi penonton di negerinya sendiri, dan bahkan menjadi pengemis di kampungnya sendiri.
Rentetan sejarah penjajahan anak bangsa Dayak di tanah Kalimantan tidak hanya merampas seluruh kekayaan alam dan sumber?sumber kehidupan yang mereka miliki, tetapi juga menempatkan mereka sebagai “orang buangan” di atas tanah sendiri. Mereka
kehilangan akses dan kontrol terhadap sumber?sumber penghidupannya, bahkan harkat dan martabat mereka dihancurkan secara sistematis oleh skema pembangunan yang tidak berpihak. Manusia Dayak terus menjadi inferior, tidak berdaya dan tertindas secara ekonomi, politik dan sosial kultural bahkan dialienasikan.

Lalu bagaimana semua itu harus diperbaiki? Sesuatu yang besar selalu mengandung konotasi tertentu yang bisa bersifat positif maupun negatif, begitu juga pulau besar seperti Borneo, yaitu pulau terbesar ketiga di dunia setelah Greenland dan Papua. Jadi tidaklah berlebihan jika Kalimantan melihat potensi besar dan berusaha menginspirasi orang?orang di dalamnya untuk hidup merdeka, makmur dan berdaulat.

Namun apa yang ada? Kita masih dipandang sebagai suku bangsa yang kerdil, kelas bawah dan pelengkap saja. Tidak ada yang istimewa, bahkan dari data statistik 3% penduduknya masuk dalam golongan miskin nasional.

Dari berbagai sumber, kami berhasil mendapatkan data yang akurat mengenai tingkat perekonomian di Kalimantan pada tahun 2007 lalu. Data ini membuka mata kita bahwa pulau besar yang dihuni oleh manusia dari tiga Negara berbeda ini ternyata hanyalah sebuah pulau dengan orang?orang didalamnya yang masih miskin dan ketinggalan zaman. Data penduduk miskin di empat provinsi di Kalimantan pada maret 2007 tercatat 1.352.900 jiwa atau 3,64 persen dari total penduduk miskin di Indonesia. Kondisi itu sungguh ironis dengan kekayaan alam Kalimantan yang melimpah. Di antara empat provinsi itu, penduduk miskin terbanyak di Kalimantan Barat, yakni 584.300 jiwa atau 12,91 persen dari jumlah penduduk di provinsi itu. Berikutnya Kalimantan Timur 324.800 jiwa 11,04 persen, Kalimantan Selatan 233.500 jiwa (7,01 persen), dan Kalimantan Tengah 210.300 jiwa (9,39 persen). Kompas Februari 2008.

Menanti kebijakan Pemerintah

Kenyataan ini menjadi sebuah bahan refleksi kita dan pekerjaan rumah akankah kita mengurangi jumlah masyarakat miskin atau menambah persentase kemiskinan itu menjadi lebih besar. Jika kebijakan pemerintah dalam mendesain program?program tidak berdasarkan kebutuhan masyarakat dan tidak menyentuh golongan bawah, maka bukan tidak mungkin angka kemiskinan akan bertambah.

Persoalan mendasar dari kemiskinan adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dibangun, kesempatan kerja yang sempit, peluang berusaha yang kecil. Dampaknya terjadilah pengangguran yang besar, perputaran ekonomi yang seret dan dampak?dampak lainnya yang mampu menghambat pertumbuhan ekonomi sebuah daerah. Alhasil, masyarakat terjun kedalam kehidupan yang sulit dan menggiring mereka kedalam jurang kemiskinan.

Jika Kalimantan ingin makmur, kebijakan yang ada harus berpihak dan menyentuh kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Sarana dan prasarana harus dibangun. Pendidikan diutamakan, kesehatan, infrastruktur, strategi investasi harus berjalan dengan baik. Desain pembangunan harus dialokasikan ke pedalaman dan kebijakan lebih berpihak terhadap masyarakat golongan bawah. Selama ini fasilitas lebih dominan diberikan kepada para investor, padahal mereka mengeruk kekayaan Kalimantan dengan seenak hati, sementara masyarakat Kalimantan sendiri (Dayak) ditinggalkan dan dibiarkan merana hidup di jurang kemiskinan dengan harga diri yang terpasung.

_Penulis buku Dayak Menggugat_

Wednesday, March 3, 2010

ASAL USUL PAPAR UJUNG

Cerita Rakyat Murung Raya
Kiriman artikel lewat email dari Thomas Wanly (KalTeng)

Di sebuah desa yang bernama Muara Tupuh, Kecamatan Laung Tuhup, Kabupaten Murung Raya, ada sebuah batu yang bersusun yang menyerupai sebuah bendungan yang menyeberangi sebuah sungai yang diberi nama Papar Laung, artinya dua batu yang disusun oleh Ujung.
Konon kisah ini berawal dari kehidupan dua orang saudara kandung yang laki-laki bernama Ujung sedangkan saudara perempuan atau adiknya bernama Suli, mereka tinggal di hutan dan hidup dengan berladang, sepeninggal kedua orang tuanya Ujung dan Suli hidup sendiri di hutan itu, mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hasil berladang, ladang mereka menghasilkan padi, sayur-sayuran dan buah-buahan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, kadang-kadang Ujung pun pergi berburu, karena hutan yang mereka tempati masih alami dan masih belum terjamah oleh manusia lain Ujung pun dengan mudah mendapatkan hasil buruan seperti Rusa, Babi, Kijang, dan hewan-hewan lain yang bisa mereka jadikan lauk.
Mereka berdua ditinggalkan orang tuanya sejak Ujung berusia empat belas tahun dan Suli berusia sebelas tahun, kedua orang tua mereka meninggal karena sakit-sakitan dan memang sudah berusia lanjut, setelah kedua orang tua meninggal Ujunglah yang bertanggung jawab menjaga dan memelihara adiknya, Ujung sangat mencintai dan menyayangi adiknya Suli, demikian juga sebaliknya Suli sangat menyayangi dan menghormati kakaknya Ujung.
Waktu terus berjalan, Ujangpun tumbuh menjadi seorang lelaki dewasa yang memiliki wajah tampan, dengan dua mata yang sayu tetapi tajam, dagu yang lancip dan memiliki belahan di tengahnya, ia juga seorang lelaki yang gagah perkasa dan memiliki ilmu kedigjayaan yang diturunkan oleh kedua orang tuanya.
Sulipun tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik jelita, dengan rambut yang panjang dan hitam, kulit putih mulus, dibalik keanggunannya iapun memiliki ilmu kedigjayaan seperti kakaknya Ujung yang juga diwarisinya dari kedua orang tuanya.
Pada suatu hari Ujung pergi ke dalam hutan untuk mencari daun palas yang akan dijadikan atap gubuk tempat mereka berdua tinggal, sebelum berangkat ke dalam hutan si Ujung berpesan kepada adiknya Suli untuk memasak nasi, memetik sayuran diladang dan memasaknya. Juga memasak Rusa hasil buruannya kemarin sore. Sebagai adik yang menurut kepada kakaknya Sulipun menyanggupi semua perintah kakaknya dengan ikhlas, dan mengantarkan kepergian kakaknya dengan senyuman.
Berangkatlah si Ujung ke dalam hutan untuk mencari daun palas, setelah matahari berada di tengah-tengah kepalanya dan merasa bahwa daun palas yang dicarinya sudah cukup banyak, Ujungpun memutuskan untuk pulang ke gubuknya, setelah melalui perjalanan yang melelahkan Ujungpun tiba di halaman gubuknya, dari luar tampak sunyi dan sepi, ia pikir mungkin saja adiknya sedang sibuk di dapur menyiapkan makanan untuk makan siang mereka berdua.
Ujung lalu masuk ke dalam gubuk dan mendapati adiknya Suli sedang duduk merenung di dapur sambil memainkan rambutnya yang hitam dan panjang, Ujung memerintahkan Suli untuk menyiapkan makanan, sementara ia pergi mandi kesumur belakang gubuk mereka.
Sulipun menyiapkan makanan, setelah Ujung selesai mandi dan berpakaian iapun menghampiri adiknya Suli yang sedang menyiapkan makanan, tapi ia terkejut saat melihat nasi yang dimasak Suli ternyata sangat sedikit, padahal sebelum berangkat berburu iakan sudah berpesan agar Suli memasak nasi yang banyak, saat ia bertanya kepada Suli mengapa nasi yang ia masak sangat sedikit, Sulipun hanya diam dan tersenyum, ia mengajak kakaknya makan bersama, dengan perasaan yang masih bertanya-tanya karena bingung akan sikap adiknya Suli, Ujungpun terpaksa makan karena perutnya memang sangat lapar sekali.
Selesai makan Suli membereskan piring-piring, mangkok, gelas dengan mencucinya di sumur belakang gubuk mereka. Sementara Ujungpun pergi ke ladang mereka untuk melihat-lihat keadaan tumbuhan yang hidup diladangnya, begitulah kegiatan yang dilakukan oleh Ujung dan adiknya Suli, Ujung bertugas memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dengan berladang dan berburu, sementara Suli adiknya dirumah mempersiapkan makanan dan mengurusi pekerjaan rumah lainnya, walaupun hidup di hutan dan apa adanya mereka nampak berbahagia karena bisa saling tolong menolong dan melengkapi satu sama lain.
Keesokan harinya Ujungpun berangkat lagi untuk mencari daun palas, tapi seperti hari sebelumnya iapun berpesan lagi kepada adiknya Suli agar memasak nasi yang banyak dengan sayur dan lauk yang banyak pula.
Setelah berpesan kepada Suli iapun berangkat ke dalam hutan, tanpa kenal lelah Ujung mencari daun palas, ia membutuhkan banyak daun palas untuk atap gubuk mereka yang sudah harus diganti dengan daun-daun palas yang baru, setelah beberapa Ujung mencari daun palas ia pun merasa sangat lelah dan lapar. Walaupun daun-daun palas yang di dapatnya sekarang belum cukup untuk atap rumah mereka, ia pun memutuskan pulang dan besok pagi ia akan mencari daun palas lagi ke hutan. Setelah berjalan cukup lama iapun sampai di halaman gubuk mereka seperti hari sebelumnya gubuk mereka tampak sunyi dan sepi, iapun masuk dan mendapati adiknya Suli sedang duduk merenung sambil menyisir rambutnya yang hitam panjang.
Tanpa menegur Suli, Ujungpun langsung pergi ke sumur belakang gubuk mereka untuk mandi, selesai mandi Ujung berpakaian dan setelah selesai berpakaian Ujung menghampiri adiknya Suli, dan menyuruh Suli mempersiapkan makanan, Sulipun mencuci tangannya dan segera mempersiapkan makanan untuk mereka berdua, sementara adiknya Suli mempersiapkan makanan, ia mengamati apa yang dilakukan adiknya, ia kembali terkejut saat melihat makanan yang dimasak adiknya sangat sedikit, setelah selesai mempersiapkan makanan, Sulipun mengajak kakaknya untuk makan, seperti biasanya dengan perasaan yang bertanya-tanya karena bingung dengan apa yang dilakukan Suli karena tak menuruti perintahnya. Ujungpun makan karena merasa perutnya masih lapar iapun meminta nasi, sayur, dan lauk lagi kepada Suli, dan anehnya apa yang diminta Ujung masih ada, entah dari mana Suli mendapatkan semuanya, merasa dipermainkan oleh adiknya Suli, Ujung pun berniat membalas perbuatan adiknya Suli

Besoknya pagi-pagi sekali Ujung sudah berangkat kedalam hutan untuk mencari daun palas, setelah merasa daun palas yang di dapatnya sudah cukup untuk atap gubuk mereka berdua apabila digabungkan dengan daun-daun palas yang sudah didapatnya dua hari yang lalu, Ujangpun memutuskan pulang, tapi terlebih dahulu ia mengikat daun-daun palas yang sangat banyak itu menjadi satu ikatan sehingga terlihat sangat sedikit.
Setelah berjalan cukup lama, iapun sampai di depan gubuk mereka, Sulipun menyambut kedatangan kakaknya dengan gembira, tapi ia merasa heran karena daun-daun palas yang dibawa kakaknya sangat sedikit, ia pun bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa daun-daun palas yang didapatkan kakaknya sangat sedikit, padahal kakaknya Ujung mencari daun-daun palas tersebut selam tiga hari berturut-turut dari pagi sampai siang hari, tapi mengapa daun-daun palas yang di dapatnya hanya sedikit ?, padahal di hutan tempat mereka tinggal terdapat banyak daun palas dan tidak susah untuk mencarinya, menurut Suli seharusnya kakaknya bisa mendapatkan daun-daun palas yang sangat banyak untuk atap gubuk mereka, tapi mengapa kakaknya Ujung hanya mendapatkan daun-daun palas yang sangat sedikit, apakah yang dilakukan kakaknya selama tiga hari, apa benar selama tiga hari tersebut ia ia mencari daun palas, kalau benar mengapa daun-daun palas yang didapatkannya sangat sedikit tidak sesuai dengan lamanya pergi mencari daun-daun palas tersebut, jika kakaknya pergi tidak untuk mencari daun palas apa yang dilakukan kakaknya selama tiga hari berturut-turut, apakah ia pergi berburu, tapi mengapa tiap kali ia pulang tak pernah membawa hasil buruan, padahal bila memang kakaknya Ujung pergi untuk berburu, ia pasti akan mendapatkan hasil buruan, karena di hutan tempat mereka tinggal masih sangat banyak hewan-hewan seperti Kijang, Rusa, Babi dan hewan-hewan lain yang bisa di jadikan hewan buruan, lalu ke mana dan apa yang dilakukan kakaknya selama tiga hari berturut-turut dari pagi sampai siang hari.
Bagai macam pertanyaan memenuhi otak Suli, karena merasa sangat penasaran iapun bertanya kepada kakaknya Ujung, mengapa daun-daun palas yang di dapat kakaknya sangat sedikit ?, Ujungpun tersenyum mendengar pertanyaan adiknya Suli, ia menjawab bahwa itu hanyalah penglihatan adiknya saja, ia mendapatkan daun-daun palas sangat banyak dan cukup untuk atap gubuk mereka berdua.
Ujungpun menyuruh Suli membuka ikatan tali daun-daun palas tersebut, sambil membuka ikatan daun-daun palas tersebut Suli duduk diatasnya, pada saat ikatan daun-daun palas tersebut terlepas Sulipun terpental keatas, padahal pada saat itu sulis hanya mengenakan kain sarung sebagai penutup badannya tanpa menggunakan pakaian dalam, sehingga pada saat sarungnya terlepas Ujung bisa dengan jelas melihat bagian-bagian tubuh Suli yang seharusnya tidak boleh ia lihat, Sulipun merasa malu kepada kakaknya karena telah melihat bagian-bagian tubuhnya yang seharusnya tidak boleh dilihat oleh orang lain kecuali dirinya sendiri, karena malu iapun berlari menjauhi kakaknya dengan menggunakan kesaktiannya, Ujungpun menggunakan kesaktiannya untuk mengejar adiknya Suli, dengan kesaktiannya ia membuat papar (susunan) batu untuk menghalangi adiknya Suli, tetapi Suli sudah terlanjur merasa sangat malu kepada kakaknya ia tak membiarkan kakaknya bisa mengejar langkah-langkahnya, dengan menggunakan kekuatannya pula ia menghancurkan paparan batu yang dibuat oleh Ujung untuk menghalangi kepergiannya, mereka saling kejar-mengejar yang menurut cerita orang-orang mereka sampai ke negeri Cina. Setelah sampai di negeri Cina merekapun terpisah tidak ada yang tau kemana perginya Ujung, setelah mengetahui bahwa kakaknya Ujung tak lagi mengejarnya, Sulipun berjalan pelan dan menemukan sebuah sungai di Cina, karena merasa haus iapun berlari ke arah sungai tersebut dan meminum airnya, setelah rasa hausnya hilang timbul keinginan dihatinya untuk mandi di sungai tersebut, setelah melihat keadaan di sekelilingnya aman dan tak ada orang yang melihat dirinya ada di situ, iapun melepaskan sarungnya dan pada saat ia melepaskan sarungnya tubuhnya polos tanpa menggunakan apapun juga, kulitnya yang putih dan mulus memancarkan cahaya putih yang memenuhi seluruh negeri Cina, konon inilah sebabnya mengapa orang-orang Cina memiliki kulit putih dan mulus, setelah selesai mandi Sulipun mengenakan sarungnya kembali, iapun melanjutkan perjalanannya hingga akhirnya ia sampai di Afrika karena ia merasa tidak terlalu suka dengan tempat tersebut iapun tidak melakukan apa-apa dan meneruskan perjalanannya hingga akhirnya iapun sampai di Indonesia kembali, pada saat berjalan-jalan iapun menemukan sungai karena merasa sangat haus Sulipun meminum air sungai tersebut dan membiarkan kakinya berendam ke dalam sungai tersebut ia mengangkat sarungnya sedikit dan betisnya yang panjang, putih dan mulus pun terlihat sehingga memancarkan cahaya putih karena pantulan sinar matahari walaupun sinar putihnya tak sebenderang sinar putih waktu ia membuka sarungnya di negeri Cina, setidaknya negara Indonesia mendapatkan sinar putih dari bagian tubuh Suli yaitu betisnya, karena itulah orang-orang Indonesia memiliki kulit sawo matang, kulit yang tidak hitam tidak juga terlalu putih. Setelah merasa puas merendam kakinya, Sulipun terus berjalan melanjutkan perjalanannya, hingga ia merasa lelah dan menemukan sebuah gubuk, iapun berjalan ke arah gubuk tersebut dan karena merasa sangat lelah dan mengantuk iapun tertidur di gubuk tersebut.
Pada saat Suli bangun iapun terkejut melihat keadaan disekitarnya, di depannya tersedia makanan, nasi, sayur, lengkap dengan lauk-pauknya ia lalu berdiri dan melihat keluar tidak ada siapa-siapa selain dirinya, iapun kembali ke dalam gubuk, karena merasa sangat lapar iapun memakan makanan yang ada dihadapannya sampai habis, setelah selesai makan iapun pergi kebelakang gubuk tersebut untuk mencuci piring, setelah selesai mencuci piring Suli kembali ke dalam gubuk.
Suli merasa sangat penasaran siapakah orang yang telah memasak masakan yang telah ia makan tadi, karena rasa penasaran tersebut Suli akhirnya tetap tinggal di gubuk tersebut sampai ia tau siapa orang yang memiliki gubuk tersebut.
Suli terus menunggu kedatangan si pemilik gubuk tempatnya berada sekarang, setelah hari sudah mulai siang, matahari memancarkan sinarnya, dari kejauhan Suli melihat sebuah sosok yang sepertinya seorang lelaki, semakin dekat sosok tersebut semakin jelas wajah si pemilik gubuk tersebut, Suli sangat terkejut ketika menyadari bahwa orang yang kini ada di hadapanya ada Ujung kakaknya, yang ia kira selama ini sudah tak lagi mencarinya dan bahkan sudah tidak di dunia ini lagi, melihat sikap Suli yang diam karena merasa kaget Ujungpun menyentuh bahunya, menyadarkannya dari lamunan dan kebingungannya, Ujungpun menceritakan semua yang ia lakukan, bahwa sebenarnya selama ini ia terus mengikuti Suli tanpa sepengetahuan Suli, ia tidak mau Suli tahu kalau ia mengikuti Suli, karena kalau Suli tahu suli pasti akan berlari menjauhinya, karena Suli merasa sangat merindukan kakaknya iapun memeluk kakaknya sambil menangis dan meminta maaf kepada kakaknya, Ujung merasa terharu dan ikut menitikkan air mata kebahagiaannya, ia merasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena sekarang ia bisa kembali hidup bersama-sama lagi dengan adiknya seperti dulu.
Setelah peristiwa tersebut Ujung dan Suli kembali hidup bersama, sampai sekarang bila air dalam sungai Laung yang menuju ke Muara Tupuh surut maka akan nampak papar Ujung tersebut, apabila kita ingin ke Muara Tupuh pada waktu air surut kita akan melewatinya, papar tersebut disebut juga kahem kumpai atau riam yang penuh dengan rumput kumpai
demikinlah Legenda Rakyat Murung Raya terutama di Muara Tupuh, Kecamatan Laung Tuhup, Kabupaten Murung Raya,Tentang batu yang bersusun yang menyerupai sebuah bendungan yang menyeberangi sebuah sungai yang diberi nama Papar Laung atau papar ujung, artinya dua batu yang disusun oleh Ujung

Legenda ini berasal dari perkataan mamapr oleh si Ujung dalam cerita di atas tadi atau dalam Bahasa Dayak Ngaju Bakumpainya kisah Datu Ujung mamapar sungai barito supaya adingeh ji arai Silu jida kawa mahalau ...

Semoga megingatkan pentingnya legenda dan sejarah daerah kita bagi generasi mendatang....

ISEN MULANG......
TIRA TANGKA BALANG....

 
Copyright © 2009-2013 Cerita Dayak. All Rights Reserved.
developed by CYBERJAYA Media Solutions | CMS
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Flickr YouTube