BREAKING
  • Wisata pasar terapung muara kuin di Banjarmasin

    Pasar Terapung Muara Kuin adalah Pasar Tradisional yang berada di atas Sungai Barito di muara sungai Kuin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

  • Perayaan Cap Gomeh di kota amoy

    Singkawang adalah merupakan kota wisata di kalbar yang terkenal . salah satu event budaya yang selalu digaungkan untuk mempromosikan kota ini adalah event perayaan Cap Gomeh.

  • Sumpit Senjata Tradisional Suku Dayak

    Sumpit adalah salah satu senjata berburu tradisonal khas Suku Dayak yang cara menggunakannya dengan cara meniup anak damak (peluru) dari bilah kayu bulat yang dilubangi tengahnya.

  • Ritual Menyambut Tamu Suku Dayak

    Ritual ini di lakukan pada saat suku Dayak menyambut tamu agung dengan memberi kesempatan sang tamu agung untuk memotong bulu dengan Mandau

Thursday, August 25, 2011

Buah Langir



Buah Langir bisa di jadikan shampo oleh orang tua kita jaman dulu, buah ini juga bisa di gunakan sebagai obat-obatan tradisional untuk menyembuhkan penyakit gatal-gatal.

Sebagian Warga Singkawang Panik

RETAKAN-BANGUNAN.jpg
TRIBUN PONTIANAK/PRAYUDI
Seorang pegawai menunjuk retakan dinding bangunan akibat getaran gempa di Bengkayang, Kalbar, Rabu (24/8).
TRIBUN PONTIANAK.CO.ID, SINGKAWANG - Getaran gempa susulan, Rabu (24/8) malam, sempat membuat panik warga Kota Singkawang.

Akong yang tinggal di sekitar Taman Rekreasi Sinka Island Singkawang, sontak panik begitu merasakan getaran sekitar pukul 23.55 WIB. Kala itu Akong sedang menunggu tambak udang, tak jauh dari rumahnya.

Sebelumnya, getaran gempa terasa di wilayah Kabupaten Pontianak. Gempa susulan itu, bahkan sempat membuat Hakim Victor langsung lari keluar kamar tidur.

"Tadi sempat ada getaran seperti kendaraan berat melintasi jalan, sekilas saja. Tak ada goncangan sampai barang terjatuh," kata Akong kepada Tribun Pontianak,co.id.

Kendati sempat panik, pelahan-lahan warga setempat tenang kembali. "Tak semua warga merasakan ada getaran," kata Akong.

Harun yang sedang berada di Sungai Garam mengaku merasakan getaran sekitar pukul 23.00. "Getaran gempa tak terlalu lama, hanya sebentar. Saya juga dapat informasi dari teman-teman, bahwa gempa juga terjadi di rumah mereka," tutur warga Singkawang ini. (sgt/shr)

Editor : albert

Wednesday, August 24, 2011

Lomba Esai Pesta Seni dan Budaya Dayak se-Kalimantan IX 2011

Panitia Pesta Seni dan Budaya Dayak se-Kalimantan IX 2011

Salam Budaya,

Pesta Seni dan Budaya Dayak se-Kalimantan IX tahun 2011 (PSBDK) akan segera dilaksanakan di Yogyakarta pada tanggal 20 – 22 Oktober 2011. Dalam rangkaian awal kegiatan tersebut, Panitia PSBDK IX bekerjasama dengan Lembaga Studi Dayak Yogyakarta mengadakan Lomba Esai dengan tema“Keunikan Budaya Dayak dimata Generasi Muda”. Lomba ini diselenggarakan untuk membangkitkan minat menulis, meneliti serta menggemari kebudayaan, khususnya budaya Dayak di kalangan generasi muda dan mahasiswa.

Berikut syarat dan ketentuan lomba:

1. Tema

“Keunikan Budaya Dayak dimata Generasi Muda”

Peserta dipersilakan mengembangkan tema sekreatif mungkin dengan berbagai sudut pandang, minat, penguasaan materi serta referensi. kreatifitas, sudut pandang dan aktualitas akan menjadi unsur penilaian.

2. Syarat dan Ketentuan Lomba

a) Peserta adalah mahasiswa dari berbagai kalangan yang sedang menempuh studi Diploma dan Strata Satu (mahasiswa aktif)

b) Dikuti oleh peserta perorangan atau kelompok (maksimal 3 orang)

c) Tulisan berbentuk esai dan belum pernah dipublikasikan (keaslian karya menjadi tanggungjawab peserta lomba)

d) Panjang tulisan 4 - 6 halaman

e) Menggunakan kertas ukuran A4

f) Ditulis menggunakan komputer memakai huruf Times New Roman ukuran 12 diketik dengan spasi 1,5

3. Aspek Penilaian

a) Kesesuaian dengan tema

b) Kedalaman unsur budaya Dayak yang ditonjolkan

c) Kejelasan ide (gagasan) yang ingin disampaikan

d) Kesesuaian isi dengan tema dan judul

e) Sistematika penulisan

4. Pengiriman Tulisan

a) Tulisan dikirim via pos ke alamat: Asrama Kalimantan Barat IV “JC. Oevaang Oeraay”, Jl. Kepuh, Gondo Kusuman III/1109 klitren, Yogyakarta 55222 serta email panitia: esai_psbdkix@yahoo.co.id dengan menggunakan format PDF

b) Batas akhir penerimaan tulisan di panitia pada 13 Oktober 2011 cap pos

c) Tulisan disertai nama penulis, fotokopi bukti diri (Kartu Tanda Mahasiswa), alamat domisili, serta nomor telepon/handphone

5. Pemenang dan Hadiah

a) Panitia menetapkan Juara I, II, III akan diberikan hadiah berupa uang tunai dan sertfikat:

Juara I : Rp. 750.000,-

Juara II : Rp. 550.000,-

Juara III : Rp. 350.000,-

b) Penentuan pemenang lomba akan diumumkan pada malam Penutup Pesta Seni dan Budaya Dayak se-Kalimantan IX 2011 (22 Oktober 2011)

c) Karya-karya terbaik menurut dewan juri (termasuk juara) akan diterbitkan dalam sebuah buku

d) Buku yang diterbitkan akan menjadi hak karya panitia

e) Keputusan dewan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat

f) Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi panitia dengan contact person

Sdr. Michael Yoga Anes (08122791613)


Tertanda

Panitia PSBDK IX 2011

sumber : www.lembagastudidayak.blogspot.com

Friday, August 12, 2011

Aman-Jatam Peringati Hari Masyarakat Adat Sedunia

SAMARINDA - Alinasi Masya-rakat Adat Nusan-tara (Aman) Kal-tim dan Jaringan Advokasi Masya-rakat Tambang (Jatam) Kaltim menggelar peri-ngatan Hari Masyarakat Adat Sedunia pada 9 Agustus 2011 di Kampung Muara Tae Kabupaten Kutai Barat (Kubar). Peringatan tersebut sebagai wujud perhatian dan perwu-judan terhadap Hari Masyarakat Adat Sedunia dicanangkan Perserikatan Bang-sa-Bangsa (PBB) sejak 1994. Demikian diungkapkan Dinamisator Jatam Kaltim Kahar Al Bachri didampingi Margareta Setting dari Aman Kaltim saat ditemui Koran Kaltim siang kemarin.

“Masyarakat adat merupakan komunitas pertama yang terpinggirkan oleh industri ekstraktif. Karena itu pada 9 Agustus merupakan momentum bagi masyarakat adat di seluruh dunia memeringatinya dengan menggelar berbagai macam kegiatan. Seperti mengevaluasi gerakan mereka, menyerukan tuntutan mereka kepada dunia untuk memahami kondisi dan mengakui eksistensi mereka,” jelas Kahar.

Bahkan Kampung Muara Tae menjadi pusat pelaksanaan peringatan Hari Masyarakat Adat di Kaltim itu merupakan salah satu anggota Aman Kaltim. Karena masyarakat di desa itu berjuang dalam Kelompok Sempekat Pesuli Lati Tana Adat Takaq yang bertekad menjaga dan melestarikan hutan dan adat Dayak Benuaq.

“Muara Tae merupakan gambaran umum mewakili kondisi kesengsaraan, ketertindasan dan kemiskinan melingkupi masyarakat adat di Kaltim di tengah aksi pengerukan kekayaan alam oleh investor raksasa masuk ke kampung mereka. Bahkan di desa itu terdapat dua investor asing berskala internasional telah lama mengeruk kekayaan alam di kampung itu yakni perusahaan tambang batu bara PT Gunung Bayan dan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Lonsum,” ungkapnya.

Kondisi dialami warga desa yang dijanjikan kesejahteraan dari perusahaan nampaknya tak hanya mengancam mereka secara ekologi melainkan secara sosial budaya. Sebab berbagai permainan politik lokal mengancam kedaulatan mereka terhadap wilayah diwariskan nenek moyangnya.
“Atas nama pembangunan, cara pandang itulah yang acapkali disuarakan kala sebuah perusahaan mendapat izin operasi di sebuah kawasan. Sebuah kawasan terlihat ramah dan bersahabat bagi mereka menginginkan modernitas dan perubahan secara cepat. Namun menolak rencana beroperasinya sebuah perusahaan sama saja dengan tak menghendaki terjadinya pembangunan di wilayah tersebut. Hal ini berarti bagi pemerintah kampung sama saja melawan atasannya namun di balik langkah prestisius tersebut negara selalu mengabaikan dampak sosial, lingkungan serta budaya atas izin telah mereka terbitkan,” urainya.
Ia menjelaskan PT Gunung Bayan Pratamacoal (GBPC) tergabung dengan PT Bayan Resourches adalah salah satu aktor yang turut memberikan kontribusi besar akan kehancuran di kawasan tersebut. Operasionalnya berdampingan dengan PT Lonsum merupakan perusahaan kelapa sawit. Kedua perusahaan ini telah mengambil 60 persen wilayah kelola masyarakat adat Kampung Muara Tae. “Gunung Bayan ini perusahaan PKP2B generasi kedua yang mendapat izin seluas 24.055 hektare selama 30 tahun dari pemerintah pusat. Izin itu diterbitkan sejak 1994. Kerakusan tambang tak hanya terhadap lahan tapi juga berimbas pada air. Kondisi ini berawal dari perusakan kawasan tangkapan dan resapan air digali batunya kemudian dilanjutkan kebutuhan air dalam jumlah besar untuk mencuci batu bara tersebut. Potret buram hancurnya sumber penghidupan warga bisa terlihat dari Sungai Nayan yang nasibnya semakin terancam. Padahal sungai itu salah satu sungai besar melintasi perkampungan Muara Tae dan kehadirannya sangat berperan penting. Selain menjadi sarana memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mandi, cuci dan kakus serta kebutuhan memasak dan minum hingga ritual adat. Tapi kondisi itu sirna dan rusak serta air yang ada tak bisa dikonsumsi warga karena tercemar akibat aktivitas pertambangan batu bara tersebut,” katanya.
Margaretha Setting menambahkan penyebab sungai tersebut tak dapat dikonsumsi karena air Sungai Nayan tercemar air asam tambang. Hal Ini tak mengherankan jika sehari-hari warga dengan mudah bisa melihat kapur yang ikut larut di sungai. Sedangkan daya dukung Sungai Nayan semakin menurun tak lain akibat anak sungai yang menjadi sumber mata air dari Sungai Nayan ikut dihancurkan dan berganti menjadi lubang tambang.
“Mata air Telaga One, Telaga Batu, Sungai Jebor, Sungai Tengeliwas dan anak Sungai Telonyok telah diluluhlantakkan sejak kehadiran GBPC . Kini masih ada empat sumber air tersisa yakni Sungai Olukng, Gunung Mani, Gunung Penawang dan Sungai Melinau. Namun keberadaannya terancam atas rencana hadirnya tambang baru bernama PT Gemuruh Perkasa,” ungkap Margaretha.

Dampak dari kondisi itu menyebabkan Kaltim sebagai lumbung energi nasional diibaratkan seperti ayam mati di lumbung padi. Karena kehadiran PT Gunung Bayan tak menyelesaikan krisis energi dihadapi warga kampung. Melainkan membagi hasil produksinya untuk menerangi empat kampung dan sekitarnya yakni Desa Muara Tae, Gunung Bayan, Lempunah, Muara Nayan. Untuk menerangi negeri orang yang justru menjadi perhatian perusahaan ini. Setiap tahunnya GGBPC mengekspor 4 juta ton ke Jepang, Cina, Korea Selatan, India, wilayah Asia Tenggara serta Eropa. Kemudian India merupakan negara paling banyak memakai batu bara GBPC dengan persentase 26,4 persen. Ketimpangan memang terjadi dengan kampung di desa tersebut masih gelap gulita dan belum bisa menikmati penerangan listrik. Hal itu diatasi warga dengan menggunakan mesin genset dan harus merogoh kocek Rp8 ribu untuk BBM. “Selain terjadi gelap gulita kemerosotan pangan dan generasi suram juga terjadi. Dengan kawasan kelola tersisa hanya 40 persen praktis membuat warga Muara Tae menggantungkan kebutuhan pangannya dari luar. Tentu saja ini memengaruhi asupan gizi seharusnya terpenuhi di kampung ini. Sementara jaminan perlindungan warga akan kesehatan seringkali diabaikan pihak perusahaan. Ke depan 40 persen kawasan kelola masih tersisa akan digarap oleh PT Gemuruh Perkasa dan PT Borneo Surya Mining Jaya. Namun tak dilakukan evaluasi dampak dari kerusakan dan kehancuran telah ditimbulkan. Pemkab Kubar justru menerbitkan izin baru di kampung ini. Bahaya akan mengancam,” katanya. (ca)


sumber : www.korankaltim.co.id

Wednesday, August 10, 2011

Mereka Belajar di Bawah Atap Sagu


13103671581039606068

Suasana di ruang belajar. Foto by Farida.

BERATAP rajutan daun sagu, tanpa lantai alias langsung menjejak tanah, berdinding bambu dan papan seadanya, begitulah kondisi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 30 di Kampung Tahak. Kampung ini tidak ditemukan dalam peta.

Letaknya lebih dari 200 kilometer dari ibu kota Kalimantan Barat, Kota Pontianak. Tapi keceriaan dan keriangan para siswa berseragam putih-merah itu tetap mewarnai hari-hari belajar di ruangan darurat itu.

Seorang guru kontrak yang mengajar di sekolah itu, Farida (25), menuturkan, hanya ada satu ruangan kelas untuk lima rombongan belajar. Sampai saat ini “bangunan sekolah” masih satu lokal itu saja.

“Pada bulan Maret yang lalu, melalui swadaya warga kampung dan orangtua murid, bangunan darurat ini berhasil didirikan,” ujar Farida, Senin (11/7/11).

Kampung Tahak di Balai Pinang, merupakan bagian dari Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang. Jarak ibu kota kabupaten lebih dari 300 kilometer melalui jalan darat trans Kalimantan, yang tambal sulam antara aspal dengan jalan tanah.

Sebelumnya, para siswa belajar di bawah “bangunan seadanya”, berupa tiang kayu bulat beratapkan dedaunan yang disusun rapat. Tanpa dinding, apalagi lantai. Langsung menjejak tanah.

13103672301108957911

Dulunya tak berdinding. Foto by Farida.

Melihat minat belajar siswa yang tinggi, warga kampung dan para orangtua murid tak tinggal diam. Mereka bergotong royong menyumbangkan papan tulis, kursi dan meja, dan membangun sendiri “ruang kelas” itu.

Bagaimana kondisi bangunan sekolah itu? Atapnya dari jalinan daun sagu. Dindingnya kombinasi antara papan serta bambu (gedhek) yang meski sudah disusun rapat, tetap menyisakan celah-celah.

“Walaupun ber-AC alami, siswa-siswa saya sangat bersemangat belajar. Bangunan darurat bukan halangan, meski ke depan kami berharap ruang kelas yang lebih memadai,” ujar Faria.

Farida menuturkan, SDN ini berdiri sejak 13 Juli 2009, dan waktu itu baru memiliki satu rombongan belajar yang mendaftar untuk kelas satu. Sedangkan kelas dua dan tiga merupakan pindahan dari ibu kota kecamatan, SDN 02 Balai Berkuak.

Pada tahun pelajaran 2010/2011, jumlah murid dari empat rombongan belajar sebanyak 98 orang. Sedangkan tenaga pendidiknya hanya empat orang: seorang berstatus pegawai negeri sipil (PNS), dua orang guru kontrak, dan seorang honorer yang dibiayai oleh komite sekolah.

SEVERIANUS ENDI

sumber : www.kompasiana.com

Tuesday, August 9, 2011

Perbatasan Kalbar Kian Merana

TRIBUN PONTIANAK/DOK
Bocah perbatasan Entikong, Sanggau, Kalbar dalam film Batas.
TRIBUN PONTIANAK.CO.ID - Janji kehidupan sejahtera, kembali ditiup pemerintah. Kali ini harapan hidup layak dijanjikan Mendagri Gamawan Fauzi dari Kantor Wapres, Rabu (20/7).

Mendagri menggambarkan derajat kesejahteraan masyarakat perbatasan terwujud di Kalbar- Malaysia, NTT-Timor Leste dan Papua-Papua Nugini melalui rasa bahagia. Perbatasan RI pun aman. Upgrade human settlement jadi fokus pemerintah dalam mengucurkan dana sekitar Rp 5 triliun tahun ini.

Infrastruktur lintas batas dibenahi. Penyediaan air bersih hingga pembangunan pasar-pasar akan dikerjakan kementerian teknis di bawah koordinasi Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP).

Ketika menggelar lokakarya tentang Pos Lintas Batas (PLB) Aruk, Nangga Badau dan Entikong Kalbar, Mota'ain NTT dan Skow Papua, Mendagri sempat menyindir Menteri PU Djoko Kirmanto. Pasalnya, tak ada jalan layak sepanjang perbatasan Malaysia-Indonesia.

Ibarat bumi dan langit. Jalan di Malaysia besar, mulus dan lebar. Di Indonesia hanya jalan tanah, tuna aspal. Fasilitas perumahan dan sarana pendidikan juga jauh tertinggal dari Malaysia.

Apa yang diutarakan Mendagri, berpuluh tahun diketahui, dirasakan dan dikeluhkan masyarakat perbatasan Kalbar. Ironis. Pemerintah belum juga mewujudkan seribu janji surga kesejahteraan masyarakat perbatasan.

Terlalu banyak informasi yang telah diberikan pejabat Kalbar hingga rakyat miskin perbatasan. Tak terhitung pula berapa kali menteri dan pejabat terkait menggelar kunjungan ke "neraka" perbatasan Kalbar.

Namun, hampir 66 tahun republik ini merdeka, masyarakat perbatasan tetap tepekur dalam impian sejahtera belaka. Nasib kelam masyarakat perbatasan hanya mengemuka, ketika mencuat konflik Indonesia-Malaysia.

Komoditas Politik
Mulai bergesernya patok perbatasan, konflik keamanan laut, kekerasan warga Malaysia terhadap WNI hingga rumor rekrutmen pemuda perbatasan menjadi serdadu Malaysia. Pemerintah "mendadak" kaget dan mengobral janji mulai atas dalih keutuhan NKRI.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang BNPP. Segudang menteri terkait, baik bidang perekonomian, Kesra dan keamanan didapuk dalam BNPP yang dikepalai Mendagri.

Namun, hingga kini kesejahteraan masih ilusi. Wajar masyarakat perbatasan kehilangan kepercayaan. Mereka memilih menghindar saat menteri datang berwicara. Ancaman urgen pudarnya nasionalisme di perbatasan.

Pangeran Ratu Surya Negara Sanggau, Drs H Gusti Arman MSi tegas menuding pemerintah mengabaikan dasar negara, Pancasila dan UUD 1945. Bukti yang tak bisa dipungkiri, kian merananya perbatasan.

Tiga Maret lalu, enam dari tujuh menteri lintas sektoral pembangunan perbatasan Kalbar-Malaysia, bahkan melukai hati masyarakat. Mereka mangkir dari pembukaan rapat koordinasi perbatasan yang dipusatkan di PLB Entikong.

Keenam menteri itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menteri PU, Menakertrans, Mendagri, Menkes dan Menko Perekonomian. Benarkah pemerintah tulus mengentas harkat dan martabat masyarakat perbatasan?

Hanya bukti konkret atas kunjungan menteri, pejabat pusat hingga aneka survei perbatasan yang memancarkan kepercayaan baru masyarakat. Bukan tuna ending, tanpa follow up, dan tiada solusi 65 tahun. Enam kali presiden berganti, nasib masyarakat perbatasan Kalbar tetap sedih dan sunyi.

Warga menunggu bukti kejujuran pemerintah mengucurkan dana yang dijanjikan Rp 3,6 triliun untuk menggerus kemiskinan dan ketertinggalan. Saatnya pemerintah menghentikan politisasi kisah sedih. Sindiran Mendagri tak akan berarti, tanpa konkretisasi kesejahteraan rakyat perbatasan. (*)

Editor : albert

Borneo Chic

Borneo Chic from Gekko Studio on Vimeo.



Borneo Chic is a new brand of handbags merging elements of indigenous weaving traditions with modern designs into guaranteed high quality products. These products will be launched for the first time at the Inacraft 2010 Trade Fair.

The products are the work of artisan groups, 90% of them being women, who live in and around forests, and those that continue to struggle in defense of their culture and tradition through the art of weaving crafts.

Buying a Borneo Chic product means that you have helped an artisan re-discover confidence and pride in being part of the indigenous peoples world.

borneochic.com

Production: Gekko Studio@2011

Kalimantan's Craft; Harmony of Culture and Nature

Kalimantan's Craft; Harmony of Culture and Nature from Gekko Studio on Vimeo.



Craft Kalimantan a film of indigenous weaving traditions with high quality art products.

The products are the work of artisan groups, 90% of them being women, who live in and around forests, and those that continue to struggle in defense of their culture and tradition through the art of weaving crafts

Monday, August 8, 2011

Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, menyatakan kecewa pada Pemkab Sintang.

Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, menyatakan kecewa pada Pemkab Sintang. "Di perbatasan kan ada Bupati Sintang yang urus. Masa' semua diurus Gubernur," ujar Cornelis kepada wartawan seusai melantik pejabat eselon II di Balai Petitih Kantor Gubernur, Jumat siang.

Ditanya soal niat warga mengibarkan bendera Malaysia, Cornelis menjawab dengan nada ketus, "Ya, kalau orang sana, Bupati sana tidak memperhatikannya, ya bagaimana, marahlah orang."

Cornelis mengatakan, dalam memimpin kita harus mengedepankan rasa keadilan. Ditanya apakah itu berarti masyarakat di sana tidak ada keadilan, ia menjawab, "Oh, gak tahulah, tanya saja pada Bupati."

Bagaimana kalau Gubernur juga turut dipersalahkan, karena tidak memperhatikan perbatasan? "Ndak, ndak ada disalahkan. Yang ada disalahkan, kenapa jambu mente bijinya di luar," katanya.

Gubernur menggungkapkan, pihaknya sudah mencarikan dana bantuan dari pemerintah pusat untuk perbatasan. "Dapat Rp 15 miliar untuk 2010," bebernya.

"Begitu juga 2011, ada dapat. Kita mintakan ke Menteri Keuangan, bukan dana dari APBD Provinsi, tapi dari Pusat. Jumlahnya Rp 19 miliar, arahkanlah ke sana," tambahnya.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kalbar, Jakius Sinyor, menuturkan, pada 2011, Pemprov memberikan dana sekitar Rp 45 miliar untuk Sintang. Dana tersebut, satu diantarnya untuk pembangunan jalan yang di keluhkan masyarakat tersebut.

"Dana Rp 45 miliar untuk Sintang pada APBD 2011, termasuk Senaning, Nanga Tebidah, semua kita masukkan ke situ. Baik itu dana APBD, maupun dana percepatan infrastruktur," katanya.

"Pokoknya, dari jalan tanah kita tingkatkan, kurang lebih 80 km di daerah yang dikomplain masyarakat itu," ujar Jakius.

Anggota DPRD Sintang, Sahroni, yang dihubungi Tribun, Jumat malam, mendesak pemerintah segera merealisasikan pembangunan di daerah Ketungau. Pasalnya, daerah tersebut merupakan wilayah perbatasan, apalagi kondisinya sangat memprihatinkan.

"Perbatasan ini kan merupakan beranda depan yang memang harus menjadi perhatian pemerintah. Pembangunan harus segera dilakukan" katanya.

Sekretaris Komisi II DPRD Sintang, Genidie, mengatakan, masyarakat diharapkan sedikit bersabar untuk menanti pembangunan dari pemerintah. Karena, bagaimanapun, untuk membangun harus berproses.

sumber : www.tribunnews.com

Alasan Mengapa Warga RI Ingin Kibarkan Bendera Malaysia

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ali Anshori

TRIBUNNEWS.COM, SINTANG - Ancaman untuk mengibarkan bendera Malaysia pada perayaan HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus, sebagaimana disampaikan Yusak, Kepala Desa Mungguk Gelombang, Kecamatan Ketungau Tengah, Kabupaten Sintang, bukan tanpa dasar.

Wartawan Tribun yang melakukan kunjungan langsung ke Desa Mungguk Gelombang, Jumat (5/8), menemukan, kondisi desa yang berpenduduk 1.286 jiwa (344 KK), dengan mata pencarian utama menoreh karet dan bertani lada, memang memprihatinkan.

Insfrastruktur buruk, sarana pendidikan memprihatinkan, fasilitas kesehatan pun tak memadai. Penerangan pun jauh dari harapan.

Tingkat pendidikan di daerah ini terbilang sangat rendah. Dari seluruh penduduk, hanya belasan yang lulus SMA, 20 persen lulus SMP, 50 persen lulus SD, dan sisanya putus sekolah dan tidak pernah sekolah.

Sekretaris Desa Mungguk Glombang, Wahyudi, mengatakan, di desanya hanya ada satu sekolah, yakni SDN 30 Mungguk Gelombang. Dua sekolah lainnya merupakan sekolah kelas jauh (cabang SDN 30).

"Di desa kita ini semuanya masih serba kekurangan, mulai dari jalan, pendidikan, kesehatan, dan penerangan. Yang paling mendesak itu adalah jalan, karena kondisinya sangat buruk," katanya.

Wahyudi mengatakan, dia dan sang Kepala Desa, Yusak, sudah sering kali mengajukan bantuan kepada pemerintah daerah, namun sampai saat ini tak kunjung ada jawaban.

Jalan yang dilalui masyarakat selama ini adalah jalan yang pernah dibuat perusahaan. "Kalau dari pemerintah belum ada sama sekali, paling cuma janji-janji saja, sedangkan jalannya semakin lama semakin rusak," katanya.

Sebagaimana berita Tribun sebelumnya, stasiun MetroTV beberapa hari lalu menayangkan pernyataan Yusak yang mengancam akan mengibarkan bendera Malaysia di desanya. Warga juga akan eksodus ke Malaysia.

Tayangan itu mendapat respon luar biasa dari pemerintah di Jakarta. Kementerian Dalam Negeri, bahkan Mabes Polri dan Mabes TNI, memerintahkan pengecekan ke lapangan. Bupati Sintang, Milton Crosby, pun menggelar rapat mendadak membahas pernyataan Yusak itu.

Kubangan 1 Meter
Infratsruktur jalan memang menjadi satu di antara kebutuhan mendesak Desa Mungguk Gelombang ini. Untuk mencapainya, dengan titik total ibu kota Sintang, perlu perjuangan ekstra.

Pantauan Tribun di lapangan, jalan yang dilalui tersebut banyak terdapat kubangan air, dengan kedalaman mencapai 1 meter.
Jika musim kemarau perjalanan dapat ditempuh dengan waktu 3-4 jam, sedangkan jika musim hujan bisa sampai 1 hari, bahkan terkadang harus menginap di perjalanan.

Sepanjang perjalanan tersebut, setidaknya ada 5 jembatan yang nyaris ambruk, sehingga tidak bisa lagi dilalui kendaraan roda empat. Agar bisa menyeberang kendaraan, roda empat terpaksa harus melewati sungai.

Akibat buruknya insfrastruktur, harga kebutuhan pokok di daerah itupun sangat tinggi. Harga BBM baik jenis bensin dan solar, mencapai Rp 13 ribu per liter.

Sedangkan beras untuk kualitas yang paling buruk mencapai Rp 120 ribu per 15 kg.

"Kalau musim hujan terus menerus, bisa-bisa masyarakat di desa ini kelaparan, sebab jika musim hujan perjalanan untuk ke kecamatan mencapai satu hari, bahkan terkadang kami nginap," kata Wahyudi.

Sulitnya mendapatkan BBM ini juga berakibat pada minimnya penerangan. Warga hanya menyalakan genset pada malam hari, mulai pukul 16.00 sampai dengan pukul 22.00 WIB. Namun, jika krisis bensin, warga terpaksa hanya mengandalkan lampu pelita.

Persoalan lain yang menjadi permasalahan di desa ini adalah sulitnya mendapatkan pupuk. Jika pun ada, warga harus membayarnya dengan harga yang cukup mahal, yakni Rp 400 ribu per karung.

"Kalau di kota Sintang pupuk hanya Rp 160 ribu, namun di sini mencapai Rp 400 ribu. Karena kita butuh, terpaksa kita pun membelinya," kata Guna (50), warga setempat.

Pupuk tersebut dipergunakan warga untuk memupuk tanaman lada mereka yang ada di pegunungan. Harga pupuk yang mencapai Rp 400 ribu per karung dirasa tidak sebanding dengan harga lada yang hanya Rp 60 ribu per kilo.

Cinta NKRI
Berbagai permasalahan itulah yang akhirnya membuat Kepala Desa Mungguk Gelombang, Yusak, mengeluarkan ancaman akan eksodus ke Malaysia dan mengibarkan bendera Malaysia di daerah asalnya, jika pemerintah tidak segera melakukan pembangunan.

"Kalau dari hati yang paling dalam, sebenarnya tidak ada sama sekali niat kami akan melakukan eksodus ataupun mengibarkan bendera Malaysia," kata Yusak yang ditemui Tribun di Kecamatan Merakai Kamis (4/8/2011).

"Pernyataan tersebut hanya sebagai bentuk kekecewaan kami karena tidak mendapat perhatian dari pemerintah," ujarnya.

Selain dari itu, lanjut Yusak, pernyataan tersebut di luar kendalinya. "Pada waktu itu, di desa kami sedang ada Gawai Dayak. Ya, mungkin saya menjadi lepas kendali," ujarnya.

Nyungan, tokoh masyarakat Desa Mungguk Gelombang, yang dihubungi terpisah, meyakinkan, kendati pun masyarakat di desanya hidup serba kesulitan, mereka tetap mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan tak akan berbelot sedikitpun ke negara tetangga, apalagi sampai mengibarkan bendera Malaysia.

"Meskipun kita serba kekurangan kita tidak akan kehilangan nasionalisme. Jangankan mengibarkan bendera Malaysia, menyimpanpun kami tidak," katanya.

Nyungan mengatakan, bukti kecintaan mereka terhadap NKRI tidak perlu diragukan. Jika diminta menyanyikan lagu kebangsaan, mereka bisa. "Buat apa, gara-gara kesulitan, kami menggadaikan nasionalisme. Kami tetap cinta Indonesia," katanya.

Dari desa Mungguk Gelombang ke perbatasan Malaysia jaraknya kurang lebih 12 km, dengan waktu tempuh sekitar 1 hari dengan cara berjalan kaki naik-turun gunung.

Di desa ini, siaran radio Malaysia memang mendominasi, khususnya siaran dayak Iban.

"Kalau siaran radio Indonesia, tidak bagus, kalau Iban bagus. Sedangkan untuk TV, kalau pakai antena biasa dapat siaran Malaysia. Kalau pakai parabola, siarannya tetap TV Indonesia," bebernya

Editor: Hasiolan Eko P Gultom | Sumber: Tribun Pontianak
Akses Tribunnews.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat m.tribunnews.com

Wednesday, August 3, 2011

Tentara Malaysia Bunuh Burung Langka


WartaNews-Kuala Lumpur - Lima tentara Malaysia telah ditahan karena membunuh seekor burung langka yang dilindungi dan kemudian berfoto bersama bangkai burung tersebut di sebuah hutan.

Sumber Associated Press melaporkan, pada foto tersebut tergambar empat tentara menyeringai sambil memegang burung enggang besar, sehingga memicu kemarahan di kalangan para pencinta satwa liar awal tahun ini ketika foto tersebut muncul di Facebook.

Seorang pejabat Departemen Pertahanan menyatakan, para tentara mengklaim bahwa mereka membunuh burung tersebut untuk mengakhiri penderitaannya, setelah menemukan burung tersebut berbaring di tanah karena luka tembak tahun lalu. Saat itu mereka sedang melakukan patroli di hutan lindung di mana perburuan liar kerap terjadi.

Pejabat itu berbicara dengan syarat anonim pada Selasa (5/4) karena ia tidak berwenang untuk membuat pernyataan publik. Dia menyatakan, kelima tentara tersebut bisa menghadapi tuduhan kriminal karena membunuh burung tersebut. (*/dar)

sumber : www.wartanews.com
 
Copyright © 2009-2013 Cerita Dayak. All Rights Reserved.
developed by CYBERJAYA Media Solutions | CMS
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Flickr YouTube