BREAKING

Sunday, November 1, 2009

Naik Dango

Oleh : Yohansen

Naik Dango merupakan satu-satunya peristiwa budaya Dayak Kendayan yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun. Dalam Upacara Adat Naik Dango, selain acara inti yakni “nyangahathn”,1 Upacara Adat Naik Dango intinya hanya berlangsung satu hari saja tetapi karena juga menampilkan berbagai bentuk budaya tradisional di antaranya berbagai upacara adat, permainan tradisional dan berbagai bentuk kerajinan tangan yang juga bernuansa tradisional, sehingga acara ini berlangsung selama tujuh hari. Penyajian berbagai unsur tradisional, selama Upacara Adat Naik Dango ini, menjadikannya sebagai even yang eksotis ditengah-tengah kesibukan masyarakat Dayak.2 Upacara Adat Naik Dango merupakan perkembangan lebih lanjut dari acara pergelaran kesenian Dayak yang diselenggarakan oleh Sekretariat Bersama Kesenian Dayak (SEKBERKESDA) pada tahun 1986.3 perkembangan tersebut kuat dipengaruhi oleh semangat ucapan syukur kepada Jubata yang dilaksanakan Masyarakat Dayak Kendayan di Menyuke setiap tahun setelah masa panen padi usai.

Dalam bentuknya yang tradisional, pelaksanaan Upacara Adat pasca panen ini dibatasi di wilayah kampung atau ketemanggungan. Inti dari upacara ini adalah nyangahathn yaitu pelantunan doa atau mantra kepada Jubata, lalu mereka saling mengunjungi rumah tetangga dan kerabatnya dengan suguhan utamanya seperti: poe atau salikat (lemang atau pulut dari beras ketan yang dimasak di dalam bambu), tumpi cucur), bontonkng (nasi yang dibungkus dengan daun hutan seukuran kue), jenis makanan tradisional yang terbuat dari bahan hasil panen tahunan dan bahan makanan tambahan lainnya.

Mitos Asal Mula Naik Dango

Naik Dango didasari mitos asal mula padi menjadi popular di kalangan orang Dayak Kalimantan Barat, yakni cerita “Ne Baruankng Kulup” yaitu Kakek Baruangkng Yang Kulup karena tidak sunat. Cerita itu dimulai dari cerita asal mula padi berasal dari setangkai padi milik Jubata di Gunung Bawang yang dicuri seekor burung pipit dan padi itu jatuh ke tangan Ne Jaek (Nenek Jaek) yang sedang mengayau. Kepulangannya yang hanya membawa setangkai buah rumput (padi) milik Jubata, dan bukan kepala yang dia bawa menyebabkan ia diejek. Dan keinginannya untuk membudidayakan padi yang setangkai itu menyebabkan pertentangan di antara mereka sehingga ia diusir. Dalam pengembaraannya ia bertemu dengan Jubata. Hasil perkawinannya dengan Jubata adalah Ne Baruankng Kulup. Ne Baruankng Kulup inilah yang akhirnya membawa padi kepada “talino” (manusia), lantaran dia senang turun ke dunia manusia untuk bermain “Gasing”. Perbuatannya ini juga menyebabkan ia diusir dari Gunung Bawang dan akhirnya kawin dengan manusia. Ne Baruankng Kulup lah yang memperkenalkan padi atau beras untuk menjadi makanan sumber kehidupan manusia, sebagai penganti “kulat” (jamur, makanan manusia sebelum mengenal padi), bagi manusia.4 Namun untuk memperoleh padi terjadi tragedi pengusiran di lingkungan manusia dan jubata yang menunjukan kebaikan hati Jubata bagimanusia.

Makna Upacara Adat Naik Dango bagi masyarakat Suku Dayak Kendayan antara lain , yaitu pertama: sebagai rasa ungkapan syukur atas karunia Jubata kepada manusia karena telah memberikan padi sebagai makanan manusia, kedua: sebagai permohonan doa restu kepada Jubata untuk menggunakan padi yang telah disimpan di dango padi, agar padi yang digunakan benar-benar menjadi berkat bagi manusia dan tidak cepat habis, ketiga: sebagai pertanda penutupan tahun berladang, dan keempat: sebagai sarana untuk bersilahturahmi untuk mempererat hubungan persaudaraan atau solidaritas.

Dalam kemasan modern, upacara Adat naik Dango ini dimeriahi oleh berbagai bentuk acara adat, kesenian tradisional, dan pameran berbagai bentuk kerajinan tradisional. Hal ini menyebabkan Naik Dango lebih menonjol sebagai pesta dari pada upacara ritual. Namun dilihat dari tradisi akarnya, ia tetap sebuah upacara adat.

1 Nyangahathn adalah pembacaan doa atau mantra kepada Jubata untuk keselamatan selama proses Upacara Adat Naik Dango.

2 Surat Kabar Harian Akcaya: 29 April 2007.

3 Ivo Herman, Gawai Dayak dan Fanatisme Rumah Panjang Sebagai Penelusuran Identitas, Pontianak:UNTAN (2001). Hlm. 292.

No comments :

Post a Comment

 
Copyright © 2009-2013 Cerita Dayak. All Rights Reserved.
developed by CYBERJAYA Media Solutions | CMS
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Flickr YouTube