Ibu-ibu Dayak sedang mengikis/mengaus padi ketan |
Thursday, February 2, 2012
Tradisi Membuat EMPING (PAM dalam bahasa Dayak) Masyarakat Dayak menjelang panen
Ketika mendengar kata
Emping, mungkin yang terlintas di benak kita adalah kerupuk melinjo atau sejinisnya.
Tapi berbeda dengan Emping yang satu ini, Emping punya masyarakat Dayak. Emping
ini terbuat dari padi ketan yang belum matang atau isitlah masyarakat Dayak Seberuang
di sebut dengan pulut matak (padi
ketan mentah) yang di petik langsung
dari ladang. Proses pembuatanya juga
terbilang rumit dan unik.
Proses pembuatannya
dimulai dengan memilih padi ketan mentah (pulut
matak) dari ladang, padi ketan yang di ambil harus yang benar-benar pas
tidak boleh terlalu muda dan tidak boleh terlalu tua. Proses ini perlu
ketelitian dan keahlian dalam memilihnya dan ini biasanya dilakukan oleh
ibu-lbu. Tahap selanjutnya adalah melepaskan buah padi ketan dari tangkainya (seperti
digambar). Proses ini tidak seperti yang lazim kita lihat ketika petani selesai
panen yang melepaskan padi dari tangkainya. Tahap ini dinamakan ngikis/ngaus sejenis meraut rotan yaitu
mengosokkan bambu yang sudah di bentuk ke tangkai padi ketan tadi agar
biji-biji padi terlepas dari tangkainya.
Setelah semua biji padi
dilepaskan dari tangkainya, tahap selanjutnya adalah memasak biji padi ketan
tersebut. Proses memasaknya juga berbeda dengan cara memasak biasa, padi ketan
dimasukan ke dalam kuali yang berukuran besar yang muat beberapa gantang. Padi dimasak
dengan kuali tanpa campuran apa-apa, di masyarakat Dayak dikenal dengan namanya
ngrendang. Setelah kurang lebih 30
menit dimasak, padi ketan diangkat dan didinginkan. Proses memasaknya juga
harus pas, tidak boleh mentah dan terlalu masak karna hasilnya tidak bagus.
Selanjutnya padi ketan
yang sudah dingin tadi ditumbuk atau ditutuk
dalam bahasa Dayak. Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat tradisional
semua seperti Lesung, Alu, dan Capan. Tahanp ini benar-benar perlu tenaga
ekstra untuk menumbuk padi tersebut sampai isi padi ketan (PAM) terpisah dari
kulitnya. Dalam tradisi masyarakat Dayak seberuang juga kalau para remaja
laki-laki mau menikah harus sudah bisa menumbuk padi minimal 3 orang dalam satu
Lesung. Ini merupakan tahap terahir dalam proses pembuatan PAM / Emping
masyarakat Dayak. Setelah di tumbuk padi ketan yang sudah jadi PAM (beras ketan
muda) di tampi untuk memisahkan dari sampah kulit padinya.
Setelah semuanya
selesai baru PAM bisa di santap ramai-ramai bersama keluarga besar, sebelum
menyantapnya juga ada prosesi adat sebagai bentuk rasa syukur karena telah
tibanya musim panen. Rasanya yang enak dan empuk dikunyah membuat makanan ini
menjadi idola dimasyarakat Dayak. PAM akan lebih terasa nikmat kalau dimakan
campur kepala parut dan gula merak.
PAM ini hanya bisa
dinikmati satu tahun sekali yaitu pada saat musim panen tiba. Biasanya
pembuatannya juga ramai-ramai dalam satu keluarga besar. Ini juga merupakan
syarat adat sebelum padi bisa mulai di panen.
*Bonny Bulang Aktivis Ekonomi Kerakyatan dan Masyarakat Adat Dayak
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)