diciptakan Tuhan (Allatala) di Pulai Kalimantan tepatnya Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan barat yang telah tinggal dan bermukim secara menetap, hidup dari generasi ke generasi dalam wilayah-wilayah ulayat adat dan tersebar :
1. Di aliran Sungai Kapuas meliputi anak sungai Kedamin, Paragi, Palo, Saus, Sayu Kecamatan Putusibau Selatan dan Kecamatan Hulu Kapuas.
2. Di aliran sungai Mandalam meliputi anak sungai Anak Mandalam, Samus dan Danau Sadong Kecamatan Putussibau Utara.
3. Di aliran Sungai Sibau meliputi anak sungai Taman Tapa, Sungai Kapuas, Jolo, Sepandan, Sungai Mapuri, Sungai Potan, Sungai Long Gurung Kecamatan Putussibau Utara.
Keberadaan masyarakat wilayah ulayat adat ini tidak terlepas dari keberadaan masyarakat adat Taman di muka bumi ini yang sampai sekarang masih eksis dengan peradapan leluhurnya di mana Wilayah ulayat telah ditetapkan berdasarkan sejarah pembukaan tanah pemukiman pertama dan kesepakatan bersama melalui perjanjian adat bersama Masyarakat Adat lainnya yang meminta untuk hidup berdampingan dengan masyarakat Adat Taman, yang terletak di batang Sungai Kapuas, Mandalam, Banua Sio dengan batas-batas yang telah diberikan dan ditentukan saat menerima masyarakat lainnya untuk hidup berdampingan selaku masyarakat adat.
Masyarakat adat Daya' Taman berdasarkan sejarahnya dari sejak dulu kala telah memiliki struktur, adat istiadat, nilai, norma, religi, hukum adat, seni dan budaya yang sejak dahulu telah tertata dengan baik sehingga adalah wajar jika masyarakat Adat Taman sejak dulu disebut "TURI" oleh suku etnis lain, "TURI" artinya Tuari atau mentuari yang berarti manusia yang pola hidupnya telah tertata, terpola dengan suatu tradisi dan budaya khas.
Dalam berprilaku sehari-hari, masyarakat adat Daya' Taman semuanya terikat oleh adat dan istiadat, sebagai Masyarakat Adat perbuatan yang merupakan kewajiban, hak, wewenang yang harus dilaksanakan dan laranagn yang harus dihindari menurut ketentuan adat. Jika terjadi pelanggaran, maka siapapun mendapat sanksi hukuman/denda Adat. Bentuk hukuman atau denda tergantung pelanggaran yang dilakukan seseorang dan berupa keharusan melakukan sesuatu yang wajib dilakukan oleh pelaku/terhukum dan yang diterima sebagai ganti rugi oleh korban pelanggaran Adat yang ditetapkan berdasakan putusan sidang Adat.
Dari sejarah keberadaan dan perkembangannya masyarakat daya' Taman emngenal adanya struktur atau penggolongan dikalangan warga masyarakat adat dan ini merupakan ciri tersendiri dan identitasnya sebagai masyarakat adat Daya' Taman. Struktur dan penggolongan ini pulalah yang menjadi landasan penataan pranata sosial dan budaya di dalam kehidupan warga masyarakat adat. Adapun penggolongannya adalah sebagai berikut :
1. Golongan pertama adalah SAMAGAT
2. Golongan Kedua adalah PABIRING
3. Golongan Ketiga adalah BANUA
Struktur dan penggolongan masyarakat Adat Daya' Taman sejak dulu penekanannya lebih kepada pemberian kepercayaan untuk mengemban tugas dan tanggung jawab untuk memimpin bersama warga masyarakat dalam satu komunitas hidup bersama dalam satu atap bangunan rumah yang dikenal dengan Soo Langke (Rumah Betang). Di dalam tatanan masyarakat adat Daya' Taman struktur dan penggolongan sama dengan strata/ penggolongan dalam tatanan golongan ningrat.
Dalam proses kehidupan masyarakat adat Daya' Taman, pemegang (pimpinan) Hukum Adat Tertinggi adalah Tamanggong. Ditingkat desa / dusun adalah Kepala/Ketua Adat. Tamanggong (Indu Banua) dipilih dan diangkat oleh masyarakat adat tanpa membeda-bedakan golongan, keturunan dan keluarga.
Cara pemilihan Tamanggong dan masa jabatannya diatur sesuai dengan ketentuan adat yang merupakan hasil kesepakatan masyarakat Daya' Taman melalui musyawarah adat masyarakat Daya' Taman.
Di setiap desa maupun dusun atau Soo (Rumah Betang) terdapat Toa (Ketua Adat) yang berwenang untuk memutuskan perkara jika terjadi pelanggaran, Jika perkara tidak bisa diselesaikan oleh Toa (Pemuka Adat) di desa maupun dusunnya masing-masing, maka dihadirkan seorang Tamanggong untuk menyelesaikan / memutuskan perkara.
Pola hidup warga masyarakat Daya' Taman yang sifatnya menetap adalah Agraris (Pertanian) dengan usaha tani, tanaman pokok adalah padi (Oryza Sativa L.) dengan sistem ladang berpindah dengan siklus 7 (tujuh) - 10 (sepuluh) tahun untuk ditanami kembali dengan pola seperti ini, tidak mengherankan bahwa disepanjang aliran sungai tempat pemukimannya, warga masyarakat adat memiliki lahan atau tanah pertanian yang banyak dan tersebar dengan istilah Koson Parimbaan, Balean Soo / Pambutan, yang meliputi wilayah-wilayah hutan suaka marga satwa, hutan perburuan dan hutan cadangan untuk meramu (mencari) bahan bangunan dan mengambil hasil-hasil hutan ikutan lainnya.
Untuk kelangsungan keberadaan dan eksistensi lahan parimbaan dan lahan pambutan sebagai hak ulayat masyarakat adat Daya' Taman, pewarisan nilai-nilai sosial ekonomi dan budaya serta harta atas tanah dan segala sesuatu yang ada diatasnya, baik yang telah menjadi milik bersama keturunannya ataupun tanah yang sudah diwakafkan untuk kepentingan pelayanan umum serta harta lainnya diatur dalam kesepakatan-kesepakatan dengan azas kekeluargaan dalam keluarga segaris keturunan, keluarga yang bersangkutan.
Hak anak laki-laki dan anak perempuan di dalam tatanan masyarakat adat Daya' Taman adalah sama (bilateral). Anaka jait/anak angkat juga berhak memiliki tanah warisan, tetapi diberi hak mengelola, menjaga dan menikmati hasilnya sepanjang yang bersangkutan masih membutuhkannnya.
Masyarakat adat Daya' Taman di dalam tatanan kemasyarakatan adat mengenal dan memiliki, lambang dan simbol-simbol sebagai identitas kesukuan tersebut :
1. Pakaian atau busana (pakaian adat) pria dan wanita dengan segala aksesorisnya melambangkan kreativitas dan kreasi sebagai apresiasi terhadap raga manusia serta cita rasa estetika atau keindahan, yang penggunaannya juga disesuaikan dengan aktivitas dan kegiatan yang terjadi di dalam lingkaran kehidupan warga masyarakat adat.
2. Tambe atau bendera, yang melambangkan eksistensinya sebagai kelompok masyarakat adat yang berdaulat atas wilayah-wilayah ulayat adat sebagai sumber kehidupan dan penyelenggaraan pengaturan penataan tatanan pranata sosia, ekonomi dan budaya. Tambe atau bendera mempunyai ukiran tersendiri, ada yang berukiran naga dan di dalam makanan naga serta ditambah dengan betuk ukiran khas daya' Taman disamping bendera atau tambe, ada anak tambe atau tambe daun unti/papanji. Warna-warna, simbol-simbol, bentuk dan ukuran serta penggunaannya memiliki isyarat dan makna dalam kebudayaan masyarakat adat Daya' Taman.
3. Benda-benda pusaka sebagai simbol kekuatan supranatural seperti gunsi (tempayan), batu balien/batu balian (batu atau wujud lain benda) yang memiliki kekuatan gaib serta karue dan senjata tajam seperti basi apang, nyabur (mandau), bua' tung (parang), bulis (tombak) dll, diberi penghargaan yang istimewa dan dipelihara serta diyakini dapat menangkal kekuatan-kekuatan jahat yang dapat mengganggu keselamatan, ketentraman dan kemakmuran dalam masyarakat.
4. Benda-benda kesenian seperti alat-alat musik dalam bentuk tetabuhan, terdiri dari gantungan, tawak, babandi, galentang, kangkuang, tung, gendang, suling, balikan, kolodi' yang dalam masyarakat adat Daya' Taman sebagai ungkapan cita rasa perasaan atau suasana hati dan perasaan yang paling estetis dalam persatuannya dengan alam lingkungan, dengan sesama masyarakat dan Sang Pencipta.
Gambaran umum di atas adalah bagian besar dalam lingkaran hidup masyarakat adat Daya' Taman di dalam penataan pranata kehidupan sosial, ekonomi dan budayanya yang melahirkan kesepakatan-kesepakatan dan aturan main yang dihayati bersama dan diformalisasikan dalam bentuk aturan adat istiadat dan hukum adat.
Sumber :
1. Baroamas Jantingmasuka
2. ID. Soeryamassoeka
3. Buku adat istiadat dan hukum adat Daya' Taman
4. Eugenne Yohanes Palaunsoeka
5. www.marselinamaryani.blogspot.com