BREAKING
  • Wisata pasar terapung muara kuin di Banjarmasin

    Pasar Terapung Muara Kuin adalah Pasar Tradisional yang berada di atas Sungai Barito di muara sungai Kuin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

  • Perayaan Cap Gomeh di kota amoy

    Singkawang adalah merupakan kota wisata di kalbar yang terkenal . salah satu event budaya yang selalu digaungkan untuk mempromosikan kota ini adalah event perayaan Cap Gomeh.

  • Sumpit Senjata Tradisional Suku Dayak

    Sumpit adalah salah satu senjata berburu tradisonal khas Suku Dayak yang cara menggunakannya dengan cara meniup anak damak (peluru) dari bilah kayu bulat yang dilubangi tengahnya.

  • Ritual Menyambut Tamu Suku Dayak

    Ritual ini di lakukan pada saat suku Dayak menyambut tamu agung dengan memberi kesempatan sang tamu agung untuk memotong bulu dengan Mandau

Wednesday, June 22, 2011

Warga Lintang Bangun Rumah Betang

MASYARAKAT Desa Lintang Sub Suku Pompank merasa gembira dan menyambut pembangunan rumah panjang (Roming Domuh) di Desa Lintang Kapuas.
Pembangunan ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Wakil Bupati Sanggau Paolus
Hadi dan pemberkatan oleh Mgr Agustinus Agus OFM Cap (putradaerah Desa Lintang), Jumat
(17/6) lalu.
Kades Lintang Kapuas Fran Hermanus selaku ketua panitia Melaporkan pembangunan rumah panjang akan dimulai dengan semangat gotong royong masyarakat dan danaswadaya. Masyarakat kemudian didukung dana dari para donatur, dermawan dan pihak perusahaan setempat serta pemerintah daerah.
Tokoh masyarakat dan para temenggung merasa senang menyambut kehadiran dari wakil bupati beserta rombongan.
Ukuran rumah panjang yang akan dibangun dengan lebar 9,50 meter dan panjang45,50 meter. Selanjutnya masyarakat berharap agar ada perhatian bersama baik pemerintah maupun dinas terkait guna memikirkan supaya PLN dapat masuk ke Lintang Kapuas.
Mrg Agustinus Agus mengatakan pembangunan rumah panjang akan dapat dikerjakan dengan baik dan lancar apabila didukung dengan semangat kekompakan dan kebersamaan masyarakat.
Mengenai dana haruslah dimulai dengan swadaya masyarakat kemudian juga harus di dukung oleh para donatur, dermawan dan bantuan dari pihak perusahaan serta pemerintah daerah.
Wakil Bupati Sanggau Poulus Hadi Usai meletakan batu pertama menyampaikan pihak pemerintah mendukung terhadap keinginan masyarakat untuk membangun rumah panjang
atau rumah betang karena merupakan cagar budaya.
Mengenai jalan maupun Listrik pemkab telah berupaya agar jalan menuju desa Lintang dilakukan pengerasan, sedangkan listrik telah dibahas bersama PLN. (**/sbs)

Sumber: Tribun Pontianak

Upacara Mandor Harusnya Undang Jepang




LANDAK, TRIBUN - Sekda Landak, Ludis, dalam rapat koordinasi untuk Hari Berkabung Daerah (HBD) memperingati tragedi Mandor, Selasa (21/6), menyatakan seharusnya perwakilan Jepang juga seharusnya diundang untuk mengikuti peringatan tersebut di
makam juang Mandor, 28 Juni mendatang.
Upacara peringatan di Makam Juang Mandor, direncanakan mulai pukul 08.00 WIB.
Ludis meminta semua pejabat Landak sudah berada di makam pada pukul 06.00.
Pada 1943-1944, secara sadis Jepang membantai sekitar 21.037 warga Kalbar. Sebagian
di antaranya merupakan kaum cerdik pandai serta rakyat jelata.
Sebelum pembantaian itu, dikenal peristiwa cap kapak, di mana pasukan Jepang secara maraton mendobrak rumah rakyat dan mengangkut penghuninya. Tanpa pandang bulu, warga Melayu, Dayak,Tionghoa, ditangkap oleh Jepang.
Aksi genosida Jepang membungkam pembangkang politik di Kalbar, diungkapkan dalam harian Jepang, Borneo Simbun kala itu. Selanjutnya 28 Juni diyakini sebagai hari di mana Jepang melakukan eksekusi.
“Ini keganasan penjajah Jepang, seharusnya kita mengajukan ke provinsi agar perwakilan Jepang turut diundang untuk mengikuti upacara peringatan.
Agar dapat mengingatkan Jepang akan kebiadaban terhadap masyarakat Kalbar,” tutur Ludis.
Peringatan Hari Berkabung Daerah, dilakukan untuk mengenang puluhan ribu warga Kalbar yang dibungkam Jepang karena menyuarakan kemerdekaan. Sejarah mereka tidak akan terlupakan.
“Ini event se-Kalbar, hanya saja lokasi makam juang ada di tempat kita, Mandor. Persiapan
untuk tabur bunga, pengerahan massa, dokumentasi, keamanan, kesehatan, harus disiapkan,”
kata Ludis.
Dia mengaku memiliki kesan khusus dengan Hari Berkabung Daerah, karena dilantik sebagai Sekda bertepatan dengan hari tersebut. (dng)

Sumber : Tribun Pontianak.

Saturday, June 18, 2011

Rotan, Kuliner Orang Dayak


Selama ini, kita mengenal rotan hanya sebagai tanaman yang biasa diolah menjadi barang kerajinan seperti meubel atau tikar. Ternyata, rotan juga bisa dimakan, loh! Suku Dayak di Kalimantan menjadikan rotan muda sebagai bahan makanan khasnya.

Rotan banyak dikonsumsi oleh warga Dayak di wilayah Palangkaraya dan wilayah lain di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Karena itu, disana kita bisa menemukan para pedagang yang berjualan rotan muda, atau bisa juga disebut umbut rotan, di sentra penjualan sayuran di pusat Kota Palangkaraya.

Rotan muda bisa ditemukan di beberapa pasar, seperti di pasar depan kantor Pekerjaan Umum (PU) Kalteng, serta di Pasar Pagi Jalan Sumatera, Palangkaraya. Di sana, rotan yang telah dikupas kemudian diikat-ikat kecil. Harganya rata-rata 5 ribu rupiah per ikat.

Sebelum diolah menjadi sayur, rotan muda terlebih dahulu dibersihkan dan dibuang kulitnya. Proses pembersihan ini agak sulit karena ada duri-durinya. Bagian dalamnya yang agak lunak dipotong kecil-kecil agar lebih mudah dikonsumsi.

Rotan muda dimasak dengan mencampurnya dengan terong asam, potongan-potongan ubi keladi, dan ditambah bumbu-bumbu. Rasanya gurih, renyah,dan agak kepahit-pahitan. Untuk menemani sayur rotan ini, menu yang disarankan adalah ikan bakar. Misalnya ikan patin dan baung.

Rotan biasanya didapat dari tepian sungai atau kawasan hutan. Karena bahan bakunya yang tidak terlalu banyak dan proses pembersihan yang agak berat, menu rotan muda hanya bisa ditemukan di beberapa restoran atau rumah makan khas Kalimantan Tengah. Namun, akan lebih mudah lagi ditemukan di wilayah pedalaman, di lingkungan suku Dayak.

Suku Dayak biasa membuat pojak iyur gai kotok atau tumis rotan muda untuk menggelar upacara adat. Mereka percaya bahwa tumis rotan muda memiliki sejumlah khasiat, yaitu menyembuhkan beberapa penyakit termasuk malaria.

Rotan muda tak hanya disukai oleh masyarakat Dayak, tapi juga para pendatang yang tinggal di Palangkaraya. Rotan paling sering disajikan untuk tamu dari luar Kalimantan Tengah.

Kalau ke Palangkaraya, jangan lupa mencicipi rotan, ya!

Wednesday, June 15, 2011

Sumpit Dayak Lebih Ditakuti daripada Peluru




Kompas.com — Pada zaman penjajahan di Kalimantan dahulu kala, serdadu Belanda bersenjatakan senapan dengan teknologi mutakhir pada masanya, sementara prajurit Dayak umumnya hanya mengandalkan sumpit. Akan tetapi, serdadu Belanda ternyata jauh lebih takut terkena anak sumpit ketimbang prajurit Dayak diterjang peluru.


Yang membuat pihak penjajah gentar itu adalah anak sumpit yang beracun. Sebelum berangkat ke medan laga, prajurit Dayak mengolesi mata anak sumpit dengan getah pohon ipuh atau pohon iren. Dalam kesenyapan, mereka beraksi melepaskan anak sumpit yang disebut damek.

"Makanya, tak heran penjajah Belanda bilang, menghadapi prajurit Dayak itu seperti melawan hantu," tutur Pembina Komunitas Tarantang Petak Belanga, Chendana Putra, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (2/6/2011).

Tanpa tahu keberadaan lawannya, tiba-tiba saja satu per satu serdadu Belanda terkapar, membuat sisa rekannya yang masih hidup lari terbirit-birit. Kalaupun sempat membalas dengan tembakan, dampak timah panas ternyata jauh tak seimbang dengan dahsyatnya anak sumpit beracun.

Tak sampai lima menit setelah tertancap anak sumpit pada bagian tubuh mana pun, para serdadu Belanda yang awalnya kejang-kajang akan tewas. Bahkan, bisa jadi dalam hitungan detik mereka sudah tak bernyawa. Sementara, jika prajurit Dayak tertembak dan bukan pada bagian yang penting, peluru tinggal dikeluarkan. Setelah dirawat beberapa minggu, mereka pun siap berperang kembali.

Penguasaan medan yang dimiliki prajurit Dayak sebagai warga setempat tentu amat mendukung pergerakan mereka di hutan rimba.

"Karena itu, pengaruh penjajahan Belanda di Kalimantan umumnya hanya terkonsentrasi di kota-kota besar tapi tak menyentuh hingga pedalaman," Chendana.

Tak hanya di medan pertempuran, sumpit tak kalah ampuhnya ketika digunakan untuk berburu. Hewan-hewan besar akan ambruk dalam waktu singkat. Rusa, biawak, atau babi hutan tak akan bisa lari jauh. "Apalagi, tupai, ayam hutan, atau monyet, lebih cepat lagi," katanya.

Bagian tubuh yang terkena anak sumpit hanya perlu dibuang sedikit karena rasanya pahit. Uniknya, hewan tersebut aman jika dimakan. "Mereka yang mengonsumsi daging buruan tak akan sakit atau keracunan," kata Chendana.

Baik hewan maupun manusia, setelah tertancap anak sumpit hanya bisa berlari sambil terkencing-kencing.

"Bukan sekadar istilah, dampak itu memang nyata secara harfiah. Orang atau binatang yang kena anak sumpit biasanya kejang-kejang sambil mengeluarkan kotoran atau air seni sebelum tewas," tambah Chendana.
 
Copyright © 2009-2013 Cerita Dayak. All Rights Reserved.
developed by CYBERJAYA Media Solutions | CMS
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Flickr YouTube