Foto : Ilustrasi |
SAMARINDA, KOMPAS - Masyarakat Dayak Punan dinilai
menjadi korban dalam konflik lahan dengan perusahaan. Ini menunjukkan
bahwa pemberian izin lokasi kepada perusahaan tidak sesuai prosedur
sehingga masyarakat tersingkir dari hutan adat mereka sendiri.
Hal
itu disampaikan Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur Rusman Yaqub
seusai menemui perwakilan masyarakat adat Dayak Punan di Kantor DPRD
Kaltim, Kota Samarinda, Selasa (13/3). ”Ini bukti izin yang dikeluarkan
hanya di atas meja, tetapi tak sesuai realitas di lapangan. Seharusnya
pemerintah tahu, di areal itu ada masyarakat adat yang tinggal,” kata
Rusman.
Masyarakat Dayak Punan dari Desa Punan Dulau dan Desa
Ujang, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan, ini mengadu ke DPRD Kaltim
terkait pencaplokan hutan adat mereka seluas 68.000 hektar oleh
perusahaan kayu PT Intracawood Manufacturing. Sebelumnya, mereka
melaporkan hal serupa ke Kantor Gubernur Kaltim.
Rusman
mengungkapkan, meskipun PT Intracawood Manufacturing sudah mengantongi
izin hak pengusahaan hutan (HPH) yang diterbitkan pemerintah pusat bukan
berarti hak masyarakat diabaikan.
”Masyarakat Dayak Punan itu
sudah lebih dulu tinggal di sana sebelum perusahaan masuk. Seharusnya
mereka ditanyai, ini malah perusahaan cari jalan pintas,” tutur Rusman.
Rencananya,
DPRD Kaltim akan memanggil Dinas Kehutanan Kaltim, Pemerintah Kabupaten
Bulungan, dan perwakilan PT Intracawood Manufacturing untuk
menyelesaikan persoalan konflik lahan di Desa Punan Dulau dan Ujang ini.
”Minggu depan kami akan agendakan pertemuannya,” ucap Rusman dan Iwan.
Intracawood
mulai merambah hutan adat Punan Dulau dan Ujang sejak 1988. Dengan
berbekal izin HPH dari Kementerian Kehutanan, mereka menguasai hutan
adat Dayak Punan tanpa ada sosialisasi dan persetujuan dari masyarakat
setempat.
Kepala Lembaga Adat Dayak Punan Kecamatan Sekatak Jonidi
Apan mengungkapkan, setelah perusahaan masuk, masyarakat Dayak Punan
tidak lagi dapat berburu dan terpaksa menanam singkong dan menangkap
ikan di sungai untuk memenuhi kebutuhan hidup. Padahal Dayak Punan
merupakan suku yang biasa berburu dan meramu.
Mukhlis, Pelaksana
Divisi Kehutanan Departemen Kelola Sosial PT Intracawood, mengakui,
larangan berburu dan pemanfaatan hasil hutan yang dipasang perusahaan
bukan ditujukan untuk masyarakat adat Dayak Punan, melainkan untuk warga
dari luar Punan Dulau dan Ujang.(ILO)
Sumber : Kompas.com
sangat sangat tidak adil.
ReplyDeletebagaimana bisa pt intracawood berbuat demikian terhadap sudaraku Suku Dayak Punan, dimanakah hak mereka. penduduk asli kok disingkirkan oleh pendatang, itu bisa disebut penjajahan
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletesebelum indonesia ini terbentuk.
ReplyDeletemasyarakat Dayak sudah ada disitu, jadi sudah pasti Hak Adat.
bagi pemerintah negeri ini seolah" Hak Adat itu diabaikan yang ada sekarang adalah izin. miris
Salam 1 Borneo - Embangun Odah Etam
Dayak Itu Anjing Hutan Rabies, MINGGIR LU ANJING HUTAN
ReplyDeleteIntracawood, bantai aja tuh Dayak, Intracawood masih bisa dipake kayunya,