BREAKING

Wednesday, January 11, 2012

Menyumpit Prestasi Menjaga Tradisi

Menyumpit Bagi Suku Dayak--MI/
Aries Munandar/cs
(www.mediaindonesia.com)
Bagi suku Dayak, sumpit merupakan salah satu warisan alat berburu yang masih dilestarikan sampai sekarang. Kini, menyumpit pun digemari kalangan atas.

Lelaki berpakaian adat Dayak Salako berdiri di barisan penonton di pinggir lapangan. Pakaian yang berbahan kulit kayu itu berhiaskan bulu landak serta taring babi hutan.

Sebilah sumpit setinggi 2 meter di genggaman tangan kanan menambah eksentrik penampilannya. Lelaki itu berulang kali mengalihkan perhatiannya dari arena pertandingan sumpit karena harus meladeni pertanyaan dan permintaan berfoto dari pengunjung. Semua permintaan itu dilayaninya dengan ramah.

''Saya datang dari Sambas dan menunggu giliran untuk bertanding,'' kata Lasius Belam, 60, sambil tersenyum. Pesumpit senior itu salah satu peserta International Borneo Sumpit Tournament yang digelar di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, tahun lalu. Turnamen itu diikuti 216 pesumpit dari seluruh Kalimantan termasuk Serawak, Malaysia, yang mengutus 25 atlet.

Lasius baru sekitar empat tahun menekuni olahraga tradisional itu. Salah satu prestasi terbaiknya ialah meraih peringkat III dalam kejuaraan sumpit se-Kalimantan Barat pada Festival Budaya Bumi Khatulistiwa di Pontianak, beberapa waktu lalu.

Kendati demikian, menyumpit bukan hal asing bagi pensiunan pegawai negeri sipil itu. Ia sudah mengenal tradisi menyumpit sejak kecil. Aktivitas itu semakin sering dilakukannya saat bertugas di pedalaman Ketapang dan Sambas.

Di saat senggang, Lasius kerap berburu rusa dan babi hutan bersama warga setempat. Mereka bisa seharian berada di hutan untuk mencari hewan buruan. Hasil buruan itu kemudian dibagi rata ke seluruh anggota kelompok.

''Kami biasa sampai naik (memanjat) pohon saat menyumpit agar tidak kelihatan oleh binatang buruan,'' kenang mantan petugas kesehatan itu.

Kini dia sudah jarang berburu. Ia mengalihkan kegemaran menyumpit ke arena olahraga. Lelaki berperawakan sedang tersebut berlatih setiap hari dengan membidik sasaran sejauh 30 meter.

Ia juga merekrut beberapa generasi muda di Sambas untuk dilatih sebagai atlet sumpit. Para atlet binaannya itu di antaranya masih berusia anak-anak. Mereka juga ikut meramaikan turnamen di Singkawang.

''Sebelumnya ada empat anak, tapi sekarang tinggal dua anak yang kami latih. Sulit mencari bibit muda untuk olahraga sumpit,'' ujar Lasius.

Standar dunia
International Borneo Sumpit Tournament merupakan kejuaraan sumpit Kalimantan pertama yang berskala internasional. Kompetisi yang berlangsung beberapa waktu lalu itu mempertandingkan delapan kategori untuk kelompok putra dan putri. Di antaranya kelas 20 meter dan 30 meter dengan posisi berdiri dan jongkok.

Kejuaraan yang berlangsung di halaman mes Pemerintah Kota Singkawang itu menjadi ajang pembinaan atlet sekaligus pelestarian tradisi dan promosi pariwisata.

''Kami mencoba mengangkat potensi budaya lokal supaya bisa 'dijual' sebagai objek pariwisata ke mancanegara,'' kata Direktur Promosi Dalam Negeri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif M Faried, yang membuka secara resmi turnamen tersebut.

Penyelenggaraan turnamen itu menghasilkan beberapa catatan penting bagi perkembangan olahraga sumpit. Para kontingen menyepakati penyeragaman aturan dan kategori pertandingan serta standar peralatan yang digunakan.

Olahraga sumpit selama ini memang belum memiliki aturan dan standar baku. Kendati secara umum aturan dan peralatan yang digunakan relatif sama, beberapa daerah memiliki ketentuan dan kebiasaan tersendiri.

''Di Malaysia belum ada (kategori) jongkok. Kalau bisa, kami juga akan ubah sehingga selain berdiri, menyumpit juga dilakukan berjongkok,'' kata pemimpin kontingen Serawak Anthony Banyan.

Para pemain dan pelatih menyetujui pembakuan aturan main yang selama ini sudah disepakati secara informal. Di antaranya jarak target sumpitan sejauh 30 meter untuk putra dan 20 meter untuk putri.

Penyeragaman aturan itu dianggap penting untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme atlet. Di samping menaikkan gengsi sumpit di pentas internasional sehingga sejajar dengan cabang olahraga lainnya.

''Turnamen ini menjadi momentum kebangkitan sumpit menuju pentas internasional. Ini bisa menjadi ajang promosi pariwisata ke mancanegara,'' jelas Sekretaris Daerah Kota Singkawang Syech Bandar.

Olahraga elite
Olahraga sumpit dikenal luas dan begitu memasyarakat di Malaysia. Berbagai turnamen kerap digelar di negara bekas jajahan Inggris tersebut, mulai tingkat kampung hingga nasional.

Menyumpit bahkan telah menjadi gaya hidup warga kelas menengah ke atas di Serawak, selayaknya golf dan tenis di Indonesia. Mereka biasanya berkumpul di setiap akhir pekan untuk menyumpit bersama di lapangan. Mereka rela merogoh kocek dalam jumlah besar untuk memiliki beberapa set sumpit dan memainkannya.

Sebagai gambaran, harga sebilah laras sumpit di Kalimantan Barat rata-rata Rp2 juta. Nilai itu belum termasuk satu set anak sumpit atau damak, yang harganya bisa mencapai ratusan ribu rupiah.

Anthony, Wakil Presiden I Perhimpunan Nasional Dayak Serawak, berujar, setiap keluarga di Serawak pasti menyimpan minimal satu sumpit. ''Karena ini identitas orang Dayak.''Identitas itu yang terus dilestarikan Malaysia dan menjadi atraksi wisata andalan di Serawak. (N-3)

Aries Munandar, aris@mediaindonesia.com 

Sumber : http://www.mediaindonesia.com

No comments :

Post a Comment

 
Copyright © 2009-2013 Cerita Dayak. All Rights Reserved.
developed by CYBERJAYA Media Solutions | CMS
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Flickr YouTube