Monday, February 22, 2016
#RapuhMembisu
Di bilangan jalan Ahmad Yani 2, persisnya dalam komplek kawasan tanah milik BRG, bangunan yang telah tampak rapuh ini berdiri. Rumah (adat) Betang yang berada di tengah-tengah sawah itu berdiri membisu dengan kondisinya yang tak berdaya. Anda yang sering lewat jalur sekitar tentu tahu letaknya?
Entah bagaimana kisahnya, bangunan tersebut seperti tanpa tuan. Tidak dipedulikan lagi?!
Karena tidak terkelola, tempat ini kerap menjadi arena sohib muda mudi nyantai sambil menikmati suasana sekitar bersama pasangannya. Namun, belakangan intensitas yang dilakukan muda mudi itu sepertinya berkurang, karena kini telah ada yang mendiami tempat itu.
Entas sampai kapan dan akan bagaimana nasib bangunan yang membawa simbol etnik ini kelak? Entalah. Saran liriknya lagu Ebit G Ade untuk bertanya pada rumput yang bergoyang pasti tak akan memberi jawaban.
Yah, hanya perjalanan waktu yang pasti akan memberi jawaban pasti. Tapi sampai kapan menanti itu akan berbuah jawaban. Harap bersabar saja. Atauuuuuuu, Anda punya jawaban nasib bangunan yang membisu ini?
Melihat situasi bangunan yang mulai keropos itu, bila mau dianalogikan, situasinya sama seperti keberadaan hutan warisan leluhur di sejumlah wilayah hidup komunitas yang berhasil dijarah investasi dengan cara yang macam-macam.
Analogi rapuh membisu dalam cerita tersebut mau memperlihatkan betapa hutan sekitar dan wilayah sumber kehidupan yang tadinya baik lantas berubah mengalami perusakan, bahkan tanpa tersisa sebatang pohonpun. Ini kondisi repuhnya.
Sementara membisu, ya hutan yang berhasil dihabiskan itu tidak dapat berbuat apa-apa, selain hanya terdiam membisu.
Pada situasi masyarakat sekitar yang mendapat warisan alamnya yang baik, situasinya juga bisa jadi turut rapuh dan membisu oleh karena berbagai faktor, baik internal maupun karena faktor eksternal.
Lantas, akankah situasi seperti ini menghampiri dan bersemi pada masyarakat dan atau wailayah hidup komunitas yang alamnya masih cantik?
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)