Bocah perbatasan Entikong, Sanggau, Kalbar dalam film Batas.
TRIBUN PONTIANAK.CO.ID - Janji kehidupan sejahtera, kembali ditiup pemerintah. Kali ini harapan hidup layak dijanjikan Mendagri Gamawan Fauzi dari Kantor Wapres, Rabu (20/7).
Mendagri menggambarkan derajat kesejahteraan masyarakat perbatasan terwujud di Kalbar- Malaysia, NTT-Timor Leste dan Papua-Papua Nugini melalui rasa bahagia. Perbatasan RI pun aman. Upgrade human settlement jadi fokus pemerintah dalam mengucurkan dana sekitar Rp 5 triliun tahun ini.
Infrastruktur lintas batas dibenahi. Penyediaan air bersih hingga pembangunan pasar-pasar akan dikerjakan kementerian teknis di bawah koordinasi Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP).
Ketika menggelar lokakarya tentang Pos Lintas Batas (PLB) Aruk, Nangga Badau dan Entikong Kalbar, Mota'ain NTT dan Skow Papua, Mendagri sempat menyindir Menteri PU Djoko Kirmanto. Pasalnya, tak ada jalan layak sepanjang perbatasan Malaysia-Indonesia.
Ibarat bumi dan langit. Jalan di Malaysia besar, mulus dan lebar. Di Indonesia hanya jalan tanah, tuna aspal. Fasilitas perumahan dan sarana pendidikan juga jauh tertinggal dari Malaysia.
Apa yang diutarakan Mendagri, berpuluh tahun diketahui, dirasakan dan dikeluhkan masyarakat perbatasan Kalbar. Ironis. Pemerintah belum juga mewujudkan seribu janji surga kesejahteraan masyarakat perbatasan.
Terlalu banyak informasi yang telah diberikan pejabat Kalbar hingga rakyat miskin perbatasan. Tak terhitung pula berapa kali menteri dan pejabat terkait menggelar kunjungan ke "neraka" perbatasan Kalbar.
Namun, hampir 66 tahun republik ini merdeka, masyarakat perbatasan tetap tepekur dalam impian sejahtera belaka. Nasib kelam masyarakat perbatasan hanya mengemuka, ketika mencuat konflik Indonesia-Malaysia.
Komoditas Politik
Mulai bergesernya patok perbatasan, konflik keamanan laut, kekerasan warga Malaysia terhadap WNI hingga rumor rekrutmen pemuda perbatasan menjadi serdadu Malaysia. Pemerintah "mendadak" kaget dan mengobral janji mulai atas dalih keutuhan NKRI.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang BNPP. Segudang menteri terkait, baik bidang perekonomian, Kesra dan keamanan didapuk dalam BNPP yang dikepalai Mendagri.
Namun, hingga kini kesejahteraan masih ilusi. Wajar masyarakat perbatasan kehilangan kepercayaan. Mereka memilih menghindar saat menteri datang berwicara. Ancaman urgen pudarnya nasionalisme di perbatasan.
Pangeran Ratu Surya Negara Sanggau, Drs H Gusti Arman MSi tegas menuding pemerintah mengabaikan dasar negara, Pancasila dan UUD 1945. Bukti yang tak bisa dipungkiri, kian merananya perbatasan.
Tiga Maret lalu, enam dari tujuh menteri lintas sektoral pembangunan perbatasan Kalbar-Malaysia, bahkan melukai hati masyarakat. Mereka mangkir dari pembukaan rapat koordinasi perbatasan yang dipusatkan di PLB Entikong.
Keenam menteri itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menteri PU, Menakertrans, Mendagri, Menkes dan Menko Perekonomian. Benarkah pemerintah tulus mengentas harkat dan martabat masyarakat perbatasan?
Hanya bukti konkret atas kunjungan menteri, pejabat pusat hingga aneka survei perbatasan yang memancarkan kepercayaan baru masyarakat. Bukan tuna ending, tanpa follow up, dan tiada solusi 65 tahun. Enam kali presiden berganti, nasib masyarakat perbatasan Kalbar tetap sedih dan sunyi.
Warga menunggu bukti kejujuran pemerintah mengucurkan dana yang dijanjikan Rp 3,6 triliun untuk menggerus kemiskinan dan ketertinggalan. Saatnya pemerintah menghentikan politisasi kisah sedih. Sindiran Mendagri tak akan berarti, tanpa konkretisasi kesejahteraan rakyat perbatasan. (*)
Mendagri menggambarkan derajat kesejahteraan masyarakat perbatasan terwujud di Kalbar- Malaysia, NTT-Timor Leste dan Papua-Papua Nugini melalui rasa bahagia. Perbatasan RI pun aman. Upgrade human settlement jadi fokus pemerintah dalam mengucurkan dana sekitar Rp 5 triliun tahun ini.
Infrastruktur lintas batas dibenahi. Penyediaan air bersih hingga pembangunan pasar-pasar akan dikerjakan kementerian teknis di bawah koordinasi Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP).
Ketika menggelar lokakarya tentang Pos Lintas Batas (PLB) Aruk, Nangga Badau dan Entikong Kalbar, Mota'ain NTT dan Skow Papua, Mendagri sempat menyindir Menteri PU Djoko Kirmanto. Pasalnya, tak ada jalan layak sepanjang perbatasan Malaysia-Indonesia.
Ibarat bumi dan langit. Jalan di Malaysia besar, mulus dan lebar. Di Indonesia hanya jalan tanah, tuna aspal. Fasilitas perumahan dan sarana pendidikan juga jauh tertinggal dari Malaysia.
Apa yang diutarakan Mendagri, berpuluh tahun diketahui, dirasakan dan dikeluhkan masyarakat perbatasan Kalbar. Ironis. Pemerintah belum juga mewujudkan seribu janji surga kesejahteraan masyarakat perbatasan.
Terlalu banyak informasi yang telah diberikan pejabat Kalbar hingga rakyat miskin perbatasan. Tak terhitung pula berapa kali menteri dan pejabat terkait menggelar kunjungan ke "neraka" perbatasan Kalbar.
Namun, hampir 66 tahun republik ini merdeka, masyarakat perbatasan tetap tepekur dalam impian sejahtera belaka. Nasib kelam masyarakat perbatasan hanya mengemuka, ketika mencuat konflik Indonesia-Malaysia.
Komoditas Politik
Mulai bergesernya patok perbatasan, konflik keamanan laut, kekerasan warga Malaysia terhadap WNI hingga rumor rekrutmen pemuda perbatasan menjadi serdadu Malaysia. Pemerintah "mendadak" kaget dan mengobral janji mulai atas dalih keutuhan NKRI.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang BNPP. Segudang menteri terkait, baik bidang perekonomian, Kesra dan keamanan didapuk dalam BNPP yang dikepalai Mendagri.
Namun, hingga kini kesejahteraan masih ilusi. Wajar masyarakat perbatasan kehilangan kepercayaan. Mereka memilih menghindar saat menteri datang berwicara. Ancaman urgen pudarnya nasionalisme di perbatasan.
Pangeran Ratu Surya Negara Sanggau, Drs H Gusti Arman MSi tegas menuding pemerintah mengabaikan dasar negara, Pancasila dan UUD 1945. Bukti yang tak bisa dipungkiri, kian merananya perbatasan.
Tiga Maret lalu, enam dari tujuh menteri lintas sektoral pembangunan perbatasan Kalbar-Malaysia, bahkan melukai hati masyarakat. Mereka mangkir dari pembukaan rapat koordinasi perbatasan yang dipusatkan di PLB Entikong.
Keenam menteri itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menteri PU, Menakertrans, Mendagri, Menkes dan Menko Perekonomian. Benarkah pemerintah tulus mengentas harkat dan martabat masyarakat perbatasan?
Hanya bukti konkret atas kunjungan menteri, pejabat pusat hingga aneka survei perbatasan yang memancarkan kepercayaan baru masyarakat. Bukan tuna ending, tanpa follow up, dan tiada solusi 65 tahun. Enam kali presiden berganti, nasib masyarakat perbatasan Kalbar tetap sedih dan sunyi.
Warga menunggu bukti kejujuran pemerintah mengucurkan dana yang dijanjikan Rp 3,6 triliun untuk menggerus kemiskinan dan ketertinggalan. Saatnya pemerintah menghentikan politisasi kisah sedih. Sindiran Mendagri tak akan berarti, tanpa konkretisasi kesejahteraan rakyat perbatasan. (*)
Editor : albert
Sumber : Tribun Pontianak
No comments :
Post a Comment