Cerita Rakyat Murung Raya
Kiriman artikel lewat email dari Thomas Wanly (KalTeng)
Di sebuah desa yang bernama Muara Tupuh, Kecamatan Laung Tuhup, Kabupaten Murung Raya, ada sebuah batu yang bersusun yang menyerupai sebuah bendungan yang menyeberangi sebuah sungai yang diberi nama Papar Laung, artinya dua batu yang disusun oleh Ujung.
Konon kisah ini berawal dari kehidupan dua orang saudara kandung yang laki-laki bernama Ujung sedangkan saudara perempuan atau adiknya bernama Suli, mereka tinggal di hutan dan hidup dengan berladang, sepeninggal kedua orang tuanya Ujung dan Suli hidup sendiri di hutan itu, mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hasil berladang, ladang mereka menghasilkan padi, sayur-sayuran dan buah-buahan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, kadang-kadang Ujung pun pergi berburu, karena hutan yang mereka tempati masih alami dan masih belum terjamah oleh manusia lain Ujung pun dengan mudah mendapatkan hasil buruan seperti Rusa, Babi, Kijang, dan hewan-hewan lain yang bisa mereka jadikan lauk.
Mereka berdua ditinggalkan orang tuanya sejak Ujung berusia empat belas tahun dan Suli berusia sebelas tahun, kedua orang tua mereka meninggal karena sakit-sakitan dan memang sudah berusia lanjut, setelah kedua orang tua meninggal Ujunglah yang bertanggung jawab menjaga dan memelihara adiknya, Ujung sangat mencintai dan menyayangi adiknya Suli, demikian juga sebaliknya Suli sangat menyayangi dan menghormati kakaknya Ujung.
Waktu terus berjalan, Ujangpun tumbuh menjadi seorang lelaki dewasa yang memiliki wajah tampan, dengan dua mata yang sayu tetapi tajam, dagu yang lancip dan memiliki belahan di tengahnya, ia juga seorang lelaki yang gagah perkasa dan memiliki ilmu kedigjayaan yang diturunkan oleh kedua orang tuanya.
Sulipun tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik jelita, dengan rambut yang panjang dan hitam, kulit putih mulus, dibalik keanggunannya iapun memiliki ilmu kedigjayaan seperti kakaknya Ujung yang juga diwarisinya dari kedua orang tuanya.
Pada suatu hari Ujung pergi ke dalam hutan untuk mencari daun palas yang akan dijadikan atap gubuk tempat mereka berdua tinggal, sebelum berangkat ke dalam hutan si Ujung berpesan kepada adiknya Suli untuk memasak nasi, memetik sayuran diladang dan memasaknya. Juga memasak Rusa hasil buruannya kemarin sore. Sebagai adik yang menurut kepada kakaknya Sulipun menyanggupi semua perintah kakaknya dengan ikhlas, dan mengantarkan kepergian kakaknya dengan senyuman.
Berangkatlah si Ujung ke dalam hutan untuk mencari daun palas, setelah matahari berada di tengah-tengah kepalanya dan merasa bahwa daun palas yang dicarinya sudah cukup banyak, Ujungpun memutuskan untuk pulang ke gubuknya, setelah melalui perjalanan yang melelahkan Ujungpun tiba di halaman gubuknya, dari luar tampak sunyi dan sepi, ia pikir mungkin saja adiknya sedang sibuk di dapur menyiapkan makanan untuk makan siang mereka berdua.
Ujung lalu masuk ke dalam gubuk dan mendapati adiknya Suli sedang duduk merenung di dapur sambil memainkan rambutnya yang hitam dan panjang, Ujung memerintahkan Suli untuk menyiapkan makanan, sementara ia pergi mandi kesumur belakang gubuk mereka.
Sulipun menyiapkan makanan, setelah Ujung selesai mandi dan berpakaian iapun menghampiri adiknya Suli yang sedang menyiapkan makanan, tapi ia terkejut saat melihat nasi yang dimasak Suli ternyata sangat sedikit, padahal sebelum berangkat berburu iakan sudah berpesan agar Suli memasak nasi yang banyak, saat ia bertanya kepada Suli mengapa nasi yang ia masak sangat sedikit, Sulipun hanya diam dan tersenyum, ia mengajak kakaknya makan bersama, dengan perasaan yang masih bertanya-tanya karena bingung akan sikap adiknya Suli, Ujungpun terpaksa makan karena perutnya memang sangat lapar sekali.
Selesai makan Suli membereskan piring-piring, mangkok, gelas dengan mencucinya di sumur belakang gubuk mereka. Sementara Ujungpun pergi ke ladang mereka untuk melihat-lihat keadaan tumbuhan yang hidup diladangnya, begitulah kegiatan yang dilakukan oleh Ujung dan adiknya Suli, Ujung bertugas memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dengan berladang dan berburu, sementara Suli adiknya dirumah mempersiapkan makanan dan mengurusi pekerjaan rumah lainnya, walaupun hidup di hutan dan apa adanya mereka nampak berbahagia karena bisa saling tolong menolong dan melengkapi satu sama lain.
Keesokan harinya Ujungpun berangkat lagi untuk mencari daun palas, tapi seperti hari sebelumnya iapun berpesan lagi kepada adiknya Suli agar memasak nasi yang banyak dengan sayur dan lauk yang banyak pula.
Setelah berpesan kepada Suli iapun berangkat ke dalam hutan, tanpa kenal lelah Ujung mencari daun palas, ia membutuhkan banyak daun palas untuk atap gubuk mereka yang sudah harus diganti dengan daun-daun palas yang baru, setelah beberapa Ujung mencari daun palas ia pun merasa sangat lelah dan lapar. Walaupun daun-daun palas yang di dapatnya sekarang belum cukup untuk atap rumah mereka, ia pun memutuskan pulang dan besok pagi ia akan mencari daun palas lagi ke hutan. Setelah berjalan cukup lama iapun sampai di halaman gubuk mereka seperti hari sebelumnya gubuk mereka tampak sunyi dan sepi, iapun masuk dan mendapati adiknya Suli sedang duduk merenung sambil menyisir rambutnya yang hitam panjang.
Tanpa menegur Suli, Ujungpun langsung pergi ke sumur belakang gubuk mereka untuk mandi, selesai mandi Ujung berpakaian dan setelah selesai berpakaian Ujung menghampiri adiknya Suli, dan menyuruh Suli mempersiapkan makanan, Sulipun mencuci tangannya dan segera mempersiapkan makanan untuk mereka berdua, sementara adiknya Suli mempersiapkan makanan, ia mengamati apa yang dilakukan adiknya, ia kembali terkejut saat melihat makanan yang dimasak adiknya sangat sedikit, setelah selesai mempersiapkan makanan, Sulipun mengajak kakaknya untuk makan, seperti biasanya dengan perasaan yang bertanya-tanya karena bingung dengan apa yang dilakukan Suli karena tak menuruti perintahnya. Ujungpun makan karena merasa perutnya masih lapar iapun meminta nasi, sayur, dan lauk lagi kepada Suli, dan anehnya apa yang diminta Ujung masih ada, entah dari mana Suli mendapatkan semuanya, merasa dipermainkan oleh adiknya Suli, Ujung pun berniat membalas perbuatan adiknya Suli
Besoknya pagi-pagi sekali Ujung sudah berangkat kedalam hutan untuk mencari daun palas, setelah merasa daun palas yang di dapatnya sudah cukup untuk atap gubuk mereka berdua apabila digabungkan dengan daun-daun palas yang sudah didapatnya dua hari yang lalu, Ujangpun memutuskan pulang, tapi terlebih dahulu ia mengikat daun-daun palas yang sangat banyak itu menjadi satu ikatan sehingga terlihat sangat sedikit.
Setelah berjalan cukup lama, iapun sampai di depan gubuk mereka, Sulipun menyambut kedatangan kakaknya dengan gembira, tapi ia merasa heran karena daun-daun palas yang dibawa kakaknya sangat sedikit, ia pun bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa daun-daun palas yang didapatkan kakaknya sangat sedikit, padahal kakaknya Ujung mencari daun-daun palas tersebut selam tiga hari berturut-turut dari pagi sampai siang hari, tapi mengapa daun-daun palas yang di dapatnya hanya sedikit ?, padahal di hutan tempat mereka tinggal terdapat banyak daun palas dan tidak susah untuk mencarinya, menurut Suli seharusnya kakaknya bisa mendapatkan daun-daun palas yang sangat banyak untuk atap gubuk mereka, tapi mengapa kakaknya Ujung hanya mendapatkan daun-daun palas yang sangat sedikit, apakah yang dilakukan kakaknya selama tiga hari, apa benar selama tiga hari tersebut ia ia mencari daun palas, kalau benar mengapa daun-daun palas yang didapatkannya sangat sedikit tidak sesuai dengan lamanya pergi mencari daun-daun palas tersebut, jika kakaknya pergi tidak untuk mencari daun palas apa yang dilakukan kakaknya selama tiga hari berturut-turut, apakah ia pergi berburu, tapi mengapa tiap kali ia pulang tak pernah membawa hasil buruan, padahal bila memang kakaknya Ujung pergi untuk berburu, ia pasti akan mendapatkan hasil buruan, karena di hutan tempat mereka tinggal masih sangat banyak hewan-hewan seperti Kijang, Rusa, Babi dan hewan-hewan lain yang bisa di jadikan hewan buruan, lalu ke mana dan apa yang dilakukan kakaknya selama tiga hari berturut-turut dari pagi sampai siang hari.
Bagai macam pertanyaan memenuhi otak Suli, karena merasa sangat penasaran iapun bertanya kepada kakaknya Ujung, mengapa daun-daun palas yang di dapat kakaknya sangat sedikit ?, Ujungpun tersenyum mendengar pertanyaan adiknya Suli, ia menjawab bahwa itu hanyalah penglihatan adiknya saja, ia mendapatkan daun-daun palas sangat banyak dan cukup untuk atap gubuk mereka berdua.
Ujungpun menyuruh Suli membuka ikatan tali daun-daun palas tersebut, sambil membuka ikatan daun-daun palas tersebut Suli duduk diatasnya, pada saat ikatan daun-daun palas tersebut terlepas Sulipun terpental keatas, padahal pada saat itu sulis hanya mengenakan kain sarung sebagai penutup badannya tanpa menggunakan pakaian dalam, sehingga pada saat sarungnya terlepas Ujung bisa dengan jelas melihat bagian-bagian tubuh Suli yang seharusnya tidak boleh ia lihat, Sulipun merasa malu kepada kakaknya karena telah melihat bagian-bagian tubuhnya yang seharusnya tidak boleh dilihat oleh orang lain kecuali dirinya sendiri, karena malu iapun berlari menjauhi kakaknya dengan menggunakan kesaktiannya, Ujungpun menggunakan kesaktiannya untuk mengejar adiknya Suli, dengan kesaktiannya ia membuat papar (susunan) batu untuk menghalangi adiknya Suli, tetapi Suli sudah terlanjur merasa sangat malu kepada kakaknya ia tak membiarkan kakaknya bisa mengejar langkah-langkahnya, dengan menggunakan kekuatannya pula ia menghancurkan paparan batu yang dibuat oleh Ujung untuk menghalangi kepergiannya, mereka saling kejar-mengejar yang menurut cerita orang-orang mereka sampai ke negeri Cina. Setelah sampai di negeri Cina merekapun terpisah tidak ada yang tau kemana perginya Ujung, setelah mengetahui bahwa kakaknya Ujung tak lagi mengejarnya, Sulipun berjalan pelan dan menemukan sebuah sungai di Cina, karena merasa haus iapun berlari ke arah sungai tersebut dan meminum airnya, setelah rasa hausnya hilang timbul keinginan dihatinya untuk mandi di sungai tersebut, setelah melihat keadaan di sekelilingnya aman dan tak ada orang yang melihat dirinya ada di situ, iapun melepaskan sarungnya dan pada saat ia melepaskan sarungnya tubuhnya polos tanpa menggunakan apapun juga, kulitnya yang putih dan mulus memancarkan cahaya putih yang memenuhi seluruh negeri Cina, konon inilah sebabnya mengapa orang-orang Cina memiliki kulit putih dan mulus, setelah selesai mandi Sulipun mengenakan sarungnya kembali, iapun melanjutkan perjalanannya hingga akhirnya ia sampai di Afrika karena ia merasa tidak terlalu suka dengan tempat tersebut iapun tidak melakukan apa-apa dan meneruskan perjalanannya hingga akhirnya iapun sampai di Indonesia kembali, pada saat berjalan-jalan iapun menemukan sungai karena merasa sangat haus Sulipun meminum air sungai tersebut dan membiarkan kakinya berendam ke dalam sungai tersebut ia mengangkat sarungnya sedikit dan betisnya yang panjang, putih dan mulus pun terlihat sehingga memancarkan cahaya putih karena pantulan sinar matahari walaupun sinar putihnya tak sebenderang sinar putih waktu ia membuka sarungnya di negeri Cina, setidaknya negara Indonesia mendapatkan sinar putih dari bagian tubuh Suli yaitu betisnya, karena itulah orang-orang Indonesia memiliki kulit sawo matang, kulit yang tidak hitam tidak juga terlalu putih. Setelah merasa puas merendam kakinya, Sulipun terus berjalan melanjutkan perjalanannya, hingga ia merasa lelah dan menemukan sebuah gubuk, iapun berjalan ke arah gubuk tersebut dan karena merasa sangat lelah dan mengantuk iapun tertidur di gubuk tersebut.
Pada saat Suli bangun iapun terkejut melihat keadaan disekitarnya, di depannya tersedia makanan, nasi, sayur, lengkap dengan lauk-pauknya ia lalu berdiri dan melihat keluar tidak ada siapa-siapa selain dirinya, iapun kembali ke dalam gubuk, karena merasa sangat lapar iapun memakan makanan yang ada dihadapannya sampai habis, setelah selesai makan iapun pergi kebelakang gubuk tersebut untuk mencuci piring, setelah selesai mencuci piring Suli kembali ke dalam gubuk.
Suli merasa sangat penasaran siapakah orang yang telah memasak masakan yang telah ia makan tadi, karena rasa penasaran tersebut Suli akhirnya tetap tinggal di gubuk tersebut sampai ia tau siapa orang yang memiliki gubuk tersebut.
Suli terus menunggu kedatangan si pemilik gubuk tempatnya berada sekarang, setelah hari sudah mulai siang, matahari memancarkan sinarnya, dari kejauhan Suli melihat sebuah sosok yang sepertinya seorang lelaki, semakin dekat sosok tersebut semakin jelas wajah si pemilik gubuk tersebut, Suli sangat terkejut ketika menyadari bahwa orang yang kini ada di hadapanya ada Ujung kakaknya, yang ia kira selama ini sudah tak lagi mencarinya dan bahkan sudah tidak di dunia ini lagi, melihat sikap Suli yang diam karena merasa kaget Ujungpun menyentuh bahunya, menyadarkannya dari lamunan dan kebingungannya, Ujungpun menceritakan semua yang ia lakukan, bahwa sebenarnya selama ini ia terus mengikuti Suli tanpa sepengetahuan Suli, ia tidak mau Suli tahu kalau ia mengikuti Suli, karena kalau Suli tahu suli pasti akan berlari menjauhinya, karena Suli merasa sangat merindukan kakaknya iapun memeluk kakaknya sambil menangis dan meminta maaf kepada kakaknya, Ujung merasa terharu dan ikut menitikkan air mata kebahagiaannya, ia merasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena sekarang ia bisa kembali hidup bersama-sama lagi dengan adiknya seperti dulu.
Setelah peristiwa tersebut Ujung dan Suli kembali hidup bersama, sampai sekarang bila air dalam sungai Laung yang menuju ke Muara Tupuh surut maka akan nampak papar Ujung tersebut, apabila kita ingin ke Muara Tupuh pada waktu air surut kita akan melewatinya, papar tersebut disebut juga kahem kumpai atau riam yang penuh dengan rumput kumpai
demikinlah Legenda Rakyat Murung Raya terutama di Muara Tupuh, Kecamatan Laung Tuhup, Kabupaten Murung Raya,Tentang batu yang bersusun yang menyerupai sebuah bendungan yang menyeberangi sebuah sungai yang diberi nama Papar Laung atau papar ujung, artinya dua batu yang disusun oleh Ujung
Legenda ini berasal dari perkataan mamapr oleh si Ujung dalam cerita di atas tadi atau dalam Bahasa Dayak Ngaju Bakumpainya kisah Datu Ujung mamapar sungai barito supaya adingeh ji arai Silu jida kawa mahalau ...
Semoga megingatkan pentingnya legenda dan sejarah daerah kita bagi generasi mendatang....
ISEN MULANG......
TIRA TANGKA BALANG....
No comments :
Post a Comment