Aktivis lingkungan di Kalimantan Tengah menolak eksplorasi oleh PT Kalimantan Surya Kencana yang bekerja sama dengan Freeport-McMoran Copper & Gold. Mereka cemas eksplorasi yang berujung pada penambangan emas di Kalteng itu akan memicu konflik agraria.
Menurut Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng Arie Rompas, pertimbangan penolakan adalah eksplorasi di Papua oleh PT Freeport Indonesia.
Perusahaan yang mayoritas sahamnya dikuasai Freeport-McMoran Copper & Gold itu telah melakukan kegiatan sejak tahun 1967.
Namun, menurut Arie, sampai 45 tahun kemudian, rakyat Papua tak
mendapatkan kesejahteraan, bahkan hanya menimbulkan konflik, bencana
lingkungan, dan kemiskinan.
Dalam konteks eksplorasi di Kalteng, kata Arie, ketidakadilan dalam
penguasaan sumber daya alam dicemaskan akan berujung pada konflik,
termasuk konflik lahan.
“Sangat patut untuk dipikirkan ulang agar pemerintah menolak Freeport
dan perusahaan industri ekstraktif skala raksasa lain yang masuk ke
Kalteng,” papar Arie, Selasa (24/7/2012) di Palangkaraya seperti
dilansir kompas.com.
Arie mengemukakan, lahan yang menjadi sasaran eksplorasi sekitar
120.900 hektar, yang tersebar di Kabupaten Murung Raya, Katingan, dan
Gunung Mas. Namun, dalam data Dinas Pertambangan dan Energi Kalteng
tercantum luasnya sekitar 61.000 ha.
Direktur Eksekutif Save Our Borneo (SOB) Nordin mengatakan,
pihaknya menolak bentuk penguasaan sumber daya alam yang dilakukan
investor asing, termasuk PT KSK bersama Freeport, karena mengancam kedaulatan hak-hak masyarakat adat serta lingkungan di Kalteng.
Nordin mengatakan, selain Walhi Kalteng dan SOB, penolakan juga
disampaikan Komisi Keadilan dan Perdamaian Palangkaraya dan Mitra
Lingkungan Hidup.
“Investasi yang propasar kerap tak menghargai kearifan lokal, peran masyarakat, serta keberlanjutan lingkungan,” ujar Nordin.
No comments :
Post a Comment