BREAKING

Wednesday, December 9, 2009

Perkawainan Menurut Adat Dayak Ngaju

Menurut Adat Istiadat Dayak Ngaju cara-cara perkimpoian terbagi atas :
1. Perkimpoian sesuai dengan ketentuan Adat yang lazim.
2. Perkimpoian melalui cara yang tidak lazim.
3. Perkimpoian Tulah.

1. Perkimpoian sesuai dengan ketentuan Adat yang lazim adalah melalui tahapan - tahapan sebagai berikut :

a. Hakumbang Auh
Yang dimaksud dengan "Hakumbang Auh" dapat diterjemahkan sebagai langkah penjajakan dari pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan untuk mempertanyakan apakah anak gadis yang bernama "A" masih bebas dalam arti belum terikat pembicaraan atau perjanjian dengan pihak laki-laki lain.

Biasanya orang tua laki-laki meminta bantuan salah seorang kerabat dekat untuk menyampaikan pesan tersebut yang dibuktikan dengan "Manjakah Duit" (Manjakah duit = melempar uang).

Adat tidak mengatur berapa besar jumlah uang yang disampaikan dalam rangka "Hakumbang Auh" tersebut. Uang yang disampaikan tersebut biasanya 1 (satu) lembar saja, misalnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah), Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah). Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah), Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) atau Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).

Besar kecil nilai lembaran uang tersebut mempunyai banyak makna antara lain yaitu :
1). Sebagai bukti kesungguhan pihak laki-laki dan
2). Untuk menunjukan martabat pihak laki-laki.

Menurut Adat-Istiadat Masyarakat Dayak Ngaju, keluarga pihak anak gadis dapat saja langsung pada saat itu menolak dan mengembalikan "duit hakumbang auh" tersebut apabila memang anak gadis mereka telah mempunyai ikatan yang cukup kuat dengan pihak lain. Atau sebaliknya untuk sementara menerima "duit hakumbang auh" untuk dibahas terlebih dulu di lingkungan sanak keluarga. Biasanya rata-rata dalam jangka waktu 2 (dua) minggu atau paling lama 1 (satu) bulan, pihak keluarga perempuan akan memberikan jawaban apakah menerima atau menolak.

Apabila setelah dipertimbangkan dan dengan adanya alasan-alasan khusus sehingga keinginan dari pihak laki-laki terpaksa ditolak, maka keluarga pihak perempuan segera mengutus salah seorang kerabat dekatnya mengembalikan "duit hakumbang auh" kepada keluarga pihak laki-laki melalui kurir yang pernah diutus disertai dengan penje¬lasan alasan-alasannya secara halus.

Dalam hal niat dari pihak laki-laki diterima, mungkin saja dari pihak perempuan menyampaikan pemberitahuan persetujuan lebih dini dari waktu yang dijanjikan. Namun apabila terjadi jawaban setuju atau tidak setuju dari pihak keluarga perempuan belum juga diketahui meskipun telah melampaui batas waktu yang diperjanjikan, maka kurir dari pihak laki-laki segera mempertanyakannya.

Penolakan oleh keluarga pihak perempuan apabila tidak disampaikan secara arif dapat mengakibatkan keluarga pihak laki-laki merasa dipermalukan karena dianggap ditampik. Pada zaman dulu peno¬lakan sedemikian bahkan dapat mengakibatkan perselisihan diantara kedua keluarga.

Pada masa sekarang pelaksanaan "Hakumbang Auh" tersebut lebih merupakan formalitas saja oleh karena pada umumnya hubungan pergaulan kedua muda-mudi tersebut telah memperoleh kesesuaian dan keluarga masing-masing pihak sebenarnya sudah merestui hubungan dekat antara keduanya. Setelah keluarga pihak laki-laki memperoleh jawaban bahwa "duit hakumbang auh" tersebut diteri¬ma, maka mulailah kedua belah pihak melakukan perundingan inten¬sif tentang rencana "Acara Misek".

b. Misek
Secara harfiah kata "misek" berarti "bertanya", namun dalam konteks Adat Istiadat tentang proses perkimpoian menurut Adat Suku Dayak Ngaju "Acara Misek" berarti "Acara Pertunangan".

Pada hari yang telah ditentukan bersama, keluarga dan kerabat pihak laki-laki beserta calon mempelai laki-laki datang kerumah keluarga pihak perempuan, sebaliknya keluarga pihak perempuan telah siap menerima kedatangan rombongan keluarga pihak laki-laki.

Biasanya diadakan pesta sederhana dengan memotong ayam 3-5 ekor dan babi 1 ekor. Biaya untuk pesta misek ini sepenuhnya ditanggung oleh keluarga pihak perempuan.

Kedatangan rombongan keluarga dan calon mempelai laki-laki dirumah keluarga calon mempelai perempuan melalui suatu rangkaian upacara sederhana sebagai berikut :

Setelah seluruh rombongan calon mempelai laki-laki masuk kedalam rumah, dipersilahkan duduk bersila dan berjejer diatas tikar lampit atau karpet.

Dihadapan mereka dibentangkan tikar rotan anyaman halus. Pada bagian depan biasanya duduk beberapa orang yang mewakili keluarga pihak laki-laki (3-5 orang) beserta seorang ibu (biasanya bibi atau nenek calon mempelai laki-laki) yang menggendong "Sangku" yang berisi beras dan semua syarat-syarat untuk "misek"
Barang-barang yang merupakan syarat dalam "acara misek" biasanya berupa :
a.Seperangkat barang /alat untuk mandi dan merias diri (misalnya sabun mandi, sikat gigi, pasta gigi, sisir rambut, cermin kecil, lipstick, minyak wangi/parfum, bedak, sham¬poo, deodorant, sapu tangan, kain panjang batik, bahan tekstil untuk membuat gaun /kebaya atau pakaian jadi 1 stel lengkap, sandal dan sepatu masing-masing sepasang).
b.2 (dua) buah cincin pertunangan.

Disisi lain dari tikar rotan anyaman halus duduk pula beberapa orang yang mewakili keluarga perempuan (3-5 orang) serta seorang ibu (biasanya bibi atau nenek calon mempelai perempuan).

Acara dimulai dengan pertanyaan dari wakil keluarga pihak perempuan tentang maksud kunjungan rombongan keluarga pihak laki-laki tersebut. Terjadilah dialog antara delegasi kedua pihak yang bahkan kadang-kadang diungkapkan dengan bahasa yang kocak sehingga membuat ramainya suasana.

Hal yang menarik bahwa masing-masing pihak telah menyiapkan sejumlah minuman keras. Barang siapa dalam dialog melakukan kesalahan bicara, maka yang bersangkutan dikenakan "denda" yaitu minum 1 seloki minuman keras tersebut sehingga acara berlangsung hangat dan gembira.

Acara dialog telah selesai, kemudian dilakukan penyerahan barang - barang syarat "misek".
Untuk menerima barang-barang syarat "misek" tersebut, keluarga pihak perempuan menyiapkan 1 (satu) buah "sangku" yang diisi pula dengan beras lebih kurang sepertiga (1/3) atau paling banyak separo (1/2) muatan sangku. Hal ini dimaksudkan supaya didalam sangku masih tersedia tempat menaruh barang¬barang syarat "misek".

Sebelum penyerahan barang-barang syarat "misek" biasanya yang mewakili keluarga pihak laki-laki meminta agar gadis calon tunangan diajak keluar dan duduk diantara para wali keluarga kedua belah pihak.

Menurut Adat, kedua ibu yang menyerahkan dan menerima barang-barang syarat "misek" saling memberi sebagian beras dari sangku masing-masing, hal itu dilakukan untuk menyatakan bahwa kedua keluarga telah merestui pertunangan kedua anak mereka. Selanjutnya satu persatu barang-barang syarat "misek" diserah-terimakan.

Setelah itu dilanjutkan dengan pembahasan isi "Surat Janji Hisek" atau Surat Perjanjian Pertunangan.
Surat Perjanjian Pertunangan memuat hal-hal sebagai berikut :
Syarat-Syarat kimpoi Adat meliputi :
a. Palaku
b. Saput Pakaian
c. Sinjang - Entang
d. Tutup Uwan
e. Lapik Luang
f. Garantung Kuluk Pelek
g. Bulau Singah Pelek
h. Lapik Ruji
i. Rapin Tuak
j. Timbuk Tangga
k. Bulau Ngandung/Panginan Jandau
l. Jangkut Amak
m. Batu Kaja

Dalam hal anak gadis yang akan di pertunangkan tersebut masih mempunyai kakak perempuan yang belum menikah, maka jikalau pada saat perkimpoiannya nanti kakaknya tersebut ternyata masih juga belum menikah, maka terhadap pihak laki-laki akan ditambahkan persyaratan adat yang disebut "Danda Panangkalau" artinya denda atas kimpoi terlebih dahulu dari kakaknya yang harus dibayar oleh pihak laki-laki. Hal itu akan dituangkan dalam Perjanjian kimpoi Adat.

Kemudian Penetapan Hari - Bulan - Tahun Perkimpoian, menyepakati
Besarnya Kontrak Danda Adat apabila terjadi pembatalan perkimpoian, Setelah hal-hal tersebut disepakati maka dituangkanlah kedalam "Surat Janji Hisek" atau Surat Perjanjian Pertunangan.

Acara dilanjutkan dengan penanda-tanganan Surat Janji Hisek (Surat Perjanjian Pertunangan) oleh kedua orang tua (ayah) serta sedikitnya 2 (dua) orang saksi dari masing-masing pihak, Damang Kepala Adat serta Kepala Desa setempat. Penanda-tanganan Surat Janji Hisek tersebut dilakukan dihadapan kedua pihak yang bertunangan.

Kemudian dilaksanakan Acara "Meteng Manas" atau "Tukar Cincin".
Pelaksanaan Acara ini bervariasi sesuai dengan Agama yang dianut , antara lain :

Menurut Agama Kaharingan pada dasarnya tidak dikenal adanya Acara Tukar Cincin Pertunangan, melainkan "Acara Meteng Manas". Damang Kepala Adat memasang gelang manik kepada pasangan yang bertunangan. Tali manik biasanya sari serat tumbuhan yang disebut "Tengang".

Setelah itu Damang Kepala Adat melakukan "Tampung Tawar" kepada pasangan tersebut diiikuti oleh orang tuakedua belah pihak, kerabat dekat atau tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh. Pada keluarga yang beragama Kristen, setelah acara penyerahan barang-barang syarat misek juga dilakukan acara Tampung Tawar, baru setelah itu dilanjutkan Acara Kebaktian yang dipimpin oleh Pendeta. Didalam Acara Kebaktian itu Pendeta memimpin Acara Tukar Cincin Pertunangan
C. Pelaksanaan kimpoi Adat
Rata-rata sebulan sebelum waktu yang diperjanjikan pihak keluarga calon mempelai laki-laki bertanya kepada pihak keluarga calon mempelai perempuan mengenai hari H pelaksanaan perkimpoian, apakah tetap sesuai dengan kesepakatan semula atau ada perubahan/pergeseran waktu.

Bilamana kedua calon mempelai berdomisili di Kampung atau Kota yang sama, pelaksanaan perkimpoian relatif mudah. Namun apabila mereka berdomisili di Kampung atau Kota yang berbeda, kadang-kadang rombongan mempelai laki-laki harus menempuh perjalanan yang melelahkan.

Lama waktu pelaksanaan kimpoi Adat tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak. Di Desa/Kampung biasanya berlangsung selama 2 (dua) hari, namun untuk keluarga yang berada/mampu dapat juga berlangsung lebih lama, misalnya 3-4 hari. Di Kota biasanya lebih singkat sehingga acara perkimpoian seluruhnya dilaksanakan selama 1 (satu) hari saja.

Panganten Mandai
Yang dimaksud dengan Acara "Panganten Mandai" adalah acara dimana mempelai laki-laki beserta rombongan pengantin datang kerumah mempelai perempuan.
Acara Panganten Mandai adalah acara pertama dalam prosesi kimpoi Adat. Di Kampung/Desa Acara Panganten Mandai biasanya dilaksanakan pada pagi hari dan di Kota biasanya pada sore hari.

Menurut Adat Istiadat Dayak Ngaju, rahgkaian kegiatan pada hari Panganten Mandai berturut-turut sebagai berikut :
Mempelai laki-laki dan rombongan berjalan menuju rumah mempelai perempuan diiringi dengan bunyi-bunyian gendang dan gong dengan nama khusus (disebut : gandang manca).

Setiba dihalaman depan rumah mempelai perempuan berhenti sebentar oleh karena dihalangi oleh "lawang sakepeng" yaitu pintu gerbang berhias benang susun tiga yang dibentangkan menghalangi jalan masuk.

Mempelai laki-laki dan rombongan baru di izinkan masuk setelah benang penghalang tersebut putus dalam permainan silat oleh pesilat yang mewakili keluarga mempelai laki-laki maupun pihak mempelai perempuan.

Permainan silat tersebut dilakukan hanya i untuk maksud memutuskan benang penghalang itu saja sebagai syarat dipersilahkannya mempelai laki-laki dan rombongan masuk kerumah mampelai perempuan.

Sebelum dipersilahkan masuk kedalam rumah, didepan pintu masuk telah disiapkan 1 (satu) buah batu asah. Mempelai laki-laki diminta untuk memijak sebuah telor ayam kampung menggunakan kaki kanan sampai pecah. Kemudian oleh salah seorang tokoh adat, orang tua dan wali mempelai perempuan mempelai laki-laki di "tampung tawar" dengan air kembang yang diberi minyak wangi.

Hal tersebut dilakukan dengan maksud agar mempelai laki-laki memperoleh berkat dan rasa damai baik selama prosesi perkimpoian maupun dalam kehidupan rumah tangga mereka kelak. Setelah itu barulah mempelai laki-laki dan rombongan dipersilahkan masuk kedalam rumah sembari ditaburi bunga dan racikan daun pandan yang harum.

Penyerahan Syarat-Syarat kimpoi Adat
Rangkaian acara penyerahan Syarat-Syarat kimpoi Adat meliputi :

1. Sebelum syarat-syarat kimpoi adat diserahkan, dilakukan semacam "dialog" antara wakil keluarga mempelai laki-laki dan wakil keluarga mempelai perempuan yang hampir sama modusnya dengan acara "dialog" pada waktu "acara misek".
Acara tersebut berlangsung sekitar 30 (tiga puluh) menit dan setelah itu diikuti dengan acara penyerahan syarat-syarat kimpoi adat.

2. Syarat-syarat kimpoi Adat di serah terimakan.
Sampailah saat keluarga mempelai perempuan menagih janji syarat-syarat kimpoi Adat sebagaimana telah disepakati dalam "Surat Perjanjian Misek" (Surat Perjanjian Pertunangan).

Sebelumnya dilakukan persiapan-persiapan antara lain ibu kandung mempelai perempuan beserta seorang kerabat dekat menyiapkan 1 (satu) buah "sangku" yang diisi dengan beras sekitar separo dan diberi alas dengan lipatan kain batik panjang. Selanjutnya ibu kandung mempelai laki-laki dan mempelai perempuan saling memberi sedikit beras dari "sangku" masing-masing sebagai perlambang niat mengikat kesatuan dan persat¬uan kedua keluarga.

Sebelum penyerahan Syarat-Syarat kimpoi Adat, pihak keluarga mempelai laki-laki meminta agar mempelai perempuan dihadirkan ditengah-tengah keluarga kedua belah pihak dan para undangan yang hadir.

Selanjutnya pembawa acara membacakan saru persatu Syarat-Syarat kimpoi Adat. Kemudian ibu kandung dan/atau bibi mempelai laki-laki satu persatu menyerahkan Syarat kimpoi Adat dimaksud kepada ibu kandung / bibi mempelai perempuan. Setelah diperiksa lalu ditaruh didalam "sangku".

Setelah semua syarat-syarat kimpoi Adat diserah terimakan dan apabila tidak ada lagi masalah yang mengganjal kemudian dibuatlah "Surat Perjanjian kimpoi Adat". Perihal ketentuan Perjanjian Denda kimpoi Adat menurut ketentuan adat-istiadat jumlahnya ditetapkan 2 (dua) kali lipat daripada ketentuan denda yang tersebut dalam Perjanjian Misek. Misalnya kalau denda dalam Surat Perjanjian Misek besarnya Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) maka dalam Surat Perjanjian kimpoi Adat otomatis ditetapkan sebesar Rp. 5.000.000.- (lima juta rupiah). Kemudian syarat-syarat kimpoi adat yang telah diberali terimakan tersebut dibawa masuk kedalam kamar pengantin.

Syarat -Syarat kimpoi Adat terdiri atas :
1). Palaku
Secara harfiah arti kata palaku adalah permintaan.
Dalam konteks Perkimpoian Adat yang dimaksud dengan palaku adalah mas kimpoi atau jujuran. Dalam Surat Perjanjian kimpoi Adat, palaku dinyatakan dalam jumlah berat gong ; dalam bahasa Dayak Ngaju dinyatakan mis¬alnya : 100 (seratus) kati garantung ( 1 Kati = ± 0,5 gram).

Pada zaman dulu, palaku memang benar-benar diser¬ahkan dalam bentuk gong. Namun dalam perkemban¬gannya akibatnya sulit mencari gong (garantung) maka diganti dengan barang lain misalnya barang perhiasan emas, guci atau sejumlah uang tunai ; dewasa ini umumnya diganti dengan sebidang tanah kebun (karet/rotan) atau tanah perwatasan.

Waktu penyerahan syarat Adat "Palaku" pihak keluarga mempelai laki-laki harus menyatakan barang pengganti tersebut : barang perhiasan emas/ guci/uang tunai/surat resmi tanah kebun atau tanah perwatasan.

Menurut ketentuan Adat, apabila kelak terjadi perceraian saat sama- sama masih hidup (bukan cerai mati) maka palaku tersebut akan menjadi milik orang tua mempelai perempuan ; namun biasanya diserahkan kedalam penguasaan mempelai perempuan.

2). Saput
Secara harfiah kata saput berarti melindungi atau menutupi.
Dalam Perkimpoian Adat, Saput diberikan dalam bentuk 1 (satu) kain batik panjang (bahalai). Saput diperuntukan bagi saudara mempelai perempuan.

Bagi keluarga mempelai laki-laki yang mampu, Saput dapat diberikan sejumlah semua saudara kandung mempelai perempuan masing-masing 1 (satu) lembar kain batik panjang. Namun dengan hanya memberikan 1 (satu) lembar saja sudah dianggap cukup.

3). Pakaian
Syarat Adat "Pakaian" diperuntukkan bagi orang tua mempelai perempuan. Dewasa ini dalam prakteknya syarat adat "pakaian" hanya diberikan 1 (satu) lembar kain batik panjang (bahalai). Sesungguhnya apabila mempelai laki-laki dari keluarga mampu, untuk syarat adat ini dapat pula ditambah dengan masing-masing pakaian 1 (satu) stet lengkap untuk ayah dan ibu mempelai perempuan.

4). Sinjang Entang
Sinjang artinya pakaian perempuan berupa sarung batik. Entang artinya gengong atau menggendong (dimaksudkan : menggendong bayi). Oleh karena itu barang syarat adat sinjang dalam bentuk 1 (satu) lembar kain sarung batik. Entang dalam bentuk 1 (satu) lembar kain panjang batik.

5). Tutup Uwan
Tutup artinya tutup dan Uwan artinya uban.
Syarat adat ini berupa 2 yard/2 meter kain hitam untuk diberikan kepada nenek mempelai perempuan.

6). Lapik Luang
Lapik artinya alas ; Luang artinya suatu tempat menyimpan barang, biasanya berupa "sangku".
Oleh karena itu syarat adat lapik luang diberikan 1 (satu) lembar kain batik panjang.

7). Garantung Kuluk Pelek
Garantung adalah gong ; Kuluk adalah kepala dan pelek adalah patah.
Namun dalam syarat adat garantung kuluk pelek merupakan suatu kata majemuk, yang diberikan dalam bentuk 1 (satu) buah garantung (gong). Biasanya ukuran sedang atau relatif kecil.

8). Bulau Singah Pelek
Bulau adalah emas, Singah adalah alat penerangan dan Pelek artinya patah.
Dalam syarat kimpoi adat, Bulau Singah Pelek ini diberikan dalam bentuk emas. Dalam Adat Istiadat asli masyarakat Dayak sesungguhnya tidak dikenal adanya Cincin kimpoi, tradisi tersebut diadopsi dari kebudayaan lain. Oleh karena pada keluarga yang beragama Kaharingan, syarat Adat "Bulau Singah Pelek" diberikan dalam bentuk emas murni baik dalam bentuk barang perhiasan atau emas hatangan.

Dalam tradisi masyarakat Dayak Ngaju yang beragama Kristen syarat adat "Bulau Singah Pelek" tersebut adalah sepasang cincin kimpoi.

9). Lilis Turus Pelek
Lilis Turus Pelek diberikan dalam bentuk sebuah "lilis" atau manik panjang.


10).Lapik Ruji
Lapik adalah alas dan Ruji artinya pundi-pundi. Lapik Ruji diberikan dalam bentuk 1 (satu) buah uang ringgit perak yang dipergunakan sebagai mata uang pada zaman Belanda. Syarat Adat "Lapik Ruji" merupakan dorongan agar kedua mempelai kelak rajin bekerja dan rajin menabung.

11). Rapin Tuak
Rapin Tuak dibeikan dalam bentuk beberapa botol minu¬man keras yang diadakan masing-masing kedua belah pihak.
Jumlahnya tidak ditentukan dan minuman tersebut dibagikan terutama kepada para wakil kedua belah pihak yang bertugas dalam acara "dialog" dan Acara Haluang-Hapelek serta para tamu.

12). Timbuk Tangga
Timbuk artinya timbunan Tangga adalah tangga. Sehingga yang dimaksud syarat adat "Timbuk Tangga" biasanya diiberikan berupa sejumlah uang dengan tujuan untuk memperbaiki kembali halaman dan tangga rumah yang rusak selama berlangsungnya pesta perkimpoian. Besarnya variatif, tergantung toleransi dari keluarga pihak mempelai laki-laki. Biasanya diberikan sejumlah uang misalnya Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) atau Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah).

13). Bulau Ngandung
Bulau artinya emas dan Ngandung artinya berisi.
Namun yang dimaksud dengan bulau ngandung dalam syarat kimpoi adat adalah biaya pesta kimpoi.

lstilah tersebut kadang-kadang disebut Panginan Jandau yang artinya biaya pesta. Besarnya Bulau Ngandung/Panginan Jandau tergantung pada kesepa¬katan kedua belah pihak.
Menurut kebiasaan, Bulau Ngandung/ Panginan Jandau dilaksanakan secara bersama-sama atau patungan antara kedua belah pihak.

14). Jangkut Amak
Yang dimaksud dengan Jangkut Amak adalah peralatan tidur mempelai.
Jangkut adalah kelambu dan Amak adalah Tikar. Biasanya biaya syarat adat "jangkut amak" disediakan oleh keluarga mempelai laki-laki dan penyiapannya/ pengadaannya oleh keluarga mempelai perempuan. Kelengkapan barang-barang "jangkut amak" terdiri atas ranjang pengantin, kasur, bantal-guling, sprei dan kelambu. Namun dalam prakteknya sering pengadaan barang¬barang tersebut secara patungan.

15. Batu Kaja
Kaja artinya bertamu.
Syarat adat batu Kaja biasanya berupa sebuah gong (garantung) ukuran sedang yang diberikan oleh orang tua mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan pada saat acara menerima menantu (Pakaja Manantu).
Biasanya diadakan suatu pesta kecil dengan mengundang kerabat dekat.

Setelah semua Syarat Adat diterima maka sebelum disimpan dikamar pengantin, Damang Kepala Adat atau Tokoh Adat yang mewakili damang melakukan upacara singkat dengan mengangkat "sangku" yang berisi syarat-syarat kimpoi adat dengan mengucapkan doa selamat dalam Bahasa Dayak Ngaju sebagai berikut :

Inggatangku ikau toh sangku uka rahian andau hagatang kea sewut saritan ewen toh, mangat mambelom arep ewen, tatau, sanang, pintar-harati tun-tang baurnur panjang.
(kuangkat engkau sangku agar kelak terangkat pula nama dan kemasyhuran mereka, hidup senang, kaya, pandai dan bijaksana serta memperoleh umur panjang).

Inganjungku ikau toh sangku akan hila pambelep, uka belep kea kare dahiang baya, nupi kampa ije papa, belep kea kare kapaut kabantah, palus lembut kapakat kabulat atei uka belum untung batuah.
(kuarahkan engkau sangku kearah barat agar ikut terbenam pula firasat dan mimpi buruk, terbenam pula segala bentuk perselisihan dan silang sengketa sehingga terbitlah rasa kebersamaan agar rezeki melimpah-ruah).

lnganjungku ikau toh sangku akan hila parnbelum, maka kilau to belom aseng nyaman ewen. belom kea tiruk itung, pikir-akal dan belom kea isi daha.
(kuarahkan engkau sangku kearah timur agar dengan demikian selalu sehat segar-bugar serta hidup pula cara berpikir mereka menuju kebahagiaan).

Inggatangkuh ikau toh sangku akan ngambu. Uka panju-panjung kea sewut saritan ewen, belom bauntung dan tuah bahambit.
(kuangkat engkau sangku keatas agar dengan demikian masyhur pula nama dan perbuatan baik mereka, penuh keberuntungan dan hidup bertuah serta berezeki)

Setelah itu sangku dan semua Syarat kimpoi Adat dibawa masuk dan disimpan didalam kamar pengantin.

Penanda Tanganan Surat Perjanjian kimpoi Adat.
Surat Perjanjian kimpoi Adat ditanda-tangani oleh kedua mempelai, diikuti oleh orang tua dan para saksi dad kedua belah pihak (biasanya 2 orang), Kepala Kampung/ Desa dan Damang Kepala Adat.

Upacara Ritual
Pada Agama Kaharingan Damang Kepala Adat melaksanakan : Mameteng Manas dan Lilis serta "Manyaki Panganten" dengan darah hewan yang dipotong untuk pasta pernikahan tersebut serta "manampung tawar" dan "mambuwur behas" diatas kepala kedua mempelai sembari mengucapkan doa secara Kaharingan.

Pada saat itu kedua mempelai duduk bersanding diatas sebuah gong besar sambil bersama-sama memegang tombak yang ditancapkan pada buah kelapa yang ditaruh dalam sebuah "sangku" yang berisi beras.

Selesai upacara Ritual tersebut, setelah makan malam bersama, pada Agama Kaharingan biasanya dilanjutkan dengan acara "Haluang Hapelek".

Salah satu bagian dari Acara Ritual Adat Dayak yang dilak¬sanakan oleh masyarakat Dayak adalah Tampung Tawar. "TampungTawar" dan "Mambuwur Behas" merupakan suatu acara dalam Adat-Istiadat masyarakat Dayak Ngaju yang maksudnya sebagai permintaan doa dan permintaan berkat kepa¬da Yang Maha Kuasa. Dalam upacara "Tampung Tawar" yang lengkap, doa yang disampaikan hampir sama dengan "Acara Manyaki".

Tokoh Adat yang melaksanakan Tampung Tawar atau Manyaki sambil mengucapkan doa dan harapan sebagai berikut :

Kilau kasadingen danum-tawar toh aku manyadingen paim. Maka sadingen kea aseng nyamam.

Inyadingengku likut tatap paim uka manalikut kare peres panyakit baratus arae, sampai kare baribu bitie. manalikut dahiang baya, nupi papa, sial-kawe, Pali-endus barutas matei.

lnyadingengku lawin tunjukm kilau panyurung tanjung maka mayurung kea kare pikir akal, tiruk itung tuntang isi daham.

Inyadingengku buntis tuntang tambang takepm uka manambang tuah rajaki, bulau pungkal raja, rabia tisik tambun.

lnyadingengku ututm, kilau utut tantungan tulang maka hatuntut kea kare tuah rajaki. untung ukur tuntang tahaseng panjang.

Inyadingengku lukapm hapa menekap panatau panuhan tuntang uang-duit ; sadingen kea mahaga anak jarian, esu-buyut, uka hagatang sewut sarita.

Inyadingengku sikum uka manyiku hagagian kare dahiang -baya. nupi papa, sial-kawe tuntang ganan taluh papa.

Inyadingengku hunjun baham hapa manyambaha kare panatau panuhan, belom batuah barajaki tuntang umur panjang.

lnyadingengku tulang salangkam, hapan manyalangka hagagian sial kawe, pali endus, barutas matei.

lnyadingengku balengkung tuntang bongkok tingangm uka batengkung kambang nyahun tarung nyangkelang kulam Baring ije beken.

Inyadingengku ijangm uka pander saritam babehat, bahari kilau sarip nyahu hakumbang langit.

Inyadingengku tutuk urungm uka mananturung tuah-rajaki, umur panjang belom panju-panjung.

lnyadingengku balaum uka mahalau kea kare peteh liau matei, janjin pangambu nihau, batu junjun karapurum mahunjun kambang nyahun tarung.

lnyadingengku kulukm uka ikau manakuluk panatau panuhan, barajaki belom baumur panjang.

Toh behas-danum maka kilau behas toh tau mangkar-manyiwuh, kalute kea panatau panuhan, manak manjaria pintar-harati, panju-panjung kilau batang garing belum gantu-gantung batuyang tambarirang, sihung garing tuya-tuyang, baumban suli langiran sampu unar jala.

Toh undus kajarian bangkang haselan tingang, minyak uring katilambang nyahu, kilau balau bakahut tau bakarak kalute kea pambelom heton panju-panjung baumur panjang.

Natisangku nyalung kaharingan belom mangat bitim belom sanang - mangat kilau asang suhun danum. haring manggigi tingkah ampah lawai baun andau.



Pencatatan Perkimpoian (Catatan Sipil)
Pada Agama Kristen pelaksanaan Pencatatan Perkimpoian oleh petugas Kantor Catatan Sipil, biasanya dilakukan di Gereja segera setelah selesai Acara Kebaktian Pemberkatan Nikah. Pada Agama Kaharingan, Pencatatan Perkimpoian oleh petugas Kantor Catatan Sipil pada esok harinya dirumah mempelai perempuan tempat pelaksanaan seluruh upacara perkimpoian.

Acara Resepsi
Resepsi Pesta Perkimpoian dilaksanakan pada hari kedua. Apabila pesta perkimpoian dilaksanakan di Kampung/Desa, tern-pat resepsi pesta perkimpoian langsung dirumah keluarga mem¬pelai perempuan. Di Kota umumnya selain dirumah keluarga mempelai perempuan juga dapat dilaksanakan disuatu gedung yang disewa khusus untuk maksud itu.

Cara menyampaikan undangan berbeda, di Kota dengan surat undangan secara tertulis dengan model kartu undangan yang dibuat khusus, sebaliknya di kampung/desa undangan cukup dilakukan secara lisan yang disebut "parawei".

Oleh karena itu, bilamana di Kota yang menghadiri undangan umumnya orang dewasa dan/atau pemuda-pemudi, sebaliknya di kampung/desa para kerabat dan rumah tangga umumnya juga membawa serta anak-anak kecil.

Rangkaian Akhir Pesta Perkimpoian
Untuk keluarga yang beragama Kaharingan acara terakhir berlangsung pada hari ketiga yang disebut "museh kuluk" yaitu pesta kecil untuk kalangan sendiri khusus memasak kepala hewan yang disembelih sehari sebelumnya.
Rangkaian akhir pesta perkimpoian dilingkungan keluarga Kristen dilaksanakan dalam bentuk Acara Kebaktian yang diselenggarakan pada hari kedua malam harinya.

2. Perkimpoian dengan Cara yang Tidak Lazim.
Ada beberapa cara perkimpoian yang tidak lazim namun sewaktu-waktu dapat terjadi, yaitu :
a. kimpoi Pahinje Arep
Kalau diterjemahkan "kimpoi pahinje arep" adalah hidup bersama atas kemauan sendiri.

Biasanya hal ini dapat terjadi akibat beberapa sebab misalnya :
- Akibat ketidak mampuan secara ekonomi balk untuk memenuhi syarat-syarat adat maupun biaya pesta perkimpoian.

- Akibat salah satu atau kedua pihak keluarga tidak merestui kehendak pasangan tersebut menikah ; dengan cara demikian dengan sendirinya memaksa pihak orang tua untuk merestui dan meresmikan perkimpoian mereka.

b. kimpoi Hatamput
kimpoi Hatamput artinya kimpoi lari. Terjadi atas kehendak bersama pasangan yang bersangkutan tanpa sepengetahuan orang tua. Biasanya dalam hal ini terjadi akibat hubungan mereka tidak disetujui oleh orang tua anak gadis tersebut. Pada bagian ini termasuk pula membawa anak gadis orang meskipun dengan cara paksa.

c.kimpoi Tungkun
Seorang laki-laki membawa lari isteri orang dan kemudian mereka minta dikimpoikan secara resmi oleh Damang Kepala Adat/ Mantir Adat.

d.kimpoi Nyakei/Manyakei
Kata Nyakei berarti naik. Biasanya lebih sering dilakukan oleh pihak perempuan (gadis atau janda) yang nekat membawa buntalan / tas pakaiannya kerumah/kekamar tidur seorang laki-laki, minta diperistri. Perempuan yang bersangkutan nekat tidak akan pulang kembali kerumah orang tuanya sampai mereka dinikahkan secara resmi.

Meskipun jarang terjadi, kimpoi Nyakei dapat juga dilakukan oleh pihak laki-laki. Yang bersangkutan nekat membawa buntalan/ tas pakaiannya kerumah seorang gadis dan tidak akan beranjak sebelum keinginannya dipenuhi dan mereka dikimpoikan menurut adat.

3. kimpoi Tulah.
Yang dimaksud dengan kimpoi tulah adalah suatu perkimpoian yang ter¬paksa dilakukan oleh karena pasangan tersebut meskipun dari segi usia mereka segenerasi, tetapi dari nisi silsilah secara total tidak sederajad.

Misalnya antara paman dan keponakan, antara kakek dan cucu atau sebaliknya antara keponakan dan bibi, antara cucu dan nenek.

Biasanya pasangan tersebut telah dipergoki melakukan perbuatan dosa hubungan seks yang menurut adat dilarang. Oleh karena mereka tidak menghiraukan teguran dari berbagai pihak maka masyarakat menuntut kepada Kepala Desa dan Damang Kepala Adat serta para Mantir Adat agar segera menuntaskan masalah tersebut untuk menghindarkan aib dan malapetaka bagi warga masyarakat dan desa.

Menurut Adat Dayak Ngaju, pasangan tersebut hanya dapat dikimpoikan melalui suatu upacara kimpoi yang sangat memalukan yang disebut kimpoi Tulah.

Prosesi upacara kimpoi Tulah sangat berbeda dengan upacara perkimpoian yang lainnya. Dalam upacara kimpoi Tulah, marta¬bat kemanusiaan mereka direndahkan menjadi setingkat dengan binatang oleh karena perbuatan yang telah mereka lakukan tidak ubahnya perilaku binatang/babi.

Terhadap penyimpangan perilaku yang menyebabkan terjadinya perkimpoian melalui cara yang tidak lazim ataupun kimpoi tulah, dikenakan sanksi adat berupa denda adat yang disebut singer.

(Sumber : Adat Istiadat Dayak Ngaju diterbitkan LSM Pusat Budaya Betang Kalimantan Tengah [LSM PBBKT] 2003)
- Kutipan : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1556234

No comments :

Post a Comment

 
Copyright © 2009-2013 Cerita Dayak. All Rights Reserved.
developed by CYBERJAYA Media Solutions | CMS
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Flickr YouTube