Sunday, October 30, 2011
Mengabaikan Ritual Adat, Pembukaan Jalan Memakan Korban Jiwa
CERITA DAYAK - Pembukaan jalan baru Mamagan Rabu (19/10/2011) memakan korban jiwa. Kejadian bermula ketika Neneng Wandi (9) pelajar SDN 13 Rangkang Bengkayang yang baru pulang dari seokalah dan bermain-main mengikuti bulldozer yang sedang bekerja tanpa pengawasan.
Peteka tidak bisa dihindari Wandi tewas ditempat dengan wajah tak beraturan setelah tergilas bulldozer. Hasil visum bocah yang masih menggunakan seragam sekolah tersebut tewas dengan luka di kepala. Matanya pecah dan bentuk wajah serta kepala tidak beraturan. Siku lengan kanan patah, kemudian terdapat bekas ban bulldozer di bagian perut, paha dan betis. Seperti yang dikutib dari Equatot Online kamis (20/10/2011).
Fabianus Oel SPd, Ketua Pajanang Adat Dayak Banyadu Kabupaten Bengkayang saat di hubungi Cerita Dayak via telpon seluler membenarkan hal itu.
“Saya rasa ketika pembukaan pertama mereka mengabaikan ritual adat. Kalau menurut Adat Dayak Benyadu ketika kita mau membuka lahan atau jalan baru maka kita harus melakukan ritual TULAK BALA yakni kita permisi dan minta ijin kepada penghuni wilayah tersbut supaya mereka pindah ketempat lain. Ini Kalimatan bukan Jakarta yang bisa seenaknya sama tanah atau hutan tanpa permisi ” terang Oel sapaan akrabnya.
Lebih lanjut Oel menjelaskan bahwa alam ini tempat hal-hal yang ditempati yang tidak dapat dilihat dengan kasatmata juga. Hal ini yang sering dilupakan orang. Bukan hanya pengerjaan jalan saja, kegiatan lain seperti bangun rumah sekolah maupun lainnya. Supaya dalam pengerjaannya tidak dapat menimbulkan korban jiwa. *BB
Orangutan Diduga Mati Tidak Waja
Heru Sri Kumoro/KOMPAS
Aktivis Centre for Orangutan Protection (CPO) berunjuk rasa di
Bundaran Hotel Indonesia menuntut perlakuan yang adil bagi orangutan,
Rabu (12/10/2011).
SAMARINDA, KOMPAS.com
— Temuan puluhan tulang hewan di areal perkebunan kelapa sawit di Desa
Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kalimantan Timur, dipastikan rangka orangutan (Pongo pygmaeus morio). Kematian orangutan itu diperkirakan tidak wajar.
Hal
itu disampaikan peneliti orangutan dari Universitas Mulawarman, Yaya
Rayadin, saat memaparkan hasil identifikasi tulang orangutan di Pusat
Penelitian Hutan Tropis Unmul, Samarinda, Kaltim, Sabtu (29/10/2011).
”Dari
potongan tulang yang ada, kematian orangutan ini jelas karena faktor
eksternal, bukan faktor alami,” kata Yaya tentang tulang belulang dari
puluhan orangutan tersebut.
Menurut Yaya, kematian karena faktor
eksternal bisa karena beberapa hal, seperti alat jerat ataupun perburuan
yang disengaja. ”Namun, saya tidak tahu persis orangutan ini mati
karena apa, mungkin bisa dikaji lebih dalam dari segi forensik,”
ujarnya.
Sebelumnya, tulang yang diduga rangka orangutan ini
ditemukan di dalam areal perkebunan sawit seluas sekitar 15.000 hektar
di Puan Cepak, Muara Kaman. Beberapa tulang menyerupai bentuk tengkorak
dan gigi, sedangkan tulang lainnya seperti tungkai tangan dan kaki
orangutan.
Yaya menambahkan, kumpulan tulang itu dipastikan
orangutan dilihat dari struktur rahang, ukuran rangka, formasi tulang
tangan yang terdapat lengkungan, serta bentuk gigi. Identifikasi
terhadap tulang orangutan ini lebih mudah dilakukan karena sampel rangka
cukup besar.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
Kaltim Tandya Tjahjana mengaku belum tahu terkait temuan tulang
orangutan di areal perkebunan sawit milik salah satu perusahaan
tersebut.
Sejauh ini, tim BKSDA dan kepolisian masih terus
menyelidiki kebenaran pembunuhan orangutan berdasarkan bukti foto dan
keterangan saksi.
Puluhan
Seperti
diberitakan sebelumnya, puluhan orangutan diduga telah dibunuh di Desa
Puan Cepak dalam rentang 2009-2010 karena dianggap hama yang merusak
pohon kelapa sawit.
Perusahaan memberikan imbalan bagi warga yang menangkap orangutan.
Untuk
itu, LSM mendesak aparat segera mengungkap kasus ini. Ex-Situ
Conservation Specialist Centre for Orangutan Protection (COP) Reza
Achmad meminta keseriusan aparat BKSDA dan polisi mengungkap pembunuhan
orangutan di Puan Cepak.
Adanya temuan tulang yang diduga
orangutan tersebut dapat dijadikan salah satu acuan penyidikan. ”Jika
tulang itu dijadikan bukti, tidak perlu lagi ada alasan bahwa penyidikan
terkendala,” ujar Reza.
Selama ini BKSDA dan polisi mengaku
kesulitan mengungkap kasus ini berdasarkan alat bukti foto dan
keterangan saksi. Sebanyak 30 saksi, dari masyarakat dan perusahaan
sawit di Puan Cepak, telah dimintai keterangan.
Manajer Program
The Nature Conservancy Niel Makinuddin menilai, kepolisian cenderung
melempem saat menangani kasus lingkungan yang berhadapan dengan pemodal
besar. Padahal, kasus ini seharusnya ditangani serius karena menjadi
sorotan publik.
”Penanganannya tergantung dari komitmen dari pimpinan kepolisian di tingkat Polri, polda, dan polres,” kata Niel. (ILO)
Sumber :
Kompas Cetak
Sunday, October 30, 2011
Rekomendasi Harus di Iringi dengan Aksi Damai
CERITADAYAK - Dalam rangka membantu dan menjadi agen perubahan di kampung halaman mereka, kalangan masiswa Dayak di Jakarta menyatakan siap mendukung mengantarkan rekomendasi dari hasil silahturami toko Dayak sekalimantan di Samarinda ke pihak terkait. Dalam pertemuan yang dilakukan di wisma GKI Cempaka Putih kemarin (29/10/2011) kalangan mahasiswa menyatakan dukungan sepenuhnya dan siap mengambil peran dalam proses itu.
“Dukungan bisa kita lakukan dengan mengerahkan masa untuk aksi damai ketika mengantarkan rekomendasi tersebut” ungkap Leonardo. Kita punya banyak mahasiswa asli Dayak di Jakarta ini, untuk kalbar saja ada sekitar 1500 orang belum kaltim, kalsel dan kalteng yang saya rasa mereka semua siap turun dan mendukung. Siapa sich yang tidak mau kampungnya sejahtera, nah ini dia momennya kita masiswa menjadi agen perubahan itu jelas Sekjen Komunitas Dayak Jakarta (KDJ) ini.
Pemuda Dayak Iban asal Serawak Malaysia ini juga menilai rekomendasi ini harus bergaung dan di dengar oleh masyarakat luas biar semua orang tahu kalau orang Dayak masih “hidup” dan mampu memperjuangkan hak-hak mereka.
“yang sangat menjadi sorotan kami adalah UUD No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat daerah, Selama pemerintah masih menerapkan UU No.33 tahun 2004, maka semua daerah penghasil Migas akan terus dirugikan” tungkas mahasiswa semester akhir Fakultas Hukum Univesitas Tarumanegara itu.
Mari sama-sama kita mendukung dan mengawasi proses penyerahan rekomendasi ini supaya sampai ke persiden dan apa yang menjadi cita-cita kita bersama yaitu Borneo sejahtera dapai tercapai. *BB
Sunday, October 30, 2011
Saturday, October 29, 2011
Yuandrias : Rekomendasi Akan Segera Kita Sampaikan
Ceritadayak - Beberapa orang toko masyarakat Dayak di Jakarta melakukan pertemuan di wiswa GKI jalan Cempaka Putih raya sabtu (29 Oktober 2011). Pertemuan ini dilakukan dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi dari silahturahmi toko Dayak se-Kalimantan di Samarinda beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan yang di falistasi oleh Intelektual Borneo Bersatu (IBB) ini membahas tentang waktu yang di nilai tepat untuk menyampaikan rekomendasi tersebut kepada presiden.
Yuandrias selaku motor penggerak pertemuan silaturahmi toko masyarakat Dayak sekalimantan menjelaskan bahwa saat ini panitia sedang bekerja keras menyelesaikan laporan kegitan tersebut sehingga bisa disampaikan nantinya.
“Ini menyangkut kesejahteraan masyarakat di Borneo jadi kita akan focus kerjakan ini dan akan kita sampaikan secepatnya ke presiden. Kita harap akhir November ini rekomendasi tersebut sudah bisa kita sampaikan ke pihat terkait. Jadi saya minta kerjasanya semua pihak mengambil peran dalam proses ini secara khususnya IBB” jelas Yuandrias.
Ketua umum IBB Yuvensius Sukardi juga menyatakan dukungannya terhadap proses ini dan IBB siap membantu sepenuhnya agar rekomdasi ini bisa di sampaikan secepatnya.
Dalam pertemun itu juga turut hadir Yakobu Kumis dan Didik selaku perwakilan dari DAD Kalimantan Barat dan juga hadir beberapa toko Melayu dan Thionghoa yang berdomisili di Jakarta.
Seperti yang kita kita ketahui juga pada tanggal 13 sd 16 oktober 2011 lalu diadakan pertemuan toko masyarakat Dayak sekaliamantan di samarinda dan menghasilkan beberapa rekomdeasi diantaranya adalah menuntut otoritas pemimpin daerah (gubernur dan bupati) di percayakan kepada putra-putri asli Kalimantan, merivisi UU no 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat daerah, menuntut kepada Pemerintah untuk mengakui Hak-hak masyarakat Adat Dayak sebagaimana telah diamanatkan dalam Pasal 18 B ayat (2) Amandemen Kedua UUD 1945 merevisi seluruh UU sektoral yang mengabaikan peran serta dan hak-hak masyarakat adat dalam pembangunan nasional, di antaranya UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, UU No 4/2009 tentang Pertambangan, mineral dan batu bara, dan PP No. 2 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Kawasan Hutan Lindung untuk Pengelolaan Hasil Pertambangan.*BB
Saturday, October 29, 2011
PRESS RELEASE : TELAPAK
Pemerintah Harus Menghentikan Kegiatan PT Munte Waniq Jaya Perkasa
Bogor, 28 Oktober 2011- Breaking News: Hari ini, Jumat 28 Oktober 2011, pukul 12.00 WITA, dua kelompok warga Dayak Benuaq nyaris bentrok terkait dengan pembebasan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Kawasan adat milik warga Muara Tae digusur paksa oleh PT Munte Waniq Jaya Perkasa dengan buldozer-buldozer, dijaga oleh aparat keamanan setempat. Telapak mendesak pemerintah untuk menjaga kerukunan warga Dayak Benuaq dan mempertahankan hutan adat dengan menghentikan kegiatan PT Munte Waniq Jaya Perkasa.
Sejak belasan tahun lalu, Muara Tae, sebuah kampung yang terletak di Jempang, Kutai Barat, Kalimantan Timur terdesak dan terancam oleh aktivitas perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu bara. Beberapa hari ini, salah satu perusahaan perkebunan yaitu PT Munte Waniq Jaya Perkasa telah menggusur paksa lahan warga. Penggusuran dilakukan setelah perusahaan tersebut membeli lahan sengketa seluas 638 hektar dari beberapa warga Desa Ponak. Sengketa terjadi antara dua komunitas Dayak Benuaq yang tinggal bersebelahan di dua desa yaitu Desa Muara Tae, Kecamatan Jempang dan Desa Ponak, Kecamatan Siluq Ngurai.
Masuknya perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu bara telah menimbulkan permasalahan ekologis dan sosial di kawasan adat Dayak Benuaq. Hingga saat ini, terdapat setidaknya lima perusahaan yang sedang dan akan beroperasi di kawasan adat Muara Tae. Petrus Asuy, salah satu tokoh masyarakat di Muara Tae mengatakan, “Hutan dan kebun kami habis, hubungan keluarga, kesepakatan dan persatuan pun terpecah-belah. Kini warga Dayak telah bersitegang dan diadu-domba satu sama lain.“
Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, mengatakan, “Kesalahan penentuan batas-batas administrasi oleh pemerintah menjadi sumber konflik karena tidak menghormati sejarah dan tatanan adat yang masih berlaku. Dalam hal ini, kebijakan Bupati Kutai Barat tidak mempertimbangkan batas-batas alam yang sudah berlaku secara adat turun temurun.”
Telapak mendesak pemerintah untuk menjaga kerukunan warga Dayak Benuaq yang kini terpecah-belah dengan hadirnya perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Telapak mendukung penuh segala upaya masyarakat adat Dayak Benuaq dalam mempertahankan hutan dan kawasan adatnya.
Ambrosius Ruwindrijarto, Ketua Telapak menegaskan, “Penggusuran lahan secara paksa oleh PT Munte Waniq Jaya Perkasa telah menghancurkan hutan, melanggar hak asasi manusia dan tidak menghargai kedaulatan masyarakat adat. Penggusuran ini juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai Konvensi PBB tentang masyarakat adat. Oleh karena itu, pemerintah harus segera menghentikan kegiatan PT Munte Waniq Jaya Perkasa.”
Forward dari sekjen AMAN : Abdon Nababan
Bogor, 28 Oktober 2011- Breaking News: Hari ini, Jumat 28 Oktober 2011, pukul 12.00 WITA, dua kelompok warga Dayak Benuaq nyaris bentrok terkait dengan pembebasan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Kawasan adat milik warga Muara Tae digusur paksa oleh PT Munte Waniq Jaya Perkasa dengan buldozer-buldozer, dijaga oleh aparat keamanan setempat. Telapak mendesak pemerintah untuk menjaga kerukunan warga Dayak Benuaq dan mempertahankan hutan adat dengan menghentikan kegiatan PT Munte Waniq Jaya Perkasa.
Sejak belasan tahun lalu, Muara Tae, sebuah kampung yang terletak di Jempang, Kutai Barat, Kalimantan Timur terdesak dan terancam oleh aktivitas perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu bara. Beberapa hari ini, salah satu perusahaan perkebunan yaitu PT Munte Waniq Jaya Perkasa telah menggusur paksa lahan warga. Penggusuran dilakukan setelah perusahaan tersebut membeli lahan sengketa seluas 638 hektar dari beberapa warga Desa Ponak. Sengketa terjadi antara dua komunitas Dayak Benuaq yang tinggal bersebelahan di dua desa yaitu Desa Muara Tae, Kecamatan Jempang dan Desa Ponak, Kecamatan Siluq Ngurai.
Masuknya perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu bara telah menimbulkan permasalahan ekologis dan sosial di kawasan adat Dayak Benuaq. Hingga saat ini, terdapat setidaknya lima perusahaan yang sedang dan akan beroperasi di kawasan adat Muara Tae. Petrus Asuy, salah satu tokoh masyarakat di Muara Tae mengatakan, “Hutan dan kebun kami habis, hubungan keluarga, kesepakatan dan persatuan pun terpecah-belah. Kini warga Dayak telah bersitegang dan diadu-domba satu sama lain.“
Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, mengatakan, “Kesalahan penentuan batas-batas administrasi oleh pemerintah menjadi sumber konflik karena tidak menghormati sejarah dan tatanan adat yang masih berlaku. Dalam hal ini, kebijakan Bupati Kutai Barat tidak mempertimbangkan batas-batas alam yang sudah berlaku secara adat turun temurun.”
Telapak mendesak pemerintah untuk menjaga kerukunan warga Dayak Benuaq yang kini terpecah-belah dengan hadirnya perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Telapak mendukung penuh segala upaya masyarakat adat Dayak Benuaq dalam mempertahankan hutan dan kawasan adatnya.
Ambrosius Ruwindrijarto, Ketua Telapak menegaskan, “Penggusuran lahan secara paksa oleh PT Munte Waniq Jaya Perkasa telah menghancurkan hutan, melanggar hak asasi manusia dan tidak menghargai kedaulatan masyarakat adat. Penggusuran ini juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai Konvensi PBB tentang masyarakat adat. Oleh karena itu, pemerintah harus segera menghentikan kegiatan PT Munte Waniq Jaya Perkasa.”
Forward dari sekjen AMAN : Abdon Nababan
Saturday, October 29, 2011
Ayo, Berlayar di Belantara Kalimantan
JUNGLE River Cruise merupakan sebuah konsep pariwisata
di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang dijalankan oleh Kalimantan
Tour Destination (KTD). Perusahaan asing ini didirikan Gaye Thavisin
dan Lorna Dowson-Collins. Keduanya merupakan pencetus utama yang
memperkenalkan wisata melalui jalan air di Kalimantan Tengah.
Terinspirasi dengan keindahan sungai di Kalimantan Tengah, Gaye dan Lorna merubah sebuah kapal barang menjadi perahu layar yang nyaman dengan fasilitas berlayar, di antaranya kabin, tempat duduk untuk bersantai dan deck pada bagian atas untuk melihat pemandangan. Perahu ini dikenal dengan nama Rahaiรข€™i Pangun dengan ukuran 20m x 6m. Perahu didesain oleh seorang arsitek asal Perancis dan memakan waktu sekitar dua tahun dalam pembuatannya.
Melihat potensi dari Kalimantan melalui penduduk dan kebudayaan mereka dengan keindahan hutannya yang menyimpan keanekaragaman flora dan fauna, termasuk orang utan, membuat keduanya berinisiatif untuk menyediakan sebuah akomodasi agar orang-orang bisa menikmati harta karun alam ini.
Mereka membangun kapal sebagai objek wisata dan kendaraan bagi pengunjung untuk menyusuri hutan dan desa sekitar. KTD menciptakna sebuah pelayaran dengan fasilitas makanan yang lezat dan servis yang luar biasa. Pengunjung bisa menjelajahi lingkungan sekitar yang sangat alami sambil belajar tentang lingkungan dan kebudayaan setempat.
KTD bekerja sama dengan penduduk desa untuk membantu dalam mengatur bisnis pariwisata mereka. Misalnya sebagai pemandu tur, penyewa kano, pemandu pemancingan, mengumpulkan pengobatan tradisional dari hutan, menciptakan kerajinan tangan dan menyediakan dengan perbelanjaan untuk wisatawan.
Perekrutan ini memberi keuntungan bagi penduduk lokal karena mereka akan dilatih untuk memajukan keadaan ekonomi setempat. Para staff lokal akan dibayar sesuai pekerjaan dan mereka juga akan menerima bonus serta asuransi kesehatan. Untuk informasi selengkapnya Anda bisa mengunjungi situs wowborneo.com. (MI/ICH)
Terinspirasi dengan keindahan sungai di Kalimantan Tengah, Gaye dan Lorna merubah sebuah kapal barang menjadi perahu layar yang nyaman dengan fasilitas berlayar, di antaranya kabin, tempat duduk untuk bersantai dan deck pada bagian atas untuk melihat pemandangan. Perahu ini dikenal dengan nama Rahaiรข€™i Pangun dengan ukuran 20m x 6m. Perahu didesain oleh seorang arsitek asal Perancis dan memakan waktu sekitar dua tahun dalam pembuatannya.
Melihat potensi dari Kalimantan melalui penduduk dan kebudayaan mereka dengan keindahan hutannya yang menyimpan keanekaragaman flora dan fauna, termasuk orang utan, membuat keduanya berinisiatif untuk menyediakan sebuah akomodasi agar orang-orang bisa menikmati harta karun alam ini.
Mereka membangun kapal sebagai objek wisata dan kendaraan bagi pengunjung untuk menyusuri hutan dan desa sekitar. KTD menciptakna sebuah pelayaran dengan fasilitas makanan yang lezat dan servis yang luar biasa. Pengunjung bisa menjelajahi lingkungan sekitar yang sangat alami sambil belajar tentang lingkungan dan kebudayaan setempat.
KTD bekerja sama dengan penduduk desa untuk membantu dalam mengatur bisnis pariwisata mereka. Misalnya sebagai pemandu tur, penyewa kano, pemandu pemancingan, mengumpulkan pengobatan tradisional dari hutan, menciptakan kerajinan tangan dan menyediakan dengan perbelanjaan untuk wisatawan.
Perekrutan ini memberi keuntungan bagi penduduk lokal karena mereka akan dilatih untuk memajukan keadaan ekonomi setempat. Para staff lokal akan dibayar sesuai pekerjaan dan mereka juga akan menerima bonus serta asuransi kesehatan. Untuk informasi selengkapnya Anda bisa mengunjungi situs wowborneo.com. (MI/ICH)
sumber : metrotvnews.com
Saturday, October 29, 2011
Friday, October 28, 2011
Pengelolaan Guest House Tangkiling Terkendala Status
PALANGKARAYA, KOMPAS.com - Rencana pengelolaan guest
house di Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Tangkiling, Palangkaraya,
Kalimantan Tengah terkendala status kepemilikan. Pemerintah Provinsi
(Pemprov) Kalteng ingin bangunan yang terbeng kalai itu dimanfaatkan.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kalteng Kardinal
Tarung di Palangkaraya, Kalteng, Jumat (28/10/2011), mengatakan,
pemanfaatan tersebut terkendala pernyataan Balai Konservasi Sumber Daya
Alam (BKSDA) Kalteng yang mengklaim memiliki hak atas guest house.
Awalnya, guest house didirikan untuk tempat menginap di TWA Bukit
Tangkiling. Sudah lebih dari 20 tahun lalu aset itu terlantar. Atap
bangunan tersebut bolong, halaman ditumbuhi ilalang, dan catnya
mengelupas. Pasokan air dan listrik pun sudah diputus.
"Status
legalnya memang membingungkan. Masing-masing pihak mengklaim berkuasa
atas guest house. Pihak BKSDA Kalteng menyatakan punya surat dari
Kementerian Kehutanan," ujarnya.
Akan tetapi, lanjut Kardinal,
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang berkeyakinan terhadap posisinya
sebagai wakil pemerintah pusat. "Serahkan saja guest house itu untuk
dikelola tapi TWA Bukit Tangkiling tetap dikelola BKSDA Kalteng,"
ujarnya.
sumber : Kompas.com
Friday, October 28, 2011
Pesona Borneo 2011 Dibuka di BSB Balikpapan
Lukas Adi Prasetya/KOMPAS
Pameran "Pesona Borneo 2011" di Balikpapan Super Block (BSB), Kaltim dibuka Jumat (28/10/2011)
Pesona Borneo yang diselenggarakan Kementrian Pariwisata dan ekonomi Kreatif bersama Dinas Pariwisata se-kalimantan, ini baru pertama digelar. Sebagai event baru diharapkan mendapat dukungan sekaligus menjadi ajang komunikasi bagi pemerintah daerah dalam mempromosikan Kalimantan.
"Konsep pelaksanannya nanti akan bergiliran di semua provinsi se-Kalimantan," ujar M Faried, Direktur Promosi Pariwisata Dalam Negeri Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jumat.
Terdapat 10 stan di Pesona Borneo 2011 yang memamerkan dan menjual kerajinan dan potensi dari tiap provinsi di Kalimantan. Dalam pembukaan tadi, sejumlah atraksi tari dari sanggar-sanggar seni dipertontonkan.
sumber : Kompas.Com
Friday, October 28, 2011
Tuesday, October 25, 2011
Masyarakat Adat Dayak Ngaju Terabaikan
KOMPAS/AGUSTINUS HANDOKO
Masayrakat Dayak mulai menanam padi ladang (nugal) di lahan yang
baru saja selesai dibuka dengan cara membakar. Mereka masih
mempraktekkan sistem perladangan berpindah, dalam satu siklus, mereka
akan kembali ke lahan yang pernah mereka tanami 6-7 tahun sebelumnya.
Ini belum termasuk berbagai proyek investasi kelapa sawit dan pertambangan. Semuanya dinilai merampas hak masyarakat adat Dayak Ngaju sebagai pemilik tanah secara turun-temurun.
Ini diungkapkan beberapa perwakilan Masyarakat Adat Dayak Ngaju yang didampingi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dalam temu dengan media, Senin (24/10/2011) di Jakarta.
Pekan lalu, mereka yang berasal dari 4 desa di kecamatan Mentagai Kabupaten kapuas Kalimantan Tengah, telah bertemu dan melayangkan keresahannya pada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Komisi IV DPR serta Badan Pertanahan Nasional.
Di situ, masyarakat menyampaikan kawasan bekas PPLG yang memiliki gambut sedalam 1-20 meter telah dikuasai oleh 23 perusahaan perkebunan sawit. Dari jumlah itu, 11 perusahaan dinyatakan tidak berizin seluas 380.000 hektar. Ini belum lagi proyek konservasi setempat yang dituding merampas hak dan akses masyarakat akan pemanfaatan hasil hutan.
"Kami mau tanah kami dikembalikan ke masyarakat," ucap Tanduk, tokoh masyarakat adat Dayak Ngaju. Nurhadi, anggota masyarakat Dayak Ngaju lainnya, mengatakan masyarakat desa tidak perlu diajari cara mengelola hutan. Mereka yang setiap hari tinggal di hutan, mengerti, jika hutan dijaga, maka kehidupan mereka pun terjamin.
Masyarakat Dayak Ngaju memiliki zonasi dalam hukum adatnya. Yaitu, hutan Pahewan yang merupakan kawasan keramat atau terkait ritual adat dan dilindungi. Hutan Sahepan, dipergunakan untuk masyarakat berburu dan beraktivitas mencari kulit kayu, lateks, dan obat-obatan. Hutan Kaleka untuk perladangan/perkebunan.
sumber : www.kompas.com
Tuesday, October 25, 2011
Monday, October 24, 2011
Kalbar Tuan Rumah Pertemuan Tokoh Dayak Se-Kalimantan
Silaturahmi tokoh Dayak se Kalimantan di Samarinda Kaltim secara
resmi ditutup oleh Ketua Majelis Adat Dayak Nasional yang juga Gubernur
Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang di GOR Madya Sempaja Samarinda
Kaltim, Sabtu (15/10).
Dalam acara penutupan tersebut muncul gagasan otonomi khusus (otsus) bagi Pulau Kalimantan semakin ‘menggema’. Ribuan tokoh Dayak ini sepakat, otonomi khusus harus segera diperjuangkan dan direalisasikan untuk percepatan pembangunan Kalimantan terpadu.
“Pembangunan Kalimantan tak akan bisa dipercepat jika kita tidak segera memperjuangkan otonomi khusus. Otsus harus kita sepakati. Jika di Papua bisa, kenapa Kalimantan tidak bisa,” seru Prof H KMA M Usop MA, tokoh Dayak dari Kalteng.
Menurut Usop, otonomi khusus di Papua misalnya, telah diundangkan dan diterapkan dengan baik. Selain landasan efektifnya otsus di sejumlah daerah itu, menurut Usop UUD 1945 juga telah mengisyaratkan amanat konsep pembangunan negara kepulauan Indonesia.
“Dalam pasal 25 UUD 1945 kita adalah negara kepulauan, dimana satu pulau mesti satu otonomi khusus. Otsus mengatur tentang pengintegrasian pembangunan antar provinsi. Jadi satu pulau betul-betul terpadu,” ujar Usop.
Dengan demikian, lanjutnya, pengelolaan dana pembangunan akan lebih mudah diatur, pertahanan keamanan lebih mudah dikelola. Itu semua akan diatur dengan dikelola melalui oleh wadah Majelis Rakyat Kalimantan Bersatu. “Majelis Rakyat Kalimantan Bersatu ini harus membuat undang-undang integrasi antar provinsi,” tegasnya.
Selain gagasan itu, pembicara lain juga berbicara soal pentingnya pembangunan politik Dayak disampaikan oleh Drs Ibrahim Banson SH, tokoh Dayak dari Kalbar. “Dalam perjuangan sangat perlu action plan. Nanti kita harus tindaklanjuti perjuangan ini ke pemerintah pusat. Dasarnya adalah pertemuan ini,” ujar Ibrahim.
Rama Asia, tokoh Dayak dari Kaltim yang kebagian materi soal pentingnya organisasi juga menegaskan wadah perjuangkan perlu diperkokoh agar lebih kuat dan membumi. “Apapun wadah perjuangannya harus diperkuat. Kita wajib pertegas perjuangan bersama,” ujarnya.
Dalam acara penutupan tersebut seluruh menyepakati Propinsi Kalimantan Barat sebagai tuan rumah pelaksanaan silaturahmi tokoh Dayak se Kalimantan yang kedua tahun 2012 nanti. Wakil Bupati Sintang Ignasius Juan menyambut baik ditunjuknya Kalbar sebagai tuan rumah tahun depan. “Ini tanggungjawab masyarakat Dayak di Kalbar untuk mensukseskan kegiatan itu, sehingga jauh hari kita bisa mempersiapkan diri sehingga kegiatan itu nanti bisa lebih meriah, dan terlebih menghasilkan keputusan dan kesepakatan yang penting bagi pembangunan Kalimantan” jelas wabup Sintang ini. (Rilis/Syukur Saleh)
sumber : www.borneotribune.com
Dalam acara penutupan tersebut muncul gagasan otonomi khusus (otsus) bagi Pulau Kalimantan semakin ‘menggema’. Ribuan tokoh Dayak ini sepakat, otonomi khusus harus segera diperjuangkan dan direalisasikan untuk percepatan pembangunan Kalimantan terpadu.
“Pembangunan Kalimantan tak akan bisa dipercepat jika kita tidak segera memperjuangkan otonomi khusus. Otsus harus kita sepakati. Jika di Papua bisa, kenapa Kalimantan tidak bisa,” seru Prof H KMA M Usop MA, tokoh Dayak dari Kalteng.
Menurut Usop, otonomi khusus di Papua misalnya, telah diundangkan dan diterapkan dengan baik. Selain landasan efektifnya otsus di sejumlah daerah itu, menurut Usop UUD 1945 juga telah mengisyaratkan amanat konsep pembangunan negara kepulauan Indonesia.
“Dalam pasal 25 UUD 1945 kita adalah negara kepulauan, dimana satu pulau mesti satu otonomi khusus. Otsus mengatur tentang pengintegrasian pembangunan antar provinsi. Jadi satu pulau betul-betul terpadu,” ujar Usop.
Dengan demikian, lanjutnya, pengelolaan dana pembangunan akan lebih mudah diatur, pertahanan keamanan lebih mudah dikelola. Itu semua akan diatur dengan dikelola melalui oleh wadah Majelis Rakyat Kalimantan Bersatu. “Majelis Rakyat Kalimantan Bersatu ini harus membuat undang-undang integrasi antar provinsi,” tegasnya.
Selain gagasan itu, pembicara lain juga berbicara soal pentingnya pembangunan politik Dayak disampaikan oleh Drs Ibrahim Banson SH, tokoh Dayak dari Kalbar. “Dalam perjuangan sangat perlu action plan. Nanti kita harus tindaklanjuti perjuangan ini ke pemerintah pusat. Dasarnya adalah pertemuan ini,” ujar Ibrahim.
Rama Asia, tokoh Dayak dari Kaltim yang kebagian materi soal pentingnya organisasi juga menegaskan wadah perjuangkan perlu diperkokoh agar lebih kuat dan membumi. “Apapun wadah perjuangannya harus diperkuat. Kita wajib pertegas perjuangan bersama,” ujarnya.
Dalam acara penutupan tersebut seluruh menyepakati Propinsi Kalimantan Barat sebagai tuan rumah pelaksanaan silaturahmi tokoh Dayak se Kalimantan yang kedua tahun 2012 nanti. Wakil Bupati Sintang Ignasius Juan menyambut baik ditunjuknya Kalbar sebagai tuan rumah tahun depan. “Ini tanggungjawab masyarakat Dayak di Kalbar untuk mensukseskan kegiatan itu, sehingga jauh hari kita bisa mempersiapkan diri sehingga kegiatan itu nanti bisa lebih meriah, dan terlebih menghasilkan keputusan dan kesepakatan yang penting bagi pembangunan Kalimantan” jelas wabup Sintang ini. (Rilis/Syukur Saleh)
sumber : www.borneotribune.com
Monday, October 24, 2011
Sunday, October 23, 2011
Ngampar Bide dalam Tradisi Gawai Dayak
Oleh Nurul Hayat
Tradisi tak lekang oleh zaman. Sebaris kalimat yang biasa digunakan untuk mengingatkan kita bahwa sesuatu yang tradisional pun layak ditampilkan meski tahun terus berganti, hingga 26 tahun kemudian.
Begitu pula yang dilakukan masyarakat dari suku Dayak di Kalimantan Barat yang masih mempertahankan tradisi leluhur saat akan memulai "Gawe", yang selanjutnya disebut Gawai atau pesta. Yakni upacara "Ngampar bide" atau menghampar tikar. Upacara yang hanya digelar saat akan memulai Gawai Dayak di rumah Betang Panjang Pontianak.
Upacara tersebut selalu dilakukan saat menjelang Pekan Gawai Dayak,yakni pesta panen padi masyarakat Dayak yang dilaksanakan di Kota Pontianak, ibu kota Provinsi Kalbar.
"Ngampar bide", menurut Ketua Panitia Pekan Gawai Dayak XXVI Kalbar, Herculanus Didi, dilaksanakan pada Rabu (18/5) atau dua hari sebelum pembukaan secara resmi Pekan Gawai Dayak oleh Gubernur Kalbar.
Ritual itu diadakan supaya mendapatkan kemudahan dari sang pencipta untuk melaksanakan acara tahunan tersebut yang akan dimulai pada Jumat (20/5).
"Ritual ’ngampar bide’ artinya ’bepinta’ (meminta), ’bepadah’ (memberitahu) kepada Jubata atau Tuhan supaya kegiatan kita mendapatkan kemudahan dan kelancaran," kata Herculanus Didi di Rumah Betang Panjang, Jl Sutoyo, Pontianak.
Ritual tersebut dari bahasa Kanayatn, yakni sub suku yang menggunakan bahasa Bekati atau Ahe yang tersebar dari Kabupaten Kubu Raya, Pontianak, Bengkayang, Landak dan kini di Kota Pontianak.
"Ngampar" yang berarti menggelar atau menghamparkan, sementara "Bide" mengandung pengertian sebagai tikar atau tempat untuk berserah. "Upacara ini harus digelar sebelum memulai Gawai (pesta)," kata Didi lagi.
Tak berbeda jauh dengan Didi, Ketua Harian Dewan Adat Dayak (DAD) Kalbar, Yakobus Kumis, mengatakan "Ngampar bide" upacara adat yang dilaksanakan untuk memulai acara Pekan Gawai Dayak.
Intinya izin permisi. Kehadirat Jubata serta meminta pertolongan kepadanya agar pelaksanaan Pekan Dawai dapat berjalan dengan lancar dan sukses. "Hanya untuk Pekan Gawai Dayak," katanya.
Ritual itu juga tidak ada dalam acara Naik Dango atau upacara sejenisnya dengan tujuan yang sama, untuk bersyukur kepada Jubata setelah keberhasilan dalam panen padi, yang digelar oleh warga Dayak di sejumlah kabupatem/kota di Kalbar.
Dalam ritual tersebut ada tiga tahapan, pertama upacara Nyangahatn manta’ atau bapipis yakni doa adat sebelum seluruh peragaan adat disiapkan.
Kedua, Bapadah kapanyuku atau pantak pantulak atau upacara adat yang dilakukan untuk meminta perlindungan kepada penjaga di sekitar kompleks Rumah Betang agar tidak ada hambatan atau rintangan sehingga pelaksanaan berjalan lancar dan sukses.
Dan ketiga, upacara Nyangahatn masak atau upacara adat doa puncak dari seluruh proses "Ngampar bide", di mana seluruh peraga adat sudah tersaji dan merupakan inti dari doa atau nyangahatn.
Imam
Sejumlah hidangan, tempayan, nampan, tempat sirih dan isinya berupa pinang, gambir, daun sirih, kapur, potongan daging babi, ayam, beras pulut (ketan), beras putih, telur ayam, lemang dan kue cucur terhidang di ruang pertemuan Rumah Betang Panjang.
Seorang imam (pemimpin doa) didampingi seseorang yang menyiapkan bahan-bahan tersebut, duduk di hadapan sesajian dengan mulut komat-kamit membaca doa. Imam terlihat sesekali menepis lembaran daun selasih, pandan dan rijuang, ke hidangan itu setelah dibasahi air.
Sang imam, Kanisius Kasan (61), sudah memimpin upacara tersebut selama lima tahun terakhir, tampak tekun membaca doa. salah satu doa yang dibacakan Kasan, terdengar menyebut nama beberapa orang yang dianggap "raja" atau pemimpin di masyarakat Dayak. Di antaranya Gubernur Kalbar, Cornelis.
"Kami mendoakan beliau (Gubernur Cornelis) karena kami menganggapnya sebagai raja bagi orang Dayak," kata Kasan ketika ditemui usai ritual.
Kasan secara turun-temurun memiliki kemampuan sebagai seorang ahli spiritual atau dukun di masyarakat Dayak.
Pada Pekan Gawai Dayak XXVI 2011, Kasan diminta kembali memimpin upacara tersebut.
Ia mengatakan "Ngampar bide" sebagai ritual yang dihadiri para tokoh Dayak untuk menyiapkan Gawai, membahas persiapan gawai atau pesta termasuk memohon perlindungan Jubata (Tuhan Yang Maha Esa) agar Pekan Gawai Dayak yang berlangsung 20-24 Mei dapat berjalan lancar dan sukses.
Menurut dia lagi, dalam bacaan yang disampaikan saat "Ngampar bide" yang menggunakan bahasa Kanayatn, disebutkan akan ada pertemuan (bahaum) untuk pesta. Dalam ritual itu juga disampaikan jadwal dan tanggal berapa pesta diadakan. Supaya orang-orang yang mendengarkan menjadi tahu tentang acara tersebut.
"Bapak pergi, ibu tidak. Jadi dikasih tahu. Gawai tahun ini, Ngampar bide diadakan tanggal 18 Mei. Jadi orang dikasih tahu ada bahan-bahan yang dipakai seperti bambu dan kayu api untuk masak," kata dia.
"Ngampar bide" dilakukan juga agar saat pesta tidak ada gangguan, katanya.
Ritual itu berlangsung di ruang pertemuan Rumah Betang, berlanjut ke sebuah pondok yang disebut pagugu padagi terdapat patung kayu yang disimbolkan sebagai "nek nukukng" atau patung keramat, kemudian ke pintu gerbang kompleks rumah Betang yang terdapat sebuah tempayan penolak bala, "nek pantulak" supaya orang tidak bertengkar atau berkelahi.
Sebagian sesaji ditinggalkan di sekitar patung kayu dan di dalam mangkuk, kemudian diletakkan di atas tempayan dan digantung pada dua tombak penyangga tempayan tersebut. Bahan-bahan tersebut seperti sirih, pinang, kapur, gambir, dan rokok daun nipah ditambah sedikit air. "Itu untuk menghentikan perkelahian," kata Kasan lagi.
Ia mengatakan, pernah saat Pekan Gawai beberapa tahun lalu terjadi perkelahian di sekitar kompleks Rumah Betang karena ada peserta Gawai yang mabuk, dan bahan-bahan yang ada di dalam tempayan, berfungsi untuk menghentikan perkelahian itu.
Kebiasaan mabuk saat Gawai kini pelan-pelan ditinggalkan generasi muda Dayak. Pelarangan mabuk karena banyak mengkonsumsi tuak, salah satu minuman khas Dayak, berulang kali diingatkan para tokoh dan pemimpin Dayak, termasuk Gubernur Cornelis yang dibanggakan warga Kanayatn.
Ada Ngampar bide, maka ada pula "Gulung bide", yakni ritual menutup Pekan Gawai Dayak yang akan diadakan pada Selasa (24/5) pagi. Ritual itu sebagai tanda berakhirnya pesta panen padi tersebut secara adat.
Sedangkan secara resmi, Pekan Gawai akan ditutup oleh Gubernur pada malam harinya. "Ngampar bide", merupakan satu dari sekian banyak tradisi dan budaya Dayak yang belum dikenal masyarakat umum, bahkan oleh sebagian generasi muda suku yang mendiami pulau Kalimantan itu sendiri. Masih ada ritual adat lainnya, namun akankah sama dengan "Ngampar bide" yang tetap dipertahankan hingga tak lekang oleh zaman?
Tradisi tak lekang oleh zaman. Sebaris kalimat yang biasa digunakan untuk mengingatkan kita bahwa sesuatu yang tradisional pun layak ditampilkan meski tahun terus berganti, hingga 26 tahun kemudian.
Begitu pula yang dilakukan masyarakat dari suku Dayak di Kalimantan Barat yang masih mempertahankan tradisi leluhur saat akan memulai "Gawe", yang selanjutnya disebut Gawai atau pesta. Yakni upacara "Ngampar bide" atau menghampar tikar. Upacara yang hanya digelar saat akan memulai Gawai Dayak di rumah Betang Panjang Pontianak.
Upacara tersebut selalu dilakukan saat menjelang Pekan Gawai Dayak,yakni pesta panen padi masyarakat Dayak yang dilaksanakan di Kota Pontianak, ibu kota Provinsi Kalbar.
"Ngampar bide", menurut Ketua Panitia Pekan Gawai Dayak XXVI Kalbar, Herculanus Didi, dilaksanakan pada Rabu (18/5) atau dua hari sebelum pembukaan secara resmi Pekan Gawai Dayak oleh Gubernur Kalbar.
Ritual itu diadakan supaya mendapatkan kemudahan dari sang pencipta untuk melaksanakan acara tahunan tersebut yang akan dimulai pada Jumat (20/5).
"Ritual ’ngampar bide’ artinya ’bepinta’ (meminta), ’bepadah’ (memberitahu) kepada Jubata atau Tuhan supaya kegiatan kita mendapatkan kemudahan dan kelancaran," kata Herculanus Didi di Rumah Betang Panjang, Jl Sutoyo, Pontianak.
Ritual tersebut dari bahasa Kanayatn, yakni sub suku yang menggunakan bahasa Bekati atau Ahe yang tersebar dari Kabupaten Kubu Raya, Pontianak, Bengkayang, Landak dan kini di Kota Pontianak.
"Ngampar" yang berarti menggelar atau menghamparkan, sementara "Bide" mengandung pengertian sebagai tikar atau tempat untuk berserah. "Upacara ini harus digelar sebelum memulai Gawai (pesta)," kata Didi lagi.
Tak berbeda jauh dengan Didi, Ketua Harian Dewan Adat Dayak (DAD) Kalbar, Yakobus Kumis, mengatakan "Ngampar bide" upacara adat yang dilaksanakan untuk memulai acara Pekan Gawai Dayak.
Intinya izin permisi. Kehadirat Jubata serta meminta pertolongan kepadanya agar pelaksanaan Pekan Dawai dapat berjalan dengan lancar dan sukses. "Hanya untuk Pekan Gawai Dayak," katanya.
Ritual itu juga tidak ada dalam acara Naik Dango atau upacara sejenisnya dengan tujuan yang sama, untuk bersyukur kepada Jubata setelah keberhasilan dalam panen padi, yang digelar oleh warga Dayak di sejumlah kabupatem/kota di Kalbar.
Dalam ritual tersebut ada tiga tahapan, pertama upacara Nyangahatn manta’ atau bapipis yakni doa adat sebelum seluruh peragaan adat disiapkan.
Kedua, Bapadah kapanyuku atau pantak pantulak atau upacara adat yang dilakukan untuk meminta perlindungan kepada penjaga di sekitar kompleks Rumah Betang agar tidak ada hambatan atau rintangan sehingga pelaksanaan berjalan lancar dan sukses.
Dan ketiga, upacara Nyangahatn masak atau upacara adat doa puncak dari seluruh proses "Ngampar bide", di mana seluruh peraga adat sudah tersaji dan merupakan inti dari doa atau nyangahatn.
Imam
Sejumlah hidangan, tempayan, nampan, tempat sirih dan isinya berupa pinang, gambir, daun sirih, kapur, potongan daging babi, ayam, beras pulut (ketan), beras putih, telur ayam, lemang dan kue cucur terhidang di ruang pertemuan Rumah Betang Panjang.
Seorang imam (pemimpin doa) didampingi seseorang yang menyiapkan bahan-bahan tersebut, duduk di hadapan sesajian dengan mulut komat-kamit membaca doa. Imam terlihat sesekali menepis lembaran daun selasih, pandan dan rijuang, ke hidangan itu setelah dibasahi air.
Sang imam, Kanisius Kasan (61), sudah memimpin upacara tersebut selama lima tahun terakhir, tampak tekun membaca doa. salah satu doa yang dibacakan Kasan, terdengar menyebut nama beberapa orang yang dianggap "raja" atau pemimpin di masyarakat Dayak. Di antaranya Gubernur Kalbar, Cornelis.
"Kami mendoakan beliau (Gubernur Cornelis) karena kami menganggapnya sebagai raja bagi orang Dayak," kata Kasan ketika ditemui usai ritual.
Kasan secara turun-temurun memiliki kemampuan sebagai seorang ahli spiritual atau dukun di masyarakat Dayak.
Pada Pekan Gawai Dayak XXVI 2011, Kasan diminta kembali memimpin upacara tersebut.
Ia mengatakan "Ngampar bide" sebagai ritual yang dihadiri para tokoh Dayak untuk menyiapkan Gawai, membahas persiapan gawai atau pesta termasuk memohon perlindungan Jubata (Tuhan Yang Maha Esa) agar Pekan Gawai Dayak yang berlangsung 20-24 Mei dapat berjalan lancar dan sukses.
Menurut dia lagi, dalam bacaan yang disampaikan saat "Ngampar bide" yang menggunakan bahasa Kanayatn, disebutkan akan ada pertemuan (bahaum) untuk pesta. Dalam ritual itu juga disampaikan jadwal dan tanggal berapa pesta diadakan. Supaya orang-orang yang mendengarkan menjadi tahu tentang acara tersebut.
"Bapak pergi, ibu tidak. Jadi dikasih tahu. Gawai tahun ini, Ngampar bide diadakan tanggal 18 Mei. Jadi orang dikasih tahu ada bahan-bahan yang dipakai seperti bambu dan kayu api untuk masak," kata dia.
"Ngampar bide" dilakukan juga agar saat pesta tidak ada gangguan, katanya.
Ritual itu berlangsung di ruang pertemuan Rumah Betang, berlanjut ke sebuah pondok yang disebut pagugu padagi terdapat patung kayu yang disimbolkan sebagai "nek nukukng" atau patung keramat, kemudian ke pintu gerbang kompleks rumah Betang yang terdapat sebuah tempayan penolak bala, "nek pantulak" supaya orang tidak bertengkar atau berkelahi.
Sebagian sesaji ditinggalkan di sekitar patung kayu dan di dalam mangkuk, kemudian diletakkan di atas tempayan dan digantung pada dua tombak penyangga tempayan tersebut. Bahan-bahan tersebut seperti sirih, pinang, kapur, gambir, dan rokok daun nipah ditambah sedikit air. "Itu untuk menghentikan perkelahian," kata Kasan lagi.
Ia mengatakan, pernah saat Pekan Gawai beberapa tahun lalu terjadi perkelahian di sekitar kompleks Rumah Betang karena ada peserta Gawai yang mabuk, dan bahan-bahan yang ada di dalam tempayan, berfungsi untuk menghentikan perkelahian itu.
Kebiasaan mabuk saat Gawai kini pelan-pelan ditinggalkan generasi muda Dayak. Pelarangan mabuk karena banyak mengkonsumsi tuak, salah satu minuman khas Dayak, berulang kali diingatkan para tokoh dan pemimpin Dayak, termasuk Gubernur Cornelis yang dibanggakan warga Kanayatn.
Ada Ngampar bide, maka ada pula "Gulung bide", yakni ritual menutup Pekan Gawai Dayak yang akan diadakan pada Selasa (24/5) pagi. Ritual itu sebagai tanda berakhirnya pesta panen padi tersebut secara adat.
Sedangkan secara resmi, Pekan Gawai akan ditutup oleh Gubernur pada malam harinya. "Ngampar bide", merupakan satu dari sekian banyak tradisi dan budaya Dayak yang belum dikenal masyarakat umum, bahkan oleh sebagian generasi muda suku yang mendiami pulau Kalimantan itu sendiri. Masih ada ritual adat lainnya, namun akankah sama dengan "Ngampar bide" yang tetap dipertahankan hingga tak lekang oleh zaman?
Sumber :
ANT
Sunday, October 23, 2011
DIRGAHAYU KOTA PONTIANAK YANG KE-240
DIRGAHAYU KOTA PONTIANAK YANG KE-240, 23 Oktober 2011.
Di ulang tahun kota Pontianak yang ke-240 ini Cerita Dayak berbagi cerita sejarah kota Pontianak. :)
BERDIRINYA KOTA PONTIANAK
Syarif Abdurrahman, yang kemudian menjadi pendiri Kesultanan Pontianak, adalah putra Al Habib Husin, seorang penyebar ajaran Islam yang berasal Arab. Tiga bulan setelah ayahnya wafat pada tahun 1184 Hijriah di Kerajaan Mempawah, Syarif Abdurrahman bersama dengan saudara-saudaranya bermufakat untuk mencari tempat kediaman baru. Mereka berangkat dengan 14 perahu Kakap menyusuri Sungai Peniti. Waktu dhohor mereka sampai di sebuah tanjung, Syarif Abdurrahman bersama pengikutnya menetap di sana. Tempat itu sekarang dikenal dengan nama Kelapa Tinggi Segedong.
Namun Syarif Abdurrahman mendapat firasat bahwa tempat itu tidak baik untuk tempat tinggal dan ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mudik ke hulu sungai. Tempat Syarif Abdurrahman dan rombongan sembahyang dhohor itu kini dikenal sebagai Tanjung Dhohor.
Ketika menyusuri Sungai Kapuas, mereka menemukan sebuah pulau, yang kini dikenal dengan nama Batu Layang, dimana sekarang di tempat itulah Syarif Abdurrahman beserta keturunannya dimakamkan. Di pulau itu mereka mulai mendapat gangguan hantu Pontianak. Syarif Abdurrahman lalu memerintahkan kepada seluruh pengikutnya agar memerangi hantu-hantu itu. Setelah itu, rombongan kembali melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Kapuas. Menjelang subuh 14 Rajab 1184 Hijriah atau 23 Oktober 1771, mereka sampai pada persimpangan Sungai Kapuas dan Landak Setelah delapan hari menebas pohon di daratan itu, maka Syarif Abdurrahman lalu membangun sebuah rumah dan balai, dan kemudian tempat tersebut diberi nama Pontianak. Di tempat itu kini berdiri Masjid Jami dan Keraton Pontianak.
Akhirnya pada tanggal 8 bulan Sya'ban 1192 Hijriah, dengan dihadiri oleh Raja Muda Riau, Raja Mempawah, Landak, Kubu dan Matan, Syarif Abdurrahman dinobatkan sebagai Sultan Pontianak dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Alkadrie.
Salam Budaya www.ceritadayak.com
Di ulang tahun kota Pontianak yang ke-240 ini Cerita Dayak berbagi cerita sejarah kota Pontianak. :)
BERDIRINYA KOTA PONTIANAK
Syarif Abdurrahman, yang kemudian menjadi pendiri Kesultanan Pontianak, adalah putra Al Habib Husin, seorang penyebar ajaran Islam yang berasal Arab. Tiga bulan setelah ayahnya wafat pada tahun 1184 Hijriah di Kerajaan Mempawah, Syarif Abdurrahman bersama dengan saudara-saudaranya bermufakat untuk mencari tempat kediaman baru. Mereka berangkat dengan 14 perahu Kakap menyusuri Sungai Peniti. Waktu dhohor mereka sampai di sebuah tanjung, Syarif Abdurrahman bersama pengikutnya menetap di sana. Tempat itu sekarang dikenal dengan nama Kelapa Tinggi Segedong.
Namun Syarif Abdurrahman mendapat firasat bahwa tempat itu tidak baik untuk tempat tinggal dan ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mudik ke hulu sungai. Tempat Syarif Abdurrahman dan rombongan sembahyang dhohor itu kini dikenal sebagai Tanjung Dhohor.
Ketika menyusuri Sungai Kapuas, mereka menemukan sebuah pulau, yang kini dikenal dengan nama Batu Layang, dimana sekarang di tempat itulah Syarif Abdurrahman beserta keturunannya dimakamkan. Di pulau itu mereka mulai mendapat gangguan hantu Pontianak. Syarif Abdurrahman lalu memerintahkan kepada seluruh pengikutnya agar memerangi hantu-hantu itu. Setelah itu, rombongan kembali melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Kapuas. Menjelang subuh 14 Rajab 1184 Hijriah atau 23 Oktober 1771, mereka sampai pada persimpangan Sungai Kapuas dan Landak Setelah delapan hari menebas pohon di daratan itu, maka Syarif Abdurrahman lalu membangun sebuah rumah dan balai, dan kemudian tempat tersebut diberi nama Pontianak. Di tempat itu kini berdiri Masjid Jami dan Keraton Pontianak.
Akhirnya pada tanggal 8 bulan Sya'ban 1192 Hijriah, dengan dihadiri oleh Raja Muda Riau, Raja Mempawah, Landak, Kubu dan Matan, Syarif Abdurrahman dinobatkan sebagai Sultan Pontianak dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Alkadrie.
Salam Budaya www.ceritadayak.com
Sunday, October 23, 2011
Monday, October 10, 2011
PESTA SENI DAN BUDAYA DAYAK SE-KALIMANTAN IX YOGYAKARTA (BEDAYONG-KETAPANG)
PESTA SENI DAN BUDAYA DAYAK SE-KALIMANTAN IX YOGYAKARTA (BEDAYONG-KETAPANG)
20-22 Oktober 2011
Taman Budaya Yogyakarta
Diselenggarakan oleh :
- Forum Bujang Dare Kayong Ketapang
- Pemerintah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat
- Sekretariat Bersama Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat "J.C.Oevaang Oeraay"
__________________________
__________________________ ________
Kegiatan :
RITUAL UPACARA PEMBUKAAN
20 Oktober 2011
Waktu : 11.00 – 15.30 wib
Tempat : Halaman Taman Budaya Yogyakarta
Dibuka dengan upacara adat Dayak Pesaguan “Sambut Temuai Bekutomaro” dan diresmikan oleh Bupati Kabupaten Ketapang,Kalimantan Barat.
PAMERAN SENI & KERAJINAN
20 – 22 Oktober 2011
Waktu : 09.00 – 22.00 wib
Tempat : Ruang Pameran Taman Budaya Yogyakarta
Pameran kerajinan dan budaya Dayak yang terbagi dalam stand pameran yang mewakili ciri khas masing – masing daerah di Kalimantan.
Terbuka untuk umum
MALAM KESENIAN I & FESTIVAL VOCAL GROUP
20 Oktober 2011
Waktu : 19.00 – 22.00 wib
Tempat : Ruang Pertunjukan Taman Budaya Yogyakarta
Menghadirkan Festival Vocal Group berbahasa Dayak yang diikuti oleh perwakilan mahasiswa Kalimantan yang diselingi dengan penampilan dan musik Dayak.
ORASI BUDAYA
Tema : “Menggugat Eksistensi Budaya Dayak dalam ke-Indonesiaan”
Orator : Sitok Srengenge
Pantomime Performance : Jemek Supardi
HTM : Rp 10.000,- ( Tempat Terbatas )
__________________________ __________________________ ________
TALKSHOW & WORKSHOP TATTOO
21 Oktober 2011
Waktu : 10.00 – 13.00 wib
Tempat : Ruang Pameran Taman Budaya Yogyakarta
Tema : "Dinamika Tattoo Etnik Dayak dan Kontribusinya Bagi Warisan
Budaya Dunia"
Pembicara : Aman Durga Sipatiti
Hatib Abdul Kadir
Workshop : Folk Tattoo Space
Moderator : Iwan Djola
Terbuka untuk umum
PERLOMBAAN TRADISIONAL
PANGKA’ GASING & MENGANYAM TIKAR
21 Oktober 2011
Waktu : 13.00 – 17.00 wib
MENYUMPIT & MENAMPI BERAS
22 Oktober 2011
Waktu : 13.00 – 17.00 wib
Tempat : Halaman Taman Budaya Yogyakarta
Terbuka untuk umum
MALAM FESTIVAL TARI KREASI DAYAK
21 Oktober 2011
Waktu : 19.00 – 22.00 wib
Tempat : Ruang Pertunjukan Taman Budaya Yogyakarta
Festival tari kreasi Dayak yang akan diikuti oleh perkumpulan mahasiswa Dayak yang berada di Yogyakarta dan sekitarnya untuk memperebutkan piala tetap Bupati Kab.Ketapang dan piala bergilr Gubernur Kalimantan Barat.
HTM : Rp 15.000,- ( Tempat Terbatas )
__________________________ __________________________ ________
SEMINAR BUDAYA
22 Oktober 2011
Waktu : 10.00 – 13.00 wib
Tempat : Ruang Seminar Taman Budaya Yogyakarta
Seminar Budaya yang menghadirkan tema :
“Menggugat Eksistensi Budaya Dayak dalam ke-Indonesiaan”
Dengan Pembicara : Prof. PM Laksono
Margareta Seting Beraan
Stepanus Djuweng
Moderator : Iwan Djola
Terbuka untuk umum
MALAM KESENIAN II
22 Oktober 2011
Waktu : 19.00 – 21.30 wib
Tempat : Ruang Pertunjukan Taman Budaya Yogyakarta
Menampilkan musik, puisi, dan tarian serta pengumuman juara festival dan perlombaan.
HTM : Rp 15.000,- ( Tempat Terbatas ) + Doorprize
RITUAL UPACARA PENUTUPAN
22 Oktober 2011
Waktu : 21.00 – 22.00 wib
Tempat : Halaman Taman Budaya Yogyakarta
Ditutup dengan upacara adat Dayak Pesaguan “Kamuh Suntong Gayi Jadi” dan secara resmi ditutup oleh Bupati Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat diikuti dengan musik dan tarian masal.
Terbuka untuk umum
CP : Arie ( 0852 4537 8833 ), Edi ( 0821 3342 6357 )
20-22 Oktober 2011
Taman Budaya Yogyakarta
Diselenggarakan oleh :
- Forum Bujang Dare Kayong Ketapang
- Pemerintah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat
- Sekretariat Bersama Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat "J.C.Oevaang Oeraay"
__________________________
Kegiatan :
RITUAL UPACARA PEMBUKAAN
20 Oktober 2011
Waktu : 11.00 – 15.30 wib
Tempat : Halaman Taman Budaya Yogyakarta
Dibuka dengan upacara adat Dayak Pesaguan “Sambut Temuai Bekutomaro” dan diresmikan oleh Bupati Kabupaten Ketapang,Kalimantan Barat.
PAMERAN SENI & KERAJINAN
20 – 22 Oktober 2011
Waktu : 09.00 – 22.00 wib
Tempat : Ruang Pameran Taman Budaya Yogyakarta
Pameran kerajinan dan budaya Dayak yang terbagi dalam stand pameran yang mewakili ciri khas masing – masing daerah di Kalimantan.
Terbuka untuk umum
MALAM KESENIAN I & FESTIVAL VOCAL GROUP
20 Oktober 2011
Waktu : 19.00 – 22.00 wib
Tempat : Ruang Pertunjukan Taman Budaya Yogyakarta
Menghadirkan Festival Vocal Group berbahasa Dayak yang diikuti oleh perwakilan mahasiswa Kalimantan yang diselingi dengan penampilan dan musik Dayak.
ORASI BUDAYA
Tema : “Menggugat Eksistensi Budaya Dayak dalam ke-Indonesiaan”
Orator : Sitok Srengenge
Pantomime Performance : Jemek Supardi
HTM : Rp 10.000,- ( Tempat Terbatas )
__________________________
TALKSHOW & WORKSHOP TATTOO
21 Oktober 2011
Waktu : 10.00 – 13.00 wib
Tempat : Ruang Pameran Taman Budaya Yogyakarta
Tema : "Dinamika Tattoo Etnik Dayak dan Kontribusinya Bagi Warisan
Budaya Dunia"
Pembicara : Aman Durga Sipatiti
Hatib Abdul Kadir
Workshop : Folk Tattoo Space
Moderator : Iwan Djola
Terbuka untuk umum
PERLOMBAAN TRADISIONAL
PANGKA’ GASING & MENGANYAM TIKAR
21 Oktober 2011
Waktu : 13.00 – 17.00 wib
MENYUMPIT & MENAMPI BERAS
22 Oktober 2011
Waktu : 13.00 – 17.00 wib
Tempat : Halaman Taman Budaya Yogyakarta
Terbuka untuk umum
MALAM FESTIVAL TARI KREASI DAYAK
21 Oktober 2011
Waktu : 19.00 – 22.00 wib
Tempat : Ruang Pertunjukan Taman Budaya Yogyakarta
Festival tari kreasi Dayak yang akan diikuti oleh perkumpulan mahasiswa Dayak yang berada di Yogyakarta dan sekitarnya untuk memperebutkan piala tetap Bupati Kab.Ketapang dan piala bergilr Gubernur Kalimantan Barat.
HTM : Rp 15.000,- ( Tempat Terbatas )
__________________________
SEMINAR BUDAYA
22 Oktober 2011
Waktu : 10.00 – 13.00 wib
Tempat : Ruang Seminar Taman Budaya Yogyakarta
Seminar Budaya yang menghadirkan tema :
“Menggugat Eksistensi Budaya Dayak dalam ke-Indonesiaan”
Dengan Pembicara : Prof. PM Laksono
Margareta Seting Beraan
Stepanus Djuweng
Moderator : Iwan Djola
Terbuka untuk umum
MALAM KESENIAN II
22 Oktober 2011
Waktu : 19.00 – 21.30 wib
Tempat : Ruang Pertunjukan Taman Budaya Yogyakarta
Menampilkan musik, puisi, dan tarian serta pengumuman juara festival dan perlombaan.
HTM : Rp 15.000,- ( Tempat Terbatas ) + Doorprize
RITUAL UPACARA PENUTUPAN
22 Oktober 2011
Waktu : 21.00 – 22.00 wib
Tempat : Halaman Taman Budaya Yogyakarta
Ditutup dengan upacara adat Dayak Pesaguan “Kamuh Suntong Gayi Jadi” dan secara resmi ditutup oleh Bupati Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat diikuti dengan musik dan tarian masal.
Terbuka untuk umum
CP : Arie ( 0852 4537 8833 ), Edi ( 0821 3342 6357 )
Monday, October 10, 2011
Saturday, October 8, 2011
IBAN ALPHABET
By Alexianto Simukeir Embaloh (Anak Borneo)
In 1947 Dunging invented 77 characters/symbols representing phonological sounds in the Iban language. His alphabet was taught to a few of his nephews while the rest of the people in his community were too illiterate to appreciate the significance of his alphabet then.
Undaunted by the poor response from the surrounding community, Dunging kept at revising and refining his alphabet until after almost 15 years he managed to discard some overlapping and redundant characters. He finally managed to revise the alphabet from 77 to 59 characters in 1962.
Dunging was once invited by some colonial officers to teach his alphabet system to the Iban public in Betong. through formal education. His effort was unfortunately short-lived as he was not in agreement with some of the terms stipulated on his alphabet teaching. He left and the whole school for the alphabet was scrapped. Ever since then, the alphabet eventually disappeared into oblivion even though there had been some effort to revive it, nonetheless, all efforts seemed to fizzle away.
Dunging’s adopted son, Mr. Bagat Nunui however managed to put whatever was left together into an unpublished manuscript in 1990. It was only later that the alphabet was revived and revitalised by Dr. Bromeley Philip to salvage it from disappearing with times.
- Extracted from ibanalpahbet.blogpsot.com by Bromeley Philip
In 1947 Dunging invented 77 characters/symbols representing phonological sounds in the Iban language. His alphabet was taught to a few of his nephews while the rest of the people in his community were too illiterate to appreciate the significance of his alphabet then.
Undaunted by the poor response from the surrounding community, Dunging kept at revising and refining his alphabet until after almost 15 years he managed to discard some overlapping and redundant characters. He finally managed to revise the alphabet from 77 to 59 characters in 1962.
Dunging was once invited by some colonial officers to teach his alphabet system to the Iban public in Betong. through formal education. His effort was unfortunately short-lived as he was not in agreement with some of the terms stipulated on his alphabet teaching. He left and the whole school for the alphabet was scrapped. Ever since then, the alphabet eventually disappeared into oblivion even though there had been some effort to revive it, nonetheless, all efforts seemed to fizzle away.
Dunging’s adopted son, Mr. Bagat Nunui however managed to put whatever was left together into an unpublished manuscript in 1990. It was only later that the alphabet was revived and revitalised by Dr. Bromeley Philip to salvage it from disappearing with times.
- Extracted from ibanalpahbet.blogpsot.com by Bromeley Philip
Saturday, October 08, 2011
Wednesday, October 5, 2011
Meet the Makers 5
Meet the Makers 5
Belanja sekaligus bertemu dengan pembuatnya langsung
Acara pembukaan tgl 21 October 2011, sedangkan rangkaian kegiatannya sendiri berlangsung dari tgl 20-21-22 October 2011
Silahkan berkunjung ke Galery Rumah Jawa, Jl. Kemang Timur Raya No.99 Jakarta Selatan
Pameran akan dimeriahkan oleh iringan keroncong dan demontrasi menganyam dari kampung Eheng Kutai Barat.
Product Borneo Chic akan ikut serta menggelar product tas-tas cantik kreasi penganyam dari kalimantan(Timur, Barat,Tengah). Tas-tas Borneo Chic dikembangkan dari kerajinan tradisional Dayak di Kalimantan, sehingga product merupakan product berkualitas yang memiliki makna yg dalam karena berakar dari tradisi dan budaya Masyarakat Adat
Belanja sekaligus bertemu dengan pembuatnya langsung
Acara pembukaan tgl 21 October 2011, sedangkan rangkaian kegiatannya sendiri berlangsung dari tgl 20-21-22 October 2011
Silahkan berkunjung ke Galery Rumah Jawa, Jl. Kemang Timur Raya No.99 Jakarta Selatan
Pameran akan dimeriahkan oleh iringan keroncong dan demontrasi menganyam dari kampung Eheng Kutai Barat.
Product Borneo Chic akan ikut serta menggelar product tas-tas cantik kreasi penganyam dari kalimantan(Timur, Barat,Tengah). Tas-tas Borneo Chic dikembangkan dari kerajinan tradisional Dayak di Kalimantan, sehingga product merupakan product berkualitas yang memiliki makna yg dalam karena berakar dari tradisi dan budaya Masyarakat Adat
Wednesday, October 05, 2011
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)