BREAKING
  • Wisata pasar terapung muara kuin di Banjarmasin

    Pasar Terapung Muara Kuin adalah Pasar Tradisional yang berada di atas Sungai Barito di muara sungai Kuin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

  • Perayaan Cap Gomeh di kota amoy

    Singkawang adalah merupakan kota wisata di kalbar yang terkenal . salah satu event budaya yang selalu digaungkan untuk mempromosikan kota ini adalah event perayaan Cap Gomeh.

  • Sumpit Senjata Tradisional Suku Dayak

    Sumpit adalah salah satu senjata berburu tradisonal khas Suku Dayak yang cara menggunakannya dengan cara meniup anak damak (peluru) dari bilah kayu bulat yang dilubangi tengahnya.

  • Ritual Menyambut Tamu Suku Dayak

    Ritual ini di lakukan pada saat suku Dayak menyambut tamu agung dengan memberi kesempatan sang tamu agung untuk memotong bulu dengan Mandau

Saturday, April 30, 2011

Suku Dayak Lawangan atau Luangan

Suku Dayak Lawangan atau Luangan adalah sekelompok masyarakat yang bermukim di Kalimantan Tengah. Kata Lawangan berasal dari kata lobang. Ini memberi petunjuk bahwa nenek moyang orang Lawangan dahulu tinggal di gua-gua di kaki gunung yang bernama Gunung Luang. Orang Lawangan berdiam pada tujuh kecamatan yang termasuk wilayah Kabupaten Barito Selatan (Kecamatan Dusun Tengah dan Pematang Karau) dan Barito Utara (Kecamatan Gunung Purei, Montalat, Gunung Timang, Teweh, Timur dan Teweh Tengah). Asal usul suku dayak berasal dari Asia Barat yaitu orang-orang Mongolioid yang masuk ke nusantara bagian barat melalui kota pantai yang sekarang dikenal sebagai Martapura (Kalimatan Selatan). Suku Dayak terbagi menjadi empat bagian besar, yaitu : suku Dayak Ngayu, Dayak Ot-Danom, Dayak Lawangan dan Dayak Ma,anyan. Suku Dayak Lawangan terbagi atas 7 suku kecil yang mendiami dusun-dusun Tabalong, sepanjang anak-anak sungai Mahakam dan meliputi beberapa bagian yang bergunung-gunung, yaitu di sebelah timur sungai Barito dan merupakan deretan Pegunungan Maratus Bebaris.
SOSIAL BUDAYA

Mata pencaharian orang Lawangan adalah berburu, meramu, perikanan, bercocok tanam, peternakan, kerajinan dan sekarang banyak yang berdagang. Mereka juga mengusahakan perkebunan karet dan kopi. Tanah yang berbukit-bukit membuat orang Dayak Lawangan biasa berjalan kaki berjam-jam untuk mencapai lahan pertanian mereka. Orang Dayak Lawangan bermukim di tengah-tengah daratan selain di tepi sungai. Secara keseluruhan, sistem pengetahuan orang dayak pada umumnya dikaitkan dengan kepercayaan akan roh. Demikian juga hasil-hasil seni dan budaya mereka berhubungan dengan kepercayaan mereka. suku Dayak lawangan juga mengenal upacara-upacara adat, seperti mencari jodoh, pernikahan, kehamilan, kelahiran anak, sunatan pada usia 7 tahun, orang sakit keras, penguburan, peringatan orang meninggal, hari raya agama Islam dan Kahariangan. Penting dicatat di sini, Pernikahan antar kerabat keluarga tidak diperbolehkan.

AGAMA/KEPERCAYAAN

Secara umum, orang Dayak pedalaman menganut animisme dan agama Kristen, sedangkan yang di daerah pantai menganut agama Islam. Orang Dayak Lawangan umumnya beragama Kaharingan. Selain itu, ada juga yang menganut kepercayaan Nyuli yang mendasarkan diri pada ajaran kebangkitan dari kematian (suli), yaitu unsur yang bertalian dengan agama. Menurut ajaran Nyuli itu, Bukit Lumut akan melepaskan orang-orang yang sudah meninggal, yang semuanya akan kembali ke desanya masing-masing dengan membawa beberapa hal dari akhirat yang akan memulihkan keadaan surga di dunia. Orang Lawangan juga percaya pada Duus yaitu makhluk yang hidup dan mati mempunyai jiwa (animisme). Kuburan dipercaya sebagai surga (rumah tulang belulang). Selain itu, suku Lawangan memuja leluhur sebagai makhluk yang lebih tinggi dan disebut Duwata. Tiap keluarga memuja Duwatanya sendiri yang bertidak sebagai dewa rumah, yang mereka namakan Kunau. Pangantuhu, tengkorak manusia adalah alat untuk memanggil Duwata.

KEBUTUHAN

Mobilitas penduduk yang meningkat dan terjadinya kontak dengan dunia luar, membawa perubahan-perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan, adat istiadat dan pandangan hidup orang Lawangan. mereka tidak lagi bersikap tertutup, malahan semakin terbukan terhadap pendatang. Hal ini mempengaruhi juga sistem pencaharian mereka. Orang Lawangan membutuhkan pendidikan dan bekal ketrampilan yang meadai untuk meghadapi pelbagai perubahan yang muncul serta untuk mengatasi kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan.

POKOK DOA
Kemudian daripada itu aku melihat : sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhintung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru : "Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba !" (\\/TB #Wahyu 7:9-10*\\)
  1. Berdoa agar Tuhan mencurahkan Roh Kudus, berkat dan kasihNya di tengah-tengah suku Dayak Lawangan, agar terang dan kemuliaan Tuhan bercahaya di atasnya. Berdoa agar hati mereka disentuh oleh kasih Tuhan melalui berbagai cara dan mereka yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.
  2. Berdoa agar Tuhan yang empunya tuaian membangkitkan gerejaNya untuk bersatu dan bekerjasama, menyediakan pekerja : pendoa syafaat, penerjemah Alkitab, kaum profesional, penabur dan penuai untuk memberkati dan meningkatkan kesejahteraan hidup suku Dayak Lawangan
  3. Berdoa bagi adanya lembaga & gereja yang digerakkan oleh Tuhan untuk mengadopsi suku Dayak Lawangan yang juga berbeban dalam meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
sumber : http://www.sabda.org

Friday, April 1, 2011

Bidayuh's Baruk house




Bidayuh's Baruk headhouse @ Kg Opar, Sarawak.

Some pronounce it as Baruk and others spell it as Barok.Both are same meaning and refer to Bidayuh people.

Baruk can be made into a model for a modern cool community hall. The Baruk structure capitalised on air convection as the principle for keeping the building cool. The other aspect is that it provide an atmosphere of equality in term of status when come to the seating arrangment.

In the old days, this is where the Bidayuh keep their enemies skulls.

'Mukah', a Bidayuh religious festival to appease the spirits of 'Tikurouk' (skulls of enemies) is held here. This is no longer practise because most Bidayuhs are now Christians.


Uses of the Baruk.

  • Used by the Pagans to practise the 'Adat Oma' and performing traditional dances.
  • In the olden days, a defensive point for the Bidayuh Village.
  • Used by all unmarried men and young boys of the village as their sleeping place. (Keep them out of mischief!).
  • Rest house for visitors. (Most of them must have had nightmare!).
  • A meeting place for the villagers/with Government Officials.
  • A venue for religious and cultural ceremonies.

Another unique thing about Bidayuh architecture, is the complete absent in the use of iron nails. We use a system of joints and the building materials are held in place with the use of special ropes/rattan.

Credit to : http://www.cdc.net.my/paular/arch.html
 
Copyright © 2009-2013 Cerita Dayak. All Rights Reserved.
developed by CYBERJAYA Media Solutions | CMS
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Flickr YouTube