BREAKING

Monday, April 5, 2010

KALTENG MEMBUNUH PAHLAWANNYA

Jurnal Toddoppuli

Cerita Untuk Andriani S. Kusni & Anak-Anakku

original source : www.jurnaltoddoppuli.wordpress.com

« Pahlawan dibunuh dua kali », demikian sejarawan dan Indonesianis Perancis DR. Jacques Leclerc almarhum, dalam tulisannya tentang Amir Sjarifudin, Mantan Perdana Menteri semasa Republik Indonesia masih dirongong oleh Belanda. PM Amir dalam Peristiwa Madiun tahun 1948 bersama sejumlah temannya atas perintah Jenderal Gatot Soebroto, telah ditembak mati di Desa Ngalian. Setelah dihukum mati, segala jasa Amir dicoret dari sejarah. Pencoretan inilah yang oleh Jacques Leclerc dinamakan pembunuhan pahlawan yang kedua kali. Nasib serupa juga pernah dialami oleh Tan Malaka yang sekarang diangkat sebagai pahlawan nasional. Dari kenyataan ini kita melihat betapa “wolak-waliké zaman” (terbolak-baliknya zaman) kjika menggunakan istilah orang Jawa. “Wolak-waliké zaman” ini lebih gamblang lagi di dunia politik sehingga membuat orang mengambil kesimpulan bahwa sejarah tidak lain dari sejarah mereka yang berkuasa. Pandangan terhadap sejarah begini oleh Prof. Dr. Arkoun dari Universitas Sorbonne Paris disebut “sejarah politik”, bukan sejarah ilmiah. Yang mendominasi Indonesia sampai hari ini masih saja sejarah politik, walaupun ada upaya dari sekelompok sejarawan untuk menulis sejarah ilmiah. Tapi usaha ini menghadapi rintangan tidak kecil. Buku John Rossa tentang peristiwa Tragedi September 1965 misalnya dilarang oleh Kejagung, bersamaan waktunya dengan buku dua anak muda NU yang menulis buku hasil penelitian bertahun-tahun berjudul “Lekra Tidak Membakar Buku”. Sejarah politik tidak segan memutar-balik kenyataan disamping menghitamkan sejarah. Sejarah memang suatu medan pertarungan sengit antara berbagai kepentingan. Dalam pertarungan sengit ini tidak sedikit sejarawan dan cendekiawan yang oleh ahli filsafat dari Universitas Semarang Saiful Rohman sebagai “cendekiawan pelacur”. Karena itu tidak heran pula jika pahlawan berkali-kali dibunuh. Bukan hanya dibunuh dua kali, tapi berkali-kali. Tidak heran pula jika di Taman Pahlawan, koruptor, pembunuh rakyat pun juga dimakamkan di situ sebagai pahlawan. Oleh sebab itu Jendral A.M.Hanafi sebelum meninggal berpesan agar ia tidak dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata. Pembunuhan pahlawan yang berkali-kali tidak lain pembunuhan nilai kepahlawanan. Selain itu menunjukkan relativitas isi kepahlawanan di mata politisi dan pengelola kekuasaan. Nilai kepahlawan itu tidak berobah hanya di mata rakyat sekalipun ketika posisi mereka lemah di hadapan negara, mereka menjadi mayoritas diam (silent majority).

Beberapa hari terakhir ini, media massa cetak dipenuhi dengan berita penggantian nama Jalan Adonis Samad menjadi Jalan Ir. Soekarno. Siapa Adonis Samad? Beliau adalah pejuang kemedekaan dari RI 1001 Divisi IV ALRI, satu angkatan dengan Tjilik Riwut, Kapten Mulyono, Iskandar , mantan gubernur R.Sylvanus, dan anggota MN 1001 yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dan tegaknya kekuasaan RI di Kalimantan. Atas jasa-jasa Letda Adonis Samad kepada bangsa dan negara, pada tahun 1961 oleh Presiden RI Bung Karno, beliau dianugerahi Bintang Gerilya Pejuang Kemerdekaan RI. Sejak berdirinya Palangka Raya,, untuk menghormati jasa-jasa dan mengabadikan nama pahlawan kemerdekaan, maka jalan yang menuju ke bandara Tjilik Riwut (dulu bernama Bandara Panarung), diberi nama Jalan Adonis Samad. Pada pertengahan 2009 Distako (Dinas Tata Kota) mengubah nama jalan menuju banda dari Jalan Adonis Samad menjadi Jalan Ir Soekarno. Kepala Seksi Penataan Kota Dinas Tata Kota, Bangunan Pertamanan Kota Palangka Raya Yanekson,ST, MSi mengatakan bahwa perubahan nama ini berdasarkan Surat Keputusan (SK) Pemerintah Kota. Perubahan nama juga, menurut Yanekson “sudah atas izin dari keluarga besar Adonis Samad yang dihadiri oleh tokoh masyarakat dan pemerintah (lihat: Kalteng Pos, 21 Febuari 2010). Pernyataan Yanekson ini dibantah keras oleh Kasuma Adonis Samad, putera kelima Letda Adonis Samad, yang baru mengetahui tentang perubahan nama jalan tersebut dari berita-berita. “Saya merupakan keturunan mangsung Adonis Samad tak pernah memberikan izin. Tidak ada konfirmasi dengan kali keluarga almarhum”, ujar Kasuma. “Kami tidak gila hormat , tapi hargai jasa beliau sebagai pejuang kemerdekaan RI 1002 Divisi IV ALRI”, tambah Kasuma yang mengatakan bahwa rumahnya dengan Yanekson pun terletak tidak berjauhan. Apakah ada dusta di sini? Siapakah yang berdusta? Pertanyaan ini saya ajukan karena dalam dunia politik Indonesia dusta itu berkuasa. Dusta itu salah satu alat pengelola kuasa.

Mengapa dilakukan perubahan nama jalan? Tentang hal ini Yanekson menjelaskan bahwa “perubahan nama dari jalan itu bertujuan untuk memberi penghormatan dan penghormatan kepada Ir. Soekarno sebagai peletak batu pertama pembangunan Kota Palangka Raya”.( Kalteng Pos, 21 Febuari 2010). Artinya tindakan “meletakkan batu pertama pembangunan kota” jauh lebih tinggi nilainya daripada perjuangan seseorang dengan mengadaikan nyawa demi kemerdekaan bangsa. Demikian alur pikiran yang mendasari alasan perubahan nama jalan. Sejalan dengan alur pikiran demikian maka jasa-jasa seorang pahlawan menjadi tidak bermakna untuk diingat dan dihormati. Maka terjadilah perubahan nama yang tidak lain dari pembunuhan kembali pahlawan. Terjadi hal yang menyedihkan dan memalukan bahwa bumi Tambun Bungai yang justru pahlawan Dayak dilakukan pembunuhan pahlawan dan pelecehan pahlawan. Dari segi budaya Dayak sikap ini membelakangi nilai-nilai Utus Panarung, mencampakkan nilai yang dijunjung Sjarikat Dajak tahun 1914, membuang nilai-nilai yang diperjuangkan angkatan pendahulu. Kalteng menjadi kuburan pahlawan yang dibunuh berkali-kali. Pembunuhan kembali adalah satu soal besar. Tapi disamping itu barangkali perlu diteliti dan diusut, kemudian dijelaskan kepada publik bagaimana sejarah dan runtutan terjadinya perubahan nama jalan ini sampai-sampai DPRpun tidak tahu (Kalteng Pos, 21 Februari 2010). Artinya ada masalah procedural juga. Menelusuri jalan kejadian diperlukan agar publik memahami asal-muasal kejadian dan siapa penanggungjawab sesungguhnya. Mengapa sampai terjadi? Bagaimana sampai terjadi Walikota menandatangani SK yang berhakekatkan pembunuhan pahlawan dan tidak prosedural? Pertanyaan-pertanyaan ini muncul karena dibalik gejala yaitu perubahan nama jalan, saya mendengar cerita-cerita dari berbagai sumber. Saya kira, melakukan suatu kesalahan adalah hal yang jamak. Maka mengoreksi kesalahan menjadi suatu tindak dan sikap mulia,bahkan hak asal mau mengoreksinya. Sedangkan menyembunyikan kebenaran dan kenyataan di balik dusta bukanlah kemuliaan seorang pimpinan. Dampak negatif perubahan nama jalan ini bagi masyarakat sudah banyak diutarakan, demikian juga jalan keluarnya. Sisi lain yang berarti dari kasus jalan Adonis Samad ini adalah ia menunjukkan peran pengawasan masyarakat terhadap pengelola kekuasaan untuk terwujudnya good governance, disamping arti perlunya warganegara sadar akan makna menjadi warganegara Republik dan Indonesia.***

Palangka Raya, Febuari 2010

KUSNI SULANG

1 comment :

  1. Seharusnya hal ini Tidak Terjadi...... Nama jln Adonis Samad Seharusnya tetap dipertahankan, bukan untuk mengurangi rasa Hormat Terhadap Ir.Soekarno, tetapi ini adalah Wujud nyata Apresiasi atas Jasa Adonis Samad sendiri.Karena Beliau telah telah mempertaruhkan nyawanya bagi Tanah Air Kalteng, bukan bearti Ir.Soekarno tidak berperan, tetapi disini Adonis Samad mendapat Hak utk di Hargai.Satu hal yang Membuat saya Miris utk Melihatnya seperti nama2 jln di Kalbar,Kebanyakan jln di Kalbar Nama2nya Memakai Nama Pahlawan Nasional yg udh Sering di pakai dimana2. Misalnya Ahmad Yani atau apalah... padahal byk Sekali Pahlawan2 yg berasal dr Kalbar sendiri yg Belum diangkat, apakah Mereka Tidak pantas utk Mendapat perlakuan yang sama???? Tolong Instansi yg terkait dlm melakukan keputusan Pintar2 lah menempatkan sesuatu... Bagimana Kita bisa mencintai Sejarah bangsa ini, jika yg diangkat hanya Nama-Nama Pahlawan itu saja... Terus Pahlawan lain, yg tidak kalah penting peranannya kemana kita tempatkan!Sekali lagi ini bukan utk mengurangi rasa Hormat saya terhadap Pahlawan Nasional yang udh Populer di Telinga Masyarakat... ini hanya Bentuk keprihatinan saya terhadap Pahlawan yang berasal dr daerah yang kurang diangkat bahkan di Lupakan.... (Samad, Mhs Jurusan Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta)

    ReplyDelete

 
Copyright © 2009-2013 Cerita Dayak. All Rights Reserved.
developed by CYBERJAYA Media Solutions | CMS
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Flickr YouTube