Pendahuluan
Kira-kira pada tahun 1370, tarikh masehi, kampung Jering, Kec. Ngabang Kabupaten Landak sekarang, terkisahlah dua orang bernama KALEDER seorang lelaki dengan seorang perempuan bernama ANTEBER. Keduanya terkenal pada masa itu dan tidak terlupakan oleh penduduknya hingga sekarang ini, karena merekalah awal mulanya suku KENDAYAN.
Kira-kira tahun 1377 tarikh masehi lahirlah seorang anak mereka yang bernama RIYA JAMBI. Kemudian Riya Jambi kawin dengan seorang perempuan bernama NGANTAN BARANGAN. Seorang peerempuan yang berasal dari gunung Bawang daerah Sambas. Mereka telah dikaruniakan lima orang anak laki-laki. Masing-masing bernama : Riya Kanu, Riya Tano, Riya Rinding, Riya Tanding, dan kelima Riya Jane.
Pada suatu ketika, sedang anak-anak tersebut bermain gasing di halaman rumahnya, datanglah seorang anak laki-laki yang tak tahu nama dan asalnya. Anak pendatang itu berumur kira-kira dua belas tahun. Dengan sikap yang berani, ia datang dengan memangka gasing yang sedang dimainkan anak-anak Riya Jambi. Gasing yang dipangkanya, terpelanting menembus dinding dapur. Langsung memecahkan tempayan kuno milik Riya Jambi. Tempayan kuno adalah satu benda yang dianggapnya keramat dan mahal haarganya.
Anak itu menghilang kemana rimbanya. Besok harinya anak pendatang ini muncul lagi diwaktu anak-anak Riya Jambi sedang bermain seperti sediakala. Ia memangka gasing anak-anak itu pula. Tanpa diketahui anak pendatang ini Riya Jambi sedang memperhatikannya dengan segera memanggilnya naik ke rumah. Ia diinterpiu oleh Riya Jambi, “Dari mana engkau datang, dan siapa orang tuamu?”. Saya datang dari gunung Bawang, dan orang tuaku Ngantam Barangan. Bapakku bernama Bujang Nyangko”, kedua nama ini sangat dikenal Riya Jambi. Riya Jambi memutuskan dalam hatinya, bahwa anak ini adalah anak saya juga. Seorang anak yang sudah lama tak dilihatnya lagi. Anak itu menyebut juga namanya sendiri Riya Sinir. Nama ini lebih meyakinkannya. Riya Jambi sangat gembira melihat dan mengetahui bahwa ialah saudaranya. Bukan lagi sebagai saudara, tapi sebagai anak kandungnya. Riya Sinir dibujuk dan diajak tinggal bersama-sama saudaranya. Riya Sinir menjadi anak kesayangan bapaknya, Riya Jambi.
Tawaran dan perasaan Riya Jambi sangat terasakan Riya Sinir. Tapi tidak langsung diterimanya mentah-mentah penawaran itu. Riya Sinir tetap mengingat akan pesan ibunya. Ia mohon kepada Riya Jambi, untuk memenuhinya, barulah ia kembali. Ibu menyuruhnya mencari kulit salai bakal pesta sunatan bagi dirinya sendiri. Pergilah ia mencari pesan ibunya. Ia masuk hutan dengan alat sumpitnya. Ia menginginkan kulit salai burung enggang. Ia berjalan cermat mengamati keatas pohon-pohon. Nasib baik baginya, ia telah melihat seekor burung enggang sedang bertengger rendah di atas pohon. Dengan rasa gembira dan hati-hati ia mulai menunjukkan mata sumpitnya kearah burung enggang. Dihembuskannya anak sumpitnya, terbang menancap tepat ke dadanya. Namun burung yang kuat terbang ini masih berusaha terbang pulang dalam sangkarnya. Burung ini adalah burung piaraan seorang anak gadis di Tembawang Selimpat. Burung enggang terbang dikejar terus Riya Sinir yang masih muda itu. Riya sangat prihatin untuk mendapatkannya. Burung ini hinggap tepat di depan seoarang gadis yang sangat manis. Burung ini disambutnya ramah. Burung ini memang meminta pertolongan pengobatan dari gadis itu. Iapun segera mengobatinya. Riya Sinir mau merebutnya, karena ia tahu pasti, bahwa burung itu baru disumpitnya. Kedua anak muda ini berbantah-bantah. Seorang mengakui sebagai hasil sumpitnya dan pihak gadis cilik mengatakan bahwa burung itu adalah peliharaannya. Lama kelamaan perbantahan itu merendah suaaranya. Riya Sinir menurun kemauannya. Ia tak dapat melawan kata-kata manis lembut merawankan dari sigadis manis itu. Riya Sinir coba menyampaikan maksud murninya kepada gadis cilik itu. Dengan kata-kata yang meyakinkan, Riya Sinir berterus terang apa maksudnya mencari burung enggang. Ssigadis cilikpun tidak berkeras hati atas keperluan Riya Sinir. Burung itu diserahkannya dengan sepenuh hati.
Kerelaan hati si gadis cilik ini telah lebih mengharukan hati dan menambah rasa mesra Riya Sinir terhadap sigadis manis cilik itu. Riya Sinir memberanikan diri untuk menyampaikan isi sanubarinya. Riya Sinir ingin membentangkan tali cinta seumur hidup. Ingin sehidup semati. Dengan hati mau, tapi berselubungkan malu, sigadis cilik menganggukkan kepalanya tanda setuju. Sebagaimana adat, bukti pengikat tali cinta, sigadis mengajak Riya Sinir mengangkat tangannya untuk mencoba cincinnya ke jari manis Riya Sinir. Dengan suara merayu lembut disertai pegangan jari-jari lembut bagaikan roti digosok mentega, licin mencobakan cincin rotan pengikat hati keduanya. Si gadis cilik bernama DARA HITAM berkata : “KALAU KIRANYA CINCINKU INI COCOK PADA JARI MANISMU, TENTU ENGKAULAH SUDAH JODOHKU”. Untunglah cincin itu tepat cocok pada jarinya. Pegangan tangan halus ini pula lebih menambah mesranya hati Riya Sinir kepada si Dara Hitam. Perhubungan mereka sekarang sudah resmi untuk keduanya. Dengan gembira kembar, pulang Riya Sinir membawa burung enggang untuk salai bersama cincin tanda ganti dir Dara Hitam yang telah mencintainya. Dara Hitam berdiam di Tembawang Selimpat, di tepi Sungai Tenganap, Kampung Jering menunggu masanya untuk Riya Sinirmendampinginya. Saduran/kutipan dari majalah Warta Kebudayaan Propinsi Kal-Bar, catatan Petrus Anyiem, ceritera apk Tjupak, Kepala Kampung Padi II, Sei Ambawang Pontianak, pak Djapon kepala kampung Durian Sei Ambawang, Pontianak. bersambung.....
Kira-kira tahun 1377 tarikh masehi lahirlah seorang anak mereka yang bernama RIYA JAMBI. Kemudian Riya Jambi kawin dengan seorang perempuan bernama NGANTAN BARANGAN. Seorang peerempuan yang berasal dari gunung Bawang daerah Sambas. Mereka telah dikaruniakan lima orang anak laki-laki. Masing-masing bernama : Riya Kanu, Riya Tano, Riya Rinding, Riya Tanding, dan kelima Riya Jane.
Pada suatu ketika, sedang anak-anak tersebut bermain gasing di halaman rumahnya, datanglah seorang anak laki-laki yang tak tahu nama dan asalnya. Anak pendatang itu berumur kira-kira dua belas tahun. Dengan sikap yang berani, ia datang dengan memangka gasing yang sedang dimainkan anak-anak Riya Jambi. Gasing yang dipangkanya, terpelanting menembus dinding dapur. Langsung memecahkan tempayan kuno milik Riya Jambi. Tempayan kuno adalah satu benda yang dianggapnya keramat dan mahal haarganya.
Anak itu menghilang kemana rimbanya. Besok harinya anak pendatang ini muncul lagi diwaktu anak-anak Riya Jambi sedang bermain seperti sediakala. Ia memangka gasing anak-anak itu pula. Tanpa diketahui anak pendatang ini Riya Jambi sedang memperhatikannya dengan segera memanggilnya naik ke rumah. Ia diinterpiu oleh Riya Jambi, “Dari mana engkau datang, dan siapa orang tuamu?”. Saya datang dari gunung Bawang, dan orang tuaku Ngantam Barangan. Bapakku bernama Bujang Nyangko”, kedua nama ini sangat dikenal Riya Jambi. Riya Jambi memutuskan dalam hatinya, bahwa anak ini adalah anak saya juga. Seorang anak yang sudah lama tak dilihatnya lagi. Anak itu menyebut juga namanya sendiri Riya Sinir. Nama ini lebih meyakinkannya. Riya Jambi sangat gembira melihat dan mengetahui bahwa ialah saudaranya. Bukan lagi sebagai saudara, tapi sebagai anak kandungnya. Riya Sinir dibujuk dan diajak tinggal bersama-sama saudaranya. Riya Sinir menjadi anak kesayangan bapaknya, Riya Jambi.
Tawaran dan perasaan Riya Jambi sangat terasakan Riya Sinir. Tapi tidak langsung diterimanya mentah-mentah penawaran itu. Riya Sinir tetap mengingat akan pesan ibunya. Ia mohon kepada Riya Jambi, untuk memenuhinya, barulah ia kembali. Ibu menyuruhnya mencari kulit salai bakal pesta sunatan bagi dirinya sendiri. Pergilah ia mencari pesan ibunya. Ia masuk hutan dengan alat sumpitnya. Ia menginginkan kulit salai burung enggang. Ia berjalan cermat mengamati keatas pohon-pohon. Nasib baik baginya, ia telah melihat seekor burung enggang sedang bertengger rendah di atas pohon. Dengan rasa gembira dan hati-hati ia mulai menunjukkan mata sumpitnya kearah burung enggang. Dihembuskannya anak sumpitnya, terbang menancap tepat ke dadanya. Namun burung yang kuat terbang ini masih berusaha terbang pulang dalam sangkarnya. Burung ini adalah burung piaraan seorang anak gadis di Tembawang Selimpat. Burung enggang terbang dikejar terus Riya Sinir yang masih muda itu. Riya sangat prihatin untuk mendapatkannya. Burung ini hinggap tepat di depan seoarang gadis yang sangat manis. Burung ini disambutnya ramah. Burung ini memang meminta pertolongan pengobatan dari gadis itu. Iapun segera mengobatinya. Riya Sinir mau merebutnya, karena ia tahu pasti, bahwa burung itu baru disumpitnya. Kedua anak muda ini berbantah-bantah. Seorang mengakui sebagai hasil sumpitnya dan pihak gadis cilik mengatakan bahwa burung itu adalah peliharaannya. Lama kelamaan perbantahan itu merendah suaaranya. Riya Sinir menurun kemauannya. Ia tak dapat melawan kata-kata manis lembut merawankan dari sigadis manis itu. Riya Sinir coba menyampaikan maksud murninya kepada gadis cilik itu. Dengan kata-kata yang meyakinkan, Riya Sinir berterus terang apa maksudnya mencari burung enggang. Ssigadis cilikpun tidak berkeras hati atas keperluan Riya Sinir. Burung itu diserahkannya dengan sepenuh hati.
Kerelaan hati si gadis cilik ini telah lebih mengharukan hati dan menambah rasa mesra Riya Sinir terhadap sigadis manis cilik itu. Riya Sinir memberanikan diri untuk menyampaikan isi sanubarinya. Riya Sinir ingin membentangkan tali cinta seumur hidup. Ingin sehidup semati. Dengan hati mau, tapi berselubungkan malu, sigadis cilik menganggukkan kepalanya tanda setuju. Sebagaimana adat, bukti pengikat tali cinta, sigadis mengajak Riya Sinir mengangkat tangannya untuk mencoba cincinnya ke jari manis Riya Sinir. Dengan suara merayu lembut disertai pegangan jari-jari lembut bagaikan roti digosok mentega, licin mencobakan cincin rotan pengikat hati keduanya. Si gadis cilik bernama DARA HITAM berkata : “KALAU KIRANYA CINCINKU INI COCOK PADA JARI MANISMU, TENTU ENGKAULAH SUDAH JODOHKU”. Untunglah cincin itu tepat cocok pada jarinya. Pegangan tangan halus ini pula lebih menambah mesranya hati Riya Sinir kepada si Dara Hitam. Perhubungan mereka sekarang sudah resmi untuk keduanya. Dengan gembira kembar, pulang Riya Sinir membawa burung enggang untuk salai bersama cincin tanda ganti dir Dara Hitam yang telah mencintainya. Dara Hitam berdiam di Tembawang Selimpat, di tepi Sungai Tenganap, Kampung Jering menunggu masanya untuk Riya Sinirmendampinginya. Saduran/kutipan dari majalah Warta Kebudayaan Propinsi Kal-Bar, catatan Petrus Anyiem, ceritera apk Tjupak, Kepala Kampung Padi II, Sei Ambawang Pontianak, pak Djapon kepala kampung Durian Sei Ambawang, Pontianak. bersambung.....
No comments :
Post a Comment